Kamis, 30 Oktober 2025

Ep. 70 - A Story that Can't Be Shared

Ch 369: Ep. 70 - A Story that Can't Be Shared, I

Ekspresi Anna Croft langsung mengeras, dan diam-diam ia menarik shortsword dari belakang punggungnya.
“…‘Supreme King’.”

Tanpa mempedulikannya, Yoo Joonghyuk melangkah besar mendekat ke arah kami.
“Kalian terlihat akrab. Apa rasanya enak, berbagi perasaan sesama orang yang tahu masa depan?”

“…Tapi kau juga tahu informasi masa depan, kan?”

“Itu bukan masa depan yang kualami.”

Ku-gugugugu-!!

“Itu hanya hal-hal yang sudah terjadi. Itu masa lalu.”

Hal-hal yang sudah terjadi, katanya.

Yoo Joonghyuk harus hidup melalui cerita yang kumiliki hanya sebagai pembaca. Ia menyambut ribuan kematian demi menapaki jalan yang hanya kubaca di layar.
Dan seolah membalas semua tahun itu, Black Heavenly Demon Sword di tangannya bergetar lirih seperti sedang mendengus marah.

Anna Croft melirikku cepat.
Aku membalas pelan, “Kau pergi saja. Dia datang untukku, bukan untukmu.”

“Aku berharap lain kali, aku bisa mendengar tujuan akhirmu langsung darimu.”

Ia menghilang melalui portal tanpa jejak.
Memang benar, ia tak punya alasan untuk tinggal — ia sudah membayar lebih dari cukup dengan mendampingiku sampai titik ini.

Yoo Joonghyuk tak mencegah kepergiannya.
Kalau ini situasi lain, ia pasti akan mengejarnya sampai kepala terpisah dari badan.
Tapi hari ini… tidak.

“Yoo Joonghyuk,” panggilku.

Ia tidak menoleh. Pandangannya tetap pada mulut portal yang menganga kosong.

Jadi, aku memanggil sekali lagi.
“Tolong dengarkan. Dulu kau pernah memanggilku rekan, bukan?”

Akhirnya ia menatapku — lalu pedangnya keluar dari sarungnya dengan suara panjang.

“Itu masa lalu.”

Dingin. Beku.
Kemarahannya tidak terucap, tapi menusuk sampai dasar dada.

[Skill eksklusif, ‘Omniscient Reader’s Viewpoint’ diaktifkan!]

Aku melangkah masuk lagi ke kutukan omnisien.

[Derajat pemahaman terhadap target tidak mencukupi!]

Bahkan pikirannya menolakku.
Seolah berkata: orang di hadapanmu bukan lagi Yoo Joonghyuk yang kau kenal.

“Aku tahu apa yang ingin kau katakan. Tentang bukumu itu, kan.”

“….”

“Melalui buku itu, kau mengintip hidupku.
Dan menjadikanku hiburanmu.”

Aku tak bisa membantah. Karena itu benar.
Apa bedanya aku dari para Constellation yang menonton manusia menderita demi “cerita”?

“Aku…”

Aku tahu semua itu. Tapi…
apa rasa dikhianati itu satu-satunya yang ia rasakan?

[Derajat pemahaman terhadap target meningkat sedikit demi sedikit.]

Yoo Joonghyuk menatapku — seperti hakim yang menunggu celah untuk menjatuhkan vonis paling berat.

Dan aku… tak tahu apa yang harus kukatakan.

Emosinya menerjang masuk lewat sudut pandang pembaca.
Kalimat yang seharusnya kukatakan, kata yang ingin keluar…

Hilang tenggelam dalam gelombang amarahnya.

Lalu pedangnya bergerak.

Bahkan saat ujungnya melesat ke arah wajahku, rasanya tidak nyata.
Seolah mustahil ia bisa melupakan semua yang kami lalui… lalu berniat membunuhku.

[Fruit of Good and Evil memengaruhi emosimu!]
[The Fourth Wall berguncang hebat!]

Saat mata pisau nyaris menyentuhku, rasa bersalah…
dan rasa tidak adil…
meletup dalam hati.

[Fruit of Good and Evil menarik emosi gelapmu ke permukaan!]

Aku sudah berusaha. Dengan caraku sendiri.
Sejak skenario dimulai, aku berusaha mati-matian.

Aku tidak pernah ingin menyakiti Yoo Joonghyuk.
Semua yang kulakukan… demi mencapai akhir yang lebih baik — bagi semua orang.

Lalu…
kenapa cerita bisa jadi seperti ini?

Claaaang!!
Bunga api biru meledak.

“Ngapain bengong bego?!”

Han Sooyoung berdiri di sisi tenggahku.


Han Sooyoung — Mimpi, Perlawanan, Pengakuan

Kehadirannya di Middle Island No.3 bukan kebetulan.

Saat di Small Island, ia bermimpi:
Seorang pria berjas putih mati di tangan pria bersurai hitam.

Ia menggerutu di mimpi, menganggap itu sampah mimpi lama.
Karena mimpi ya mimpi. Seperti novel… takkan jadi nyata.

