Rabu, 05 November 2025

Episode 39 Rumor

802 Episode 39 Rumor (1)

[Fragmen Cerita ‘Obrolan Siang Didengar Burung-Burung’ melanjutkan penceritaannya.]

Fragmen cerita ‘Obrolan Siang Didengar Burung-Burung’ yang kuambil di Recycling Center.

Fragmen ini, yang biaya probabilitasnya relatif rendah, benar-benar sempurna untuk menguping percakapan inkarnasi lain di siang hari.


Siapa yang jadi juri di festival tahun ini?
Namgung Sega.
Oh, akhirnya keluarga Sega yang sombong itu bergerak juga.

Sega-ju — gelar untuk kepala keluarga besar. Aku biarkan begitu saja… biar lebih autentik.

Apa gunanya bergerak? Pemenangnya pasti—

Segala sesuatu dalam radius seratus meter terdengar seperti bisikan di telingaku sendiri.

Dijual! Dumpling dijual!
Ada juga sup ayam panas!

Apakah karena aku belum terbiasa memakai Story Fragment?

Kau dengar beritanya?
Dengar. Tentang <Twelve Zodiac Signs> yang dihancurkan, kan?

… Fragmen…

Beberapa percakapan terdengar jelas, beberapa hanya samar.

Ngomong-ngomong, minggu depan sudah ‘Ekspedisi Naga Penjaga’, ya? Sekte mana yang akan ikut kali ini?
Jadi kompetisi bela diri tahun ini dibatalkan? Katanya fokusnya di ekspedisi itu.

Meski tak kudengar semuanya, potongan-potongan kata itu sudah cukup memberiku gambaran situasi:

Namgung Sega. Dumpling. Sup ayam. Kompetisi bela diri. Ekspedisi Naga Penjaga.

Aku mengangguk, dan Yoo Joonghyuk, yang sejak tadi hanya menatapku dengan tatapan mencurigakan, akhirnya bicara.

Kau orang yang mencurigakan.

Sebut saja aku berhati-hati. Ini benar-benar ‘Murim Pertama’.


Murim Pertama.
Tanah suci bela diri yang selama ini hanya kuceritakan… kini aku benar-benar berada di sana.

[‘Main Scenario ke-30’ sedang berlangsung di area skenario terkait.]

Skenario ke-30.

Tak aneh, mengingat Murim Pertama adalah tempat berkumpulnya para pemain dari skenario ke-20 hingga ke-40.

Ssstt—

Tubuh Yoo Joonghyuk diselimuti percikan api kecil. Itu pasti efek penalti karena melompat skenario.

Aku pun merasa berat, napas sesak… apakah ini karena kepadatan “cerita” di skenario ke-30?
Untung saja tubuhku sudah cukup terbiasa menahan tekanan seperti ini.

[Dapatkan skenario baru.]
[Tubuh inkarnasimu melemah.]

Rasa pusing melanda, tapi aku memaksakan senyum.

Sepertinya aku tahu siapa yang ingin kau temui.

Yoo Joonghyuk menatapku tajam, tapi tidak menyangkal.

Aku tak berencana menemuinya kali ini.

Tentu saja.
‘Murim Pertama’ adalah tempat tinggal Breaking the Sky Sword Saint, guru Yoo Joonghyuk.

Salah satu Transenden terkuat di seluruh <Star Stream>.
Tujuan Yoo Joonghyuk jelas: meminta bantuannya.

Yang kau butuhkan sekarang: pemulihan tubuh inkarnasi dan skenario baru.
Benar. Dari mana kau tahu?
Aku pernah diusir juga, jadi kupikir mungkin aku bisa bantu.

Aku sampai terdiam.
Sejak kapan Yoo Joonghyuk bisa sebaik ini? Apakah efek ditusuk Jaehwan-ssi kemarin masih berbekas di otaknya?

Yah, terserah. Untung juga bagiku.

Aku berdiri cepat-cepat.
Baik. Ayo kita pergi sekarang.

“…”
Yoo Joonghyuk?

Anak kecil itu menatapku dengan wajah dingin khasnya.

Ada apa? Cepat antarkan aku ke kediaman Breaking the Sky Sword Saint-nim.
Sayang sekali.

Aku terdiam. Lalu baru sadar.

Salah satu efek samping Story Imprintkehilangan ingatan sementara.
Dan jika dia sampai berubah jadi kecil seperti ini, berarti efeknya parah.

Kau… lupa semuanya, ya.