Kayaknya aku turn ketiga agak goblok. Udah kutunjukin berkali-kali masih gak paham…

‘Apa tadi?!’

Ia menoleh dalam mimpi.
Ada wanita berjas hitam — postur mirip dirinya, wajah dihapus kabut.

Kelihatannya regression ini akan gagal kalau begini, ya…

Naluri membuat Han Sooyoung mundur.
Tapi kau tak bisa kabur dari mimpimu sendiri.

Aku suka merusak rencana orang.

Saat tangan wanita itu terulur, informasi aneh mengalir masuk.

[Kemampuan ‘Predictive Plagiarism’ terbangkitkan!]

Ia terbangun, napas memburu.
Kata-kata terpampang di benaknya:

Yoo Joonghyuk akan menuju Middle Island No.3.

Tak tahu kenapa, tapi ia percaya.
Dan berlari ke sini.

Sekarang, ia berdiri di antara kami berdua.

“Pergi. Aku tidak urusan denganmu.”

Tatapan Yoo Joonghyuk penuh ancaman. Sementara aku, hanya bisa menatap kosong.

Han Sooyoung menarik napas, lalu terkekeh licik.

“Tahu juga sih kau bakal bikin masalah. Mana mungkin Yoo Joonghyuk yang kukenal berubah begini.”

“Kalau kau tidak menyingkir—”

“Mau bunuh aku juga? Dapat apa? Balas dendam? Mau ganti kerugian karena pernah ditipu?”

Ia menahan serangan pedangnya, senyum mengejek menghiasi wajah.

“…Kalian berdua sama. Sama-sama payah mendengar orang lain.”

[Abyssal Black Flame Dragon mengaum murka!]

Black Flame menyelimuti tubuhnya.
Kekuatan Yoo Joonghyuk menekan keras, tapi dia bertahan.

[Story: Disciple of the Legendary Swordmaster bersinar terang!]

Ia mengayunkan pedang, aura Swordmaster meledak.

Tsuu-chuchuchu!!

“Kalau seseorang bicara…”

Black Flame memecah percikan biru.

“…KAU! HARUS! DENGARIN!”

Yoo Joonghyuk terkejut — Han Sooyoung menekan balik.

“Kim Dokja cuma baca novel! Novel bodoh dan panjang itu! Itu doang!!”

Bagi Han Sooyoung, ini bukan rumit:
Salah paham karena kata-kata?
Perbaiki dengan kata-kata.

“So jadi manusia normal lah! Bicara yang bener kayak orang lain!”

Yoo Joonghyuk menggeram, melepaskan Black Flame dari pedangnya.

“Aku sudah tahu semuanya,” katanya dingin.

Han Sooyoung balas menggeram.
“Kau marah dia tahu semuanya? Kau juga sembunyikan info dari semua orang, kan? Apa bedanya kamu sama dia?!”

Emosi Yoo Joonghyuk bergolak.

“Dan jangan lupa — dia ngelakuin semuanya buat nyelamatin orang! Sama kayak kau!”

Serangan kembali bertubrukan.

“Coba pikir satu hal… mana ada idiot yang rela mati cuma karena karakter favoritnya mau mati?!”

Pedang Yoo Joonghyuk berhenti sepersekian.
Han Sooyoung tahu — ia berhasil menembus.

“Semua yang kalian alami di regresi ketiga itu nyata—”

“Diam.”

“…dan kau tahu itu.”

Langkah terakhir.
Hanya butuh satu kalimat lagi.

“Tenang. Pikir pakai kepala. Kau bukan jenis karakter seperti ini—”

“…Karakter, ya?”

Kesalahan fatal.

Aura Yoo Joonghyuk meledak.
Black Flame terkoyak.

[Torch That Swallowed the Myth mengaum!]

“Aku lihat apa yang kau lakukan di regression 1863.”

“Apa— 1863…?”

Sesuatu klik dalam pikiran Han Sooyoung.
Ia ada di regresi itu. Ia hidup di timeline itu.
Wanita tanpa wajah dalam mimpi—

“A-a—”

Terlambat.

Pedang menyapu.


Kejatuhan & Bangkitnya Kebencian

Kenapa aku tak bergerak?
Kenapa aku tak melindunginya?

Ia bicara menggantikan diriku.
Dan aku hanya… diam.

“Kau… payah menceritakan ceritamu sendiri.”

Kupeluk tubuh Han Sooyoung yang jatuh.
Darah mengalir deras dari pinggangnya. Terlalu merah. Terlalu nyata.

Ia tersenyum pucat.
“Kim Dokja. Aku tahu akhir yang kau inginkan.”

Ia usap wajahku, lembut — mengejek — pedih.
“Kasihan banget kau…”

Aku menahan darahnya, panik mencari item penyembuh.
Tapi luka itu terlalu dalam. Terlalu kejam.

Kalau diberi sedikit waktu lagi…
Kalau ada healer…
Kalau—

Tapi… apa aku layak menyelamatkannya?

Tangannya jatuh.

Aku memanggil namanya.
Berkali-kali.

Yang menjawab justru Yoo Joonghyuk.

“Berdiri, Kim Dokja.”

Tak ada penyesalan dalam suaranya.
Tak ada getar. Tak ada duka.