Dengan kata lain, sampai Yoo Joonghyuk pulih, kami tidak akan tahu di mana gurunya berada.

Dia malah menatapku santai.
Cari saja sendiri.

Bagaimana bisa?! Ini pertama kalinya aku ke Murim Pertama! Aku bahkan tidak tahu kita di mana!

Kami terjebak di dunia Murim tanpa peta, dengan bocah amnesia dan tubuh inkarnasiku yang tinggal menunggu jam kematian.

Bahkan “Memulai Kehidupan Murim dari Nol” terdengar lebih baik dari ini.

Aku menghela napas dan menatap pakaian lusuh kami.
Bagaimana kalau kita masuk ke Sekte Pengemis?

“…”
Aku akan minta-minta sambil tanya, ‘Hey, tahu di mana rumah Breaking the Sky Sword Saint?’

Yoo Joonghyuk tak menggubris.
Suara perut kosong memecah keheningan.

Growl~

Kami saling menatap.

Bukan perutku.
Bukan punyaku.

Akhirnya kami sepakat: makan dulu.

Untung ini Murim. Setidaknya ada makanan yang bisa dimakan bahkan oleh Yoo Joonghyuk yang cerewet soal selera.

Kupikir, mungkin Jaehwan sengaja mengirim kami ke dunia yang punya Murim Dumpling.

Ada tempat jual dumpling Murim dekat sini. Lumayan, lebih enak dari makanan di Recycling Center.

Saat aku hendak keluar, Yoo Joonghyuk menahanku.
Kau mau pergi begitu saja?

Kalau tidak suka, beli sendiri.
Baik.

Hah?

Dia benar-benar berdiri, patuh.
Ini area skenario biasa. Kau tahu apa yang terjadi pada seorang exile yang berkeliaran siang hari tanpa skenario?

Aku terdiam.
Ya. Murim adalah dunia orang-orang yang haus akan pencerahan. Mereka rela membeli “cerita” demi meningkatkan bela diri.

Dan seorang exile yang berjalan sambil meneteskan story fragments dari tubuhnya?
Dia bukan manusia lagi—dia barang dagangan.

Kalau beruntung, kau mungkin dibawa ke kantor pemerintah dan hidup… tapi—
Kalau tidak, dijual ke Biro Manajemen jadi budak skenario.
Itu yang kau mau?

Aku mengangkat bahu.
Yoo Joonghyuk mengulurkan tangannya.

Kau minta koin, kan?

Sial, benar-benar teliti.
Bocah ini bahkan tak mau membeli dumpling dengan uangnya sendiri.

Aku menghela napas dan menyerahkan beberapa koin.
Dia menghitungnya dengan puas.

Kau tidak akan kabur, kan?
“…”
Kau tahu di mana jual dumplingnya?

Aku rasa kau lupa.

Benar juga.

Aku mendengus.
Sudahlah, kita pergi bersama.

Tapi kau—
Begini caranya.

Aku mengaktifkan Thoughts of Almost Everything dan memanggil Ever-Changing Transformations Suit.

[‘Ever-Changing Transformations Suit’ mencapai batas perubahan.]
[Kau tidak bisa menjadi lebih kecil lagi.]

Tubuhku mengecil hingga sebesar kurcaci Peace Land. Aku bersembunyi di saku mantel Yoo Joonghyuk.

Bocah itu menaikkan alis, agak terkesan.
Kau cuma bisa trik aneh seperti ini.
Itu keluar dari mulut bocah yang bahkan belum bisa hidup sendirian.

Ia membuka pintu lumbung, dan pemandangan jalanan Murim Pertama terbentang di depan.
Pedagang-pedagang menoleh ke arah kami sebentar, lalu segera beralih.

Aku menggunakan Midday Tryst untuk berbicara diam-diam.

Kapan tubuhmu pulih?
Empat hari lagi.
Beli banyak dumpling Murim. Kau makan delapan kali sehari, kan?
Tidak selalu.

Ya Tuhan, kalau bukan Murim, aku sudah bangkrut hanya untuk biaya makannya.

Itu dia. Di pojok sana, bau dumplingnya kuat.

Kami berjalan ke arah suara penjual.
Tak lama kemudian, bau harum kaldu dan daging menyergap hidungku.

[‘Festival Dumpling Murim’ sedang berlangsung.]

Festival? Benar-benar dunia yang aneh.

Yoo Joonghyuk juga tampak heran.
Sepanjang jalan, kios-kios berjajar dengan papan bertuliskan:

Original Murim Dumplings
Real Original Murim Dumplings
Omakase Dumpling Murim Asli
Murim Dumpling Asli Disetujui Dokkaebi
New Original Murim Dumplings
Murim Dumpling Nenek Asli
Murim Dumpling Hitam Putih

Aku menatap sepanjang jalan sambil memaki dalam hati.

Yang asli yang mana, sih?!

Tentu saja, Yoo Joonghyuk tak menjawab.
Dia malah menatap dumpling itu lama… dengan ekspresi aneh.

Tentu saja. Dumpling ini punya makna baginya juga.
Mungkin dia sedang mengingat saat Breaking the Sky Sword Saint membelikannya dumpling hangat di hari ulang tahunnya.

Ada momen-momen yang bahkan seorang Regressor tak bisa kembali padanya.

Atau mungkin… dia hanya lapar.

Ayo makan. Di mana kita beli?

Yoo Joonghyuk mulai menelusuri kios satu per satu.
Dua spanduk mencolok di tengah festival menarik perhatianku:

[‘Kompetisi Makan Dumpling Murim’ sedang berlangsung.]
[‘Lomba Dumpling Murim Terbaik’ sedang berlangsung.]

Yang pertama menarik. Kami bahkan punya story ‘Babi yang Makan Delapan Kali Sehari’.
Tapi Yoo Joonghyuk lebih tertarik pada lomba kedua.
Mungkin karena… dia sebenarnya seorang pecinta kuliner yang angkuh.

Dumpling legendaris yang bahkan para gourmet <Star Stream> memberi tiga gundukan pujian!
Namgung Murim Dumplings — Coba sekarang!

Nama Namgung itu menarik perhatiannya.
Langkahnya perlahan menuju arah toko tersebut.

Di sana, suasananya meriah.
Para juri tampaknya baru datang.

Silakan dicicipi, para juri!

Pemilik toko menghidangkan semangkuk besar dumpling yang berkilau halus.
Aromanya luar biasa.

Dumpling waralaba.” kata Yoo Joonghyuk dingin.

Hah? Dumpling Murim ada franchise-nya?

Benar saja, di sebelah toko ada tumpukan kotak “Dumpling Namgung” yang dijual grosiran.

Saat aku masih berpikir betapa kapitalisnya dunia ini, ketua juri melangkah maju.

Pria paruh baya berwajah keras.
Begitu dia membuka mulut, kerumunan langsung bersorak.

Namgung Jincheon!
Pedang Kaisar!

Pedang Kaisar Namgung Jincheon.
Aku tahu nama itu.

Kepala dari Lima Keluarga Besar Murim Pertama, salah satu dari sepuluh pendekar terkuat di dunia ini.

Ia menggigit dumpling perlahan, lalu tersenyum hangat.

Dumpling yang luar biasa.

Sorak sorai meledak.
Aku bisa menebak arah “kompetisi” ini.

Mereka bahkan tidak berusaha menyembunyikannya.

Nama dumpling: Namgung Murim Dumpling.
Nama jurinya: Namgung Jincheon.

Dunia bela diri ini benar-benar sudah busuk.

Tentu saja. Murim Pertama sudah dikomersialkan para dokkaebi.
“Kompetisi” ini tak lebih dari acara promosi terselubung.

Dumpling itu akan dijual sebagai ‘Murim Dumpling Disetujui Keluarga Namgung’ dengan harga selangit di tas dokkaebi.

Guru kami sangat menyukai dumpling Murim. Kalian semua harus mencobanya.

Para murid di sekitar bersorak.
Namgung Jincheon mengangkat tangannya.

Atas nama Keluarga Namgung Sega, pemenang tahun ini adalah—

Namun sebelum ia selesai bicara, seseorang memotongnya.

Isi dumpling-nya tidak matang merata.

Semua kepala menoleh.
Keheningan membungkus ruangan.

Pria paruh baya itu memandang dengan mata terbelalak pada bocah yang baru saja memuntahkan dumpling ke lantai.

Ini bukan dumpling Murim.

Dan bocah itu adalah—

Yoo Joonghyuk.

803 Episode 39 Rumor (2)

Pada era Murim sebelum sistem diperkenalkan, para pendekar membagi tingkat kemahiran mereka dalam konsep samar seperti ‘1-bintang’ atau ‘10-bintang’.

Namun, bahkan di antara para pendekar, kriteria dari “bintang” itu tidak pernah jelas.