Sesuatu di dalam diriku pecah.

Aku berdiri.

[Yoo Joonghyuk.]

Cerita bergolak di benakku.

Cerita yang terlalu besar bisa menelanmu.

Aku tahu itu.
Itulah sebabnya aku mencari rekan.
Untuk bersama mencapai akhir yang berbeda.
Akhir yang kusayangi, yang kubayangkan.

Dan hasilnya…

…ini.

Apa aku harus terus membaca “cerita ini”?

[Demon Realm’s Spring mulai bercerita.]
[Torch That Swallowed the Myth mulai bercerita.]

Kalau akhir yang kuinginkan mustahil…
Kalau semua sejarah yang kubangun tidak berarti…

[Demon King Transformation aktif.]

Maka…
akhiran itu tidak berharga lagi.

Aku akan membunuhmu, Yoo Joonghyuk.

Ch 370: Ep. 70 - A Story that Can't Be Shared, II

Aku akan membunuhmu, Yoo Joonghyuk.
Semua yang berada di dalam Library menatap teks itu.

「 ( …Sepertinya kalau begini, semuanya bisa musnah bersama-sama. ) 」
[The Fourth Wall bergetar hebat!]

Seluruh Library berguncang.
Buku-buku yang tersusun rapi berjatuhan, menumpuk berantakan di lantai.
Namun tak satu pun Librarian bergerak untuk merapikannya.

「 ( Menyebalkan. Kenapa mereka tidak bicara satu sama lain? Ternyata benar… dua orang itu kurang punya hasrat untuk menjadi satu. ) 」
「 ( Sooyoung kita bahkan tidak salah apa-apa, tapi malah… ) 」

‘Cumi-cumi’ itu mencolek mata bulatnya pelan dengan ujung tentakel.

Di layar, kalimat-kalimat terus bergulir.
Setiap kali pedang Kim Dokja dan Yoo Joonghyuk beradu, gigi Nirvana bergetar krik-krik-krik seperti akan patah.

「 ( Hei, pendatang baru. Menurutmu gimana? ) 」

Yoo Sangah berhenti menangkap buku yang beterbangan, menoleh.
Tangannya masih menggenggam buku penuh memori Kim Dokja — bacaan yang baru saja ia letakkan.

「 ( Hmm. Aku punya dua pendapat. ) 」

「 ( Dua?? ) 」

「 ( Pertama. Sooyoung-ssi tidak mati. Aku kenal dia. Dia bukan tipe orang yang rela mati cuma karena masalah seperti ini. ) 」

Mata si Cumi membelalak basah.
「 ( Hah? Tapi tadi kau juga lihat sendiri, kan? ) 」

「 ( Sepertinya kalian belum paham struktur adegan klimaks. Heroine pingsan, tangannya jatuh, lalu sang hero bangkit. Di semua film yang pernah kutonton… ) 」

Tak peduli ocehan mereka, Yoo Sangah melanjutkan tenang:

「 ( Kedua. Mereka sedang bicara. ) 」

Yoo Sangah menatap teks yang terus muncul tanpa henti.

「 ( Walaupun tak ada satu orang pun di dunia ini yang mau menyebut itu ‘percakapan’… tapi tetap saja. ) 」


Fragmen Story muncrat dari tangan retakku.
Itu adalah kisah-kisah yang kami bangun bersama.

[Story, Demon Realm’s Spring, memuntahkan kisahnya!]
[Story, Torch That Swallowed the Myth, menggeram marah!]

Seperti naga bertarung dengan harimau, Story menghempas Story.
Yoo Joonghyuk — memegang Giant Stories yang sama denganku — membalas dengan kekuatan setara.

[Share-mu terhadap Story ini lebih tinggi dari lawan!]

Meski bagianku lebih besar, Story tidak mau tunduk.
Mungkin karena tahun-tahun yang ia jalani.
Karena dia telah menuturkan ceritanya jauh lebih lama dari siapa pun di <Star Stream>.

Ch-ch-ch-chut!!

Probabilitas generasi kedua menekan kami.
Tapi ada hal-hal yang tak bisa ditekan.

[Story, One who Opposes the Miracle, meraung menggelegar!]
[Story, One who Opposes the Miracle, mengguncang dunia dengan kemarahan!]

Story yang sama, lahir dari sejarah yang sama — saling berbenturan.

[Master of the Island memperhatikanmu.]
[Banyak Constellation menyaksikan pertempuran ini.]

Suara para Constellation makin jauh. Menghilang.

[Unique Skill, The Fourth Wall, aktif.]

Kami menebas sambil berniat saling membunuh.
Pedangku menggores pinggang Yoo Joonghyuk, pedangnya menembus bahuku.

Intuisinya lebih tajam —
tapi Status-ku lebih tinggi.

[Giant Story, Demon Realm’s Spring, melindungimu!]

Aura tajam Transcendent menembus Status, mencabik.
Dari energi pedangnya, aku membaca niatnya —
betapa putus asa ia bertahan.

Tak perlu bertanya. Tak perlu menjawab.
Story kami berbicara untuk kami.

[Story, Paradise of Despair, menerkam seperti binatang buas!]
[Story, The One who Hunted the King of Calamity, meraung!]
[Story, Liberator of the Industrial Complex, meratap.]

Semua kenangan itu…
tidak pernah tertulis di Ways of Survival.

[Angel Transformation aktif!]

Sayap meledak dari punggungku. Status melonjak, memenuhi Unbroken Faith.

BOOOOM!!

Yoo Joonghyuk terlempar jauh, tubuhnya menghantam tanah.

“Maju dengan semua yang kau punya, Yoo Joonghyuk. Karena aku juga begitu.”

Sorot matanya berubah.
Status-nya melengkung — kekuatan Transcendent penuh meledak.

Cahaya emas melahap tubuhnya —
dan ia menghilang.

[Stage 2 Omniscient Reader’s Viewpoint masih aktif.]

Gerakannya terlalu cepat untuk terlihat—

Claaaang!!

Pedang bertemu pedang.
Setiap benturan membuat pergelangan tanganku makin berat.
Story menetes dari luka di pahaku. Story mengalir dari bahunya.

Suara itu—
suara ceritanya—

[The Fourth Wall melawan balik!]

Ia mulai menuturkan kisahnya.

「 Kau… 」

Aku menebak apa yang akan keluar:
“Kau pengkhianat.”
“Kau penonton.”

Tapi…

「 Kenapa kau memilih tetap di putaran itu? 」

Memori 1863 melintas.

「 ‘Aku tidak akan kembali ke putaran ketiga. Aku akan tetap di sini bersama orang-orang dunia ini.’ 」

Itu pilihanku.
Kupikir setelah melihat akhir 1863, aku bisa kembali dengan selamat —
mencari jalur di mana semua orang bahagia.

Tapi… kalau Yoo Joonghyuk 1863 tidak menolongku?
Kalau Han Sooyoung 1863 ingin membunuhku?
Apa aku masih hidup sekarang?

Mungkin aku hanya beruntung.

「 Rekan-rekanku ada di sini. 」

Pedangnya membelah bahuku.

「 Garis hidupmu ada di sini. 」

Pukulan kedua — sikuku retak.

「 Kau bilang pada orang-orang untuk hidup di sini. 」

Serangan ketiga — menembus sayapku.
Rasa sakit membuncah —
tapi suaranya… lebih menyakitkan.

「 Incarnation Yoo Joonghyuk menolak regresi. 」

Dia menghentikan regresi karena aku.
Dan kini ia menatapku —
seseorang yang ia percaya.

「 Tapi kau… 」

Ada kemarahan yang tak bisa dijelaskan kata-kata.
Bahkan omniscience tak bisa membacanya penuh.

Yoo Hoseong pernah berkata:

Sebuah cerita mungkin terlihat kecil, tapi semakin dalam kau masuk, semakin ia jadi labirin dan jurang.

Aku tak bisa mengerti semuanya.
Karena dia tidak dimiliki siapa-siapa lagi
bukan olehku, bukan dirinya sendiri, bukan Constellation mana pun.

Dia memilih kebebasannya.

「 Jawab aku, Kim Dokja. 」

Pedangnya menghujani tubuhku.
Aku membaca pikirannya — dan dia tetap berpikir.

「 Jawab aku. 」

Seperti aku membaca dari balik The Fourth Wall,
dia menulis di baliknya.

Tapi aku masih diam.

[The Fourth Wall makin tebal.]

Jika aku menjawab, kalau aku bicara…
ia akan berubah kembali menjadi sekadar karakter.
Dan dia tidak bisa — tidak boleh — jadi itu.

The Fourth Wall menebal.
Dan lagi.
Dan lagi.

Kami berlari saling membelah.
Duarrr!
Tanah bergetar, debu menyelimuti.

Aku berdiri duluan.
Menghampirinya.
Menodongkan pedang.

Ia tidak melawan.
Hanya menatapku.

“...Aku sudah hidup terlalu lama dalam regresi ini. Jadi… akhiri.”

Han Sooyoung telah ia bunuh.
Garis sudah dilampaui.

Pedangku bergetar.

Lalu, terngiang suara Han Sooyoung 1863:

Kalau novelku plagiat Ways of Survival… lalu kau plagiat siapa?

Jawabannya berdiri di depanku.

Kim Dokja belajar hidup dari pria ini.

Dia —
ayahku,
kakakku,
rekan tertuaku.

[The Fourth Wall bertambah tebal.]

Aku tak bisa membunuhnya.
Dan tak bisa memohon maaf.

Aku tak pernah belajar menyerah begitu pengecut.

Pedang jatuh.
Aku menatapnya.

「 Aku di sini. 」
Aku tahu.

「 Tapi kau hanya memilih membaca. 」
Benar.

Itu jalanku.
Dia bertindak.
Aku membaca.

「 Kalau begitu, aku akan melakukannya sendiri. 」

Ia bangkit.
Mengangkat pedang.

Akhir cerita berbisik.
Jika ini akhirnya — kalau aku mati di sini —
setidaknya biar aku mengatakan satu hal.

“...Hei, Yoo Joonghyuk.”

Ia berhenti.