Misalnya—beberapa orang berkata bahwa ketika gagang pedang memancarkan cahaya biru, itu berarti 5-bintang Sky-Sovereign Sword Art.
Namun, ada juga yang bersikeras bahwa cahaya biru di bilah pedang-lah yang menandakan 5-bintang Sky-Sovereign Sword Art.

Karena itu, jika seorang Kepala Keluarga mulai berbohong dengan berkata,

“Aku 10-bintang Sky-Sovereign Sword Art, hanya saja sejak saat itu warna pedangku menghilang.”
...tak ada cara untuk membantah kebohongan itu.

Namun semuanya berubah sejak sistem diperkenalkan, dan era ‘New Martial Arts’ dimulai.

「 Ini menjadi zaman di mana tak seorang pun bisa berbohong tentang tingkat kekuatannya sendiri. 」

Pedang Kaisar Namgung Jincheon adalah pendekar dari generasi ‘New Martial Arts’.
Generasi yang sejak kecil mempelajari seni bela diri yang telah dimurnikan sebagai [Skill], dan menilai tingkat penguasaannya berdasarkan level.

[Level skill eksklusif ‘Sky-Sovereign Sword Art’ meningkat!]

Namgung Jincheon menyukai zamannya.

Zaman di mana segalanya terbuka.
Zaman di mana semua hal diukur dengan jelas.

Zaman di mana dunia Murim berdiri atas satu keyakinan sederhana:

「 Level yang lebih tinggi. Skill yang lebih kuat. 」

Itulah satu-satunya moto dari dunia New Martial Arts.

Mengikuti prinsip itu, ia berlatih tanpa henti. Ia menaikkan levelnya, mengumpulkan koin, menaklukkan skenario.
Ia memburu roh-roh langka seperti ‘Musang 500 Tahun’, ‘Kodok 300 Tahun’, hingga ‘Babi Bulu Emas’.
Bahkan ia ikut dalam raid pemburuan ‘Giant Imugi’.

Namun, para tetua dunia bela diri menolak mengakui kekuatannya.

“Anak-anak zaman sekarang tak tahu perjuangan. Kau tahu betapa sulitnya mempelajari bela diri di masa kami?”
“Bela diri adalah pencerahan. Pendekar tanpa pencerahan takkan pernah menjadi kuat sejati.”

Namgung Jincheon hanya berpikir sinis.

Pencerahan? Bukankah pencerahan dijual di Tas Dokkaebi sekarang?
Kalau begitu, seharusnya kau lebih kuat dariku, bukan?

Dan begitulah. Pedang Kaisar Namgung Jincheon menjadi sombong.
Ia merendahkan dunia Murim lama dan menertawakan para tetua yang berbicara tentang “jiwa” dan “makna.”

Sampai hari itu datang.

「 Ia muncul—merobek langit dan menelan cahaya siang. 」

Bayangan seekor ular raksasa yang mengubah siang menjadi malam.

【Siapa yang berani menyentuh anak-anakku?】

Pendekar yang mendengar mantranya langsung muntah darah dan mati.

Namgung Jincheon menghimpun seluruh energinya untuk bertahan, tapi nalurinya tahu—

「 Ini kekalahan yang tak bisa dihindari. 」

Ia segera meminta pertolongan kepada para Konstelasi.
Kepada mereka yang telah menjadi pelindung Namgung Sega.

Namun, pesan sistem yang muncul membuatnya menggigil.

[Konstelasi ‘Master of Spears’ meninggalkan channel.]
[Konstelasi ‘Master of Hand-to-Hand Combat’ meninggalkan channel.]
[Banyak Konstelasi dari dunia bela diri meninggalkan channel!]

Mereka semua melarikan diri.
Bahkan Konstelasi yang telah mengajarinya seni bela diri meninggalkannya sendirian.

【■Aah■Aah■Aah■】

Sepuluh pendekar terbaik dunia saat itu terkoyak satu per satu oleh taring Imoogi.
Tubuh mereka yang terbelah mengucapkan mantra yang sama, seakan kehilangan kesadaran:

“Selamatkan aku… selamatkan aku…”

Dalam lanskap yang kabur antara realitas dan mimpi buruk, Namgung Jincheon melihat bayi Imoogi menguliti wajah para pendekar satu per satu.
Kulit-kulit wajah itu berubah menjadi sisik sang Raja Imoogi—
sisik yang terbuat dari ratusan ribu wajah manusia.