“Kau tahu aku bukan nabi. Aku bahkan bukan apa-apa.”

Sejak pertarungan di Jembatan Dongho…
aku tak pernah benar-benar memperkenalkan diri.

“Aku bukan Demon King of Salvation.”

[Story Demon King of Salvation berhenti.]

“Aku juga bukan King of a Kingless World.”

[Story King of a Kingless World berhenti.]

Satu per satu Story membisu.
Hanya aku yang tersisa.

“Namaku Kim Dokja.”

Sayap lenyap. Tubuh kembali normal.
Aku hanya manusia lagi.

“Dulu umurku 28 — eh, ya begitulah. Karyawan perusahaan game. Hobiku baca webnovel…”

Aku bicara seperti menyapa orang baru.

“Memalukan ya? Tapi itu diriku.
Yoo Joonghyuk — siapa kau?”

Dia diam lama.

Lalu menjawab:

“Aku Yoo Joonghyuk.”

Pedangnya turun, membelahku.

“Yoo Joonghyuk, mantan Regressor.”

Ch 371: Ep. 70 - A Story that Can't Be Shared, III

Begitu matanya terbuka, Han Sooyoung langsung memuntahkan segumpal darah.
Baru setelah darah hitam pekat itu membasahi tanah dalam jumlah lumayan banyak, kesadarannya benar-benar kembali. Hal pertama yang ia lihat adalah hutan lebat. Ini bukan tempat ia bertarung melawan Yoo Joonghyuk tadi.

“Aku benar-benar hampir mati barusan. Yoo Joonghyuk, bajingan gila…”

Kalau saja ia tidak memindahkan memorinya ke Avatar dummy cadangan pada detik terakhir, ia sudah benar-benar mati.

[Kamu telah menghabiskan jatah otorisasi Memory Transfer untuk hari ini.]
[Mulai sekarang, Avatar ini akan bertindak sebagai tubuh utamamu.]

Ia sudah memperkirakan kemungkinan ini.

[Story, Predictive Plagiarism, ragu-ragu melanjutkan storytelling.]

Lewat Story bernama 「Predictive Plagiarism」—yang ia dapatkan setelah mimpi aneh itu—Han Sooyoung melihat banyak “cuplikan” masa depan:
masa depan di mana Kim Dokja mati, atau Yoo Joonghyuk mati…
dan satu-satunya masa depan di mana tidak ada satu pun kematian itu terjadi.

[Karena penalty Memory Transfer, kemampuan fisikmu menurun drastis.]

“Aku sumpahin, kalau salah satu dari mereka mati, aku…!!”

Sambil menggerutu, ia merasakan gelombang energi di sekitarnya. Ia harus mencari arah mereka.

Tak lama kemudian, ia merasakan dua Status yang sangat besar. Ia langsung berlari ke arah itu.

Dari semua masa depan yang ia lihat, hanya satu “yang berhasil”.
Kim Dokja tetap hidup.
Dan untuk pertama kalinya, dua idiot itu akan benar-benar bicara sebagai manusia.

Itulah yang diprediksi Predictive Plagiarism.
Karena itu ia tidak menghindar di detik terakhir.
Kim Dokja pasti hidup.

Di titik itu ia mendengar suara logam bertabrakan.

‘…Masih berantem?
Serius? Aku bahkan MATI biar kalian ngobrol, dan—’

Ia sudah bersiap memaki habis-habisan keduanya.
Tapi begitu menembus semak—

Kwa-aaang!! Bang!!!

Yoo Joonghyuk — dengan brutal — menebas Kim Dokja yang tergeletak tak berdaya di tanah.

“HEY!! DASAR BAJINGAN GILA!!”


‘…Jadi gagal, huh.’

Yoo Joonghyuk menatap Kim Dokja terbaring.
Di dada lelaki itu, luka tipis dari Black Heavenly Demon Sword masih terlihat.

‘Tapi barusan… aku melihatnya.’

Ia menggenggam pedang erat, berkonsentrasi.
Dan benar — aura hitam merembes keluar dari tubuh Kim Dokja.

Dinding itu. “Keasingan” itu.
Sumber semua kebencian yang terus menghantamnya setiap menatap pria ini.

‘Aku bisa melihatnya.’

Dinding hitam, terbuat dari teks yang tak terhitung — The Fourth Wall.

Ia mengayunkan pedang, menghantam dinding itu.

BOOM—

Dinding bergetar keras.

[The Fourth Wall sedang melotot padamu.]

Ia tidak peduli.
Jika tidak mau terbuka, ia paksa.
Jika tidak bisa hancur, ia hantam sampai pecah.

Lagi.
Dan lagi.

Sampai—

“HEY, BAJINGAN!!! OTAKMU HILANG YA?!”

Sebuah batu besar mendarat di kepalanya.

Darah mengalir, mengaburkan pandangan.
Lewat serpihan merah, ia lihat Han Sooyoung berlutut di sisi Kim Dokja.

“Hey, Kim Dokja!! Sadar! Bang— apa…? Dia belum mati?!”

Yoo Joonghyuk berdiri dengan wajah masam.

“Han Sooyoung. Kau mau mati hari ini?”

“Kau udah bunuh aku sekali barbar.”

“Aku tahu kau tidak mati.”

“Jangan ngibul. Aktingku itu masterpiece, oke.”

Ia menunjuk tubuhnya yang lain — yang sedang membusuk dan penuh darah.

Yoo Joonghyuk santai saja.
“Avatar juga bisa berdarah kalau diisi memori cukup banyak.”

“Eh? Dari mana kau tau?”

“Catatan yang kau tulis. Kamu dari putaran 1863.”

“…Sialan aku di putaran itu nulis apa sih.”

Ia tak tanya lebih jauh.
Ia mencubit pipi Kim Dokja.

“Lihat nih orang. Ketipu total.”

“Begitu kelihatannya.”

“Terus gimana? Sudah dapat jawaban?”

“Sedikit.”

Jawaban pendek itu…
mengandung bobot emosi yang lebih berat dari apa pun.

Han Sooyoung tersenyum getir.

“Jadi sekarang kau balik ke <Kim Dokja’s Company>, ‘kan?”

Yoo Joonghyuk berbalik pergi.

“Kamu! Jawab yang jelas dong! Aku bantu loh!? Hah?!”

“‘Great War of Saints and Demons’ sebentar lagi.”

Ia melangkah…
satu… dua…

Tiba-tiba—

Tsu-chuchuchut!!

Kilatan menyelimuti tubuh Kim Dokja.
Sebuah “suara” keluar.

「 Yoo Joonghyuk-ssi, skenario bodoh itu bukan yang terpenting. 」

Yoo Joonghyuk langsung mencabut pedang.
Dinding khayal The Fourth Wall… bergerak.

「 Kau kira semua selesai setelah ngomong sepihak begitu? 」

Dan—

「 Rasakan juga, bagaimana rasanya jadi pembaca. 」

CRACK—!

Sebuah tangan menembus dinding, meraih kepala Yoo Joonghyuk—

DUG!

Dan membantingnya ke tembok.


Saat sadar, aku berada dalam kegelapan total.

…Aku mati?
Dibunuh Yoo Joonghyuk?

Lampu lentera menyala.

「 (Dokja-ssi, jadi di sini kau.) 」

‘Yoo Sangah-ssi?’

「 (Kau baik-baik saja?) 」

‘Di mana ini?’

「 (Di dalam Library.) 」

Ah.
Jadi aku terseret ke The Fourth Wall lagi.

‘…Selalu gelap beginikah?’

「 (Tidak. Library lagi kacau. Pertarungan kalian mematikan semua lampu dan merobohkan rak.) 」

‘Maaf. Merepotkan.’

「 (Tidak apa-apa.) 」

Ia duduk di sampingku, wajah lembut diterangi lentera samar.

「 (Kau benar-benar hebat.) 」

Aku diam.

「 (Perkenalan diri adalah awal hubungan yang benar. Mungkin kali ini kalian benar-benar bisa jadi teman.) 」

“…Andai saja.”

Aku mengambil buku di lantai.

『Kim Dokja, Rekaman usia 15 tahun, Vol. 25』

Aku langsung menutup dan melemparnya jauh.

「 (Ehm, Dokja-ssi…) 」

‘Ya?’

「 (Aku baca buku itu. Sedikit. Um… hampir semua.) 」

Mukaku panas.

“…Baiklah.”

Kami membereskan buku-buku—
Buku kehidupanku.

Tak ada ayah.
Tak ada teman.
Kehilangan ibu.

Seorang anak yang selalu kehilangan.

「 Hidup dalam kesendirian berarti tidak benar-benar hidup. ‘Kim Dokja’ tak pernah ada. 」

Sampai ia jadi dokja — pembaca.

Yoo Sangah menatapku.

“Bagaimana kalau skenario tidak terjadi?”

‘Aku… tidak tahu.’

Kami membayangkan hidup biasa.
Kantor.
Kesepian.
Novel yang panjang—
tapi aku tetap hidup.

「 (Kita mungkin tetap berteman.) 」

‘…Kau yakin?’

Ia tersenyum hangat.

「 (Kita belajar bahasa Spanyol, naik sepeda, nabung buat hari tua…) 」

Kami tertawa pelan.
Membayangkan dunia yang tidak ada.

「 (Joonghyuk-ssi juga. Meskipun tempramental, dia masakannya enak.) 」

Dadaku sakit.
Bukan dari luka.

「 (Kita semua menua bersama. Dunia tanpa skenario.) 」

“…Mungkin ada dunia begitu di luar sana.”

Yoo Sangah tersenyum padaku.

「 (Aku senang bersamamu, Dokja-ssi.) 」
「 (Tapi aku harus pergi.) 」

‘Yoo Sangah-ssi—’

[Master of the Island memanggil Incarnation Yoo Sangah.]

Raja Reinkarnator.
Waktunya tiba.

「 (Di sini aku hanya ‘pembaca’. Aku harus pergi.) 」

Cahaya putih menyelimuti dirinya.

「 (Kau bilang: kita hanya punya satu putaran. Dunia yang harus dijalani adalah yang ini.) 」

Tangannya menyentuh kepalaku lembut.