Seorang pendekar di sampingnya bergetar hebat, bergumam dengan suara menggila:

“Selamatkan, selamatkan, mati, selamatkan, mati—Imoogi-nim datang.
Ia datang untuk menghancurkan dunia bela diri.
Ia datang membalas dendam atas Murim Lama.
Ia naik ke langit sebagai naga—”

Kata-kata kegilaan itu menjalar seperti wabah.
Satu demi satu, para pendekar kehilangan akal.

Namgung Jincheon menggigit lidahnya agar tetap sadar, tapi batasnya sudah di ujung.

Dunia Murim telah berakhir.
Tak ada yang bisa menyangkal kebenaran itu.

Dan di tengah kehancuran itu, seorang tetua yang bersimbah darah berbisik di sampingnya.

“Jincheon… tidak apa-apa. Sword Master belum datang.”

Namgung Jincheon tertawa getir.
Sword Master? Masih adakah yang bisa disebut demikian di dunia yang sudah binasa ini?

Para Konstelasi lari, para pendekar besar mati. Siapa lagi yang tersisa—

「 Lalu ia melihatnya. 」

Bayangan berdiri tegak di antara langit yang dililit ular raksasa.

Sosok raksasa berdiri menghadapi Raja Ular, yang membuat seluruh dunia berlutut.

[Dunia bela diri yang kupikirkan adalah sebuah ‘hutan’.]

Suara itu bergema, penuh wibawa yang menembus jiwa.
Meski raungan Raja Imoogi mengguncang langit, raksasa itu tetap menatap tenang dan bertanya:

[Aku bertanya. Bagimu, apa itu dunia bela diri?]

Hanya sebuah pertanyaan.
Namun tak seorang pun berani menjawab.
Sosok itu terlalu agung untuk dijawab dengan kata-kata biasa.

Dan karena tak seorang pun menjawab, para pendekar memilih untuk menerima jawabannya.

“Semua orang, berkumpul!”

Para tetua berteriak.
Para pendekar saling menopang, berdiri bersama, seperti akar pohon yang saling menguatkan.

Dunia bela diri menjadi satu hutan besar.

Breaking the Sky Sword Saint sudah tiba!

Nama itu—
Hari itu adalah pertama kalinya Namgung Jincheon mendengarnya.

Breaking the Sky Sword Saint.

[Itu jawabanku.]

Kekuatan yang tak bisa diukur oleh skill mana pun.
Inkarnasi yang menolak Dewa Dunia Luar yang bahkan ditakuti Konstelasi.

[Kita tidak boleh membiarkan hutan ini roboh hanya karena seekor ular.]

Langit malam pecah.
Ribuan bilah pedang meluncur dari tiang pedangnya, menyala seperti hujan meteor.
Tubuh Raja Imoogi terkoyak, langit kembali terang.

Namgung Jincheon terjatuh, tubuhnya gemetar menyaksikan pertempuran itu.

[Apakah kau kepala baru keluarga Namgung?]

Breaking the Sky Sword Saint turun ke bumi.
Ia menatap Jincheon dan mengulurkan sesuatu.

[Makanlah.]

Sebuah dumpling.
Namgung Jincheon menggenggam dumpling itu dengan tangan bergetar.

Rasanya seperti… kehidupan.

Hari itu, ia sadar—
Pendekar terkuat di dunia bela diri bukanlah salah satu dari Sepuluh Pendekar Agung.
Bukan Kepala Keluarga Namgung.
Bahkan bukan Konstelasi.

「 Pendekar terkuat di Murim Pertama adalah ‘Breaking the Sky Sword Saint Namgung Minyoung’. 」

Bertahun-tahun berlalu sejak hari itu.
Breaking the Sky Sword Saint kembali menyepi, dan rasa dumpling hari itu pun lenyap dari ingatannya.

Kini, Namgung Jincheon menjual kenangan itu untuk koin.

“Guru-guru kami benar-benar menyukai dumpling Murim.”
“Oh, jadi ini dumpling dari hari itu?”
“Ya.”

Omong kosong.
Ia bahkan sudah lupa rasanya.

Yang penting sekarang hanyalah peluncuran ‘Namgung Murim Dumpling’—dan keuntungan besar yang akan datang bersamanya.

Breaking the Sky Sword Saint? Hidup atau mati, bukan urusanku.

Sampai ia melihat seorang anak laki-laki di antara kerumunan.

‘Pengemis?’

Rambutnya berantakan, wajahnya tertutup bayangan, tengah memakan dumpling dengan