「 (Sampai bertemu di kehidupan berikutnya.) 」

Dan ia menghilang seperti mimpi yang terlalu indah untuk nyata.

Ch 372: Ep. 70 - A Story that Can't Be Shared, IV

Perlahan kesadaranku kembali, dan aku memutuskan mengaktifkan [Omniscient Reader’s Viewpoint].

「 Jadi cara clear ‘Middle Island No.4’ itu… 」

Setelah berhasil menguasai Story Control, Jung Heewon akhirnya masuk skenario Middle Island dan langsung mulai membantai para peserta lain.

「 …Aku juga nggak tau. Kalau mereka nyerang duluan, ya aku bunuh aja semuanya. 」

「 Jenderal kami juga Narrative-grade, tahu! Jangan remehkan kami! 」

Jung Heewon mengaktifkan [Hour of Judgement], sementara Lee Jihye mengaktifkan [Demon Slaying] dan keduanya mengamuk di medan perang.
Di saat yang sama, anak-anak menyelesaikan skenario Middle Island dengan cara mereka sendiri yang licik dan pintar.

「 Aku sudah jinakkan Invisible Wisp. Yuk, kita curi Modifier dia pakai ini. 」

「 Tapi kita bisa kirim serangga aja, kan? 」

Metode clearing yang licik banget.
Bahkan aku nggak perlu bantu apa-apa.

「 Keuh-euhk… keuheuk… argh… 」

Lee Hyunsung lagi sendirian di pulau Middle Island lain, dihajar habis-habisan oleh para Constellation dan Incarnation.
Ia meringkuk seperti bayi sambil menatap musuh dengan tatapan sedih — lalu tiba-tiba mengaum seperti beruang besar.

「 Yang lebih menyedihkan dari sendirian… adalah dihajar rame-rame sendirian!! 」

Cahaya dahsyat meledak dari tubuhnya. Para peserta meledak serentak.

Teknik itu aku kenal.
Salah satu teknik spesial Master of Steel, [Impact Release], melepaskan semua damage yang terkumpul sekaligus.

Seperti dugaanku: para karakter dari story asli memang cheat.

[Character ‘Jang Hayoung’ has activated Breaking the Sky Force Punch]

Jang Hayoung menghancurkan skenario dengan kekuatan luar biasa.
Dia benar-benar berada di jalur menjadi penguasa “tembok”-nya.
Bakatnya memang gila dan dia menyerap teknik orang lain dengan cepat.

[‘Unidentifiable Wall’ is evolving!]

Dinding miliknya jauh lebih stabil. Ia bisa ngobrol dengan para Transcendent lewat wall itu, mempelajari kemampuan mereka.
Mirip denganku membaca buku.

[‘Unidentifiable Wall’ has sensed your presence.]

Pandanganku langsung dipenuhi noise putih.

[‘Unidentifiable Wall’ is staring at ‘The Fourth Wall’.]
[‘The Fourth Wall’ is staring at ‘Unidentifiable Wall’.]

Saat kedua dinding itu saling encar, pandanganku goyah.

[…Akhir world-line sedang mendekat.]

Di tengah pandangan yang runtuh, suara asing masuk.

[Kim Dokja, mereka akan datang mencarimu.]


Vrrr…

Saat sadar kembali, aku merasakan smartphone bergetar.
Layar menyala — tanggal hari ini.

15 Februari.

Tidak ada ramalan cuaca — bukan Bumi.
Waktu di <Star Stream> sudah lama tak punya arti.
Semua orang hidup di timeline berbeda.

Tapi… 15 Februari?

Aku menghela napas, meletakkan ponsel.
Kepala pusing, tubuh pegal semua.

Aku berkedip beberapa kali. Dadaku dibalut perban ketat.

…Di mana ini?

Seluruh ruangan baru masuk ke pandanganku — seprai putih bersih, interior oriental elegan.

Seseorang bersandar di jendela.

“Kau sudah bangun?”

“Kau…?!”

Matanya melengkung nakal.
“Ahh~ jadi begini rasanya hidup lagi setelah mati.”

“Tapi… kau kan mati—”

“Aku? Mati?”

Han Sooyoung cekikikan.
Kepalaku makin mumet.
Aku ingat jelas: dia mati oleh pedang Yoo Joonghyuk. Aku melawan dia. Lalu Sangah. Lalu—gelap.

Tahu-tahu dia mendekat dan mencubit pipiku.

“Pokoknya, Kim Dokja. Kau bisa lucu juga ternyata.”

…Aku benar-benar dipermainkan.

Jarum infus kecil juga terpasang di tangannya.

“…Kita di mana?”

“Ruang tunggu Main Island. Tempatnya dia dan kastilnya.”

King of Reincarnators.
Pahlawan ketiga dari Three Ways to Survive in a Ruined World.

Aku juga ingat pesan lain:

[‘Master of the Island’ is inviting you.]

“Tapi aku belum clear skenarionya? Harus clear Middle Island dulu kan?”

“Nggak. Kamu sudah clear.”

Aku cek log.

[You have cleared Hidden Scenario – ‘Snatching Modifiers’!]
[Reward pending.]

Benar…
Tapi gimana? Aku kurang satu suku kata — “Vil”.

Han Sooyoung menunjuk kalung di leherku.

[Devil of Lust and Wrath]

Kalung Modifier utuh.

“Yoo Joonghyuk kasih itu. Katanya ‘sisa’.”

…Yoo Joonghyuk?

Kata-katanya sebelum aku pingsan terngiang.

– Yoo Joonghyuk, seorang mantan Regressor.

Mantan.
Bukan lagi Regressor.

“Apa maksudnya itu…?”

“Dia udah lanjut ke skenario berikut.”

Kosong dan lega menabrak dadaku bersamaan.
Dia kembali maju duluan.

“Target dia siapa?”

“Kamu banyak tanya ya baru bangun. Nyebelin.”

Dua kalung menggantung di leherku: Asmodeus… dan satu lagi.

[□□ of □□]

Modifier-ku… kosong.

“Jangan bilang—”

“Bilang. Dia ambil Modifier kamu.”

…Setidaknya dia sisakan “Of”. Bajingan.

“Giliranku tanya. Yoo Sangah masih di dalammu?”

“King of Reincarnators udah ambil dia.”

“…Dia ngomong apa sebelum pergi?”

Aku berjalan ke jendela. Han Sooyoung berdiri di sampingku.
Di luar, kota penuh reinkarnator. Wajah-wajah baru. Nama baru. Hidup baru.

“Dia bilang… sampai jumpa di kehidupan berikutnya.”

Bagi Sangah — memang kehidupan berikutnya.
Bagiku — masih yang sama.

Han Sooyoung dan aku menatap jalanan diam-diam.
Mencari sosok yang tak akan kami temukan.

“Salju.”

Benar.
Dunia yang tak punya musim dingin — tapi salju turun.

Seperti cahaya bintang.
Constellation menatapku dari langit.
Tanpa pesan, tapi aku bisa merasakannya.

Han Sooyoung memegang kalungku lalu nyengir.

“Kau bukan [Demon King of Salvation] lagi. Waktunya Modifier baru?”

Aku mengingat hari-hari itu.
Sebentar… tapi paling bersinar dalam hidupku.

Mataku panas. Buram.

Han Sooyoung cekikikan.
“Aku cariin nama ya? Hmm… ‘Si Pingsan Cepat’? Atau ‘Mulut Mukjizat’?”

“…Heh.”

“Eh? Kau… nangis?!”

Aku ingin tanya.
Karena dia penulis.
Mungkin dia tahu akhir cerita ini.

Apa pilihanku salah?
Apa aku akan sampai di akhir yang kuinginkan?

“Hey hey, jangan nangis. Ya ampun. Nih, makan permen. Hari bagus kok. Salju juga turun.”

Hari ini 15 Februari.
Tanggal di ponsel — error.
Tidak berarti apa pun.

Tapi kalau… kebetulan itu nyata?

Kalau memang tanggal itu?

Maka… hari ini ulang tahunku.

Han Sooyoung mengusap matanya.
“Aku kangen anak-anak.”

Aku susah payah menjawab.

“…Aku juga.”

Dan saat kata itu keluar—

[Revised text has completed its update.]
Gift telah tiba.
Three Ways to Survive in a Ruined World (Final Revision).txt


Di tengah salju, Yoo Joonghyuk menatap Castle of Reincarnators.

Kim Dokja pasti sudah sadar.
Yoo Sangah pasti sudah reinkarnasi.

“…Perempuan itu.”

Ingatannya: kepalanya dibenturkan ke dinding misterius.
Cuplikan cerita yang tak pernah ia tahu sebelumnya.
Jawaban yang ia cari — muncul di sana.

“Secretive Plotter.”

[Constellation ‘Secretive Plotter’ is looking at you.]

Makhluk yang tidak muncul di 1863 dunia.
Tidak ada catatan. Tidak ada asal.

“Haven’t I played along long enough? Aku berhak bertanya.”

Langit menghitam. Cahaya hitam jatuh.

Tsu-chuchuchut!

Probabilitas mengguncang ruang-waktu.

[What are you curious about, oh puppet of the Oldest Dream?]

“Kenapa kau tunjukkan buku itu?”

Bayangan tertawa pelan.

“Kau ingin aku putus asa? Kau ingin aku membunuh Kim Dokja setelah membaca itu?”

[Maybe. Maybe not.]

“Kenapa merencanakan semua itu?”

[Kau pikir kau bakal mengerti walau aku jawab?]

“Kenapa kirim Kim Dokja ke putaran 1863? Kenapa suruh dia bunuh aku di sana?”

[Karena menyenangkan untuk ditonton.]

Bayangan bergetar geli.

“Semua rencanamu… tujuannya menghancurkan Kim Dokja.”

[Kenapa kau pikir begitu? Ada alasan?]

Yoo Joonghyuk menatap lurus.

Dia sudah mengejar Constellation ini lama.
Dan kini jawabannya jelas.

“Secretive Plotter.”

Hening.

“Apakah kau… ‘Kim Dokja’ dari masa depan?”


 

 

Nunaaluuu Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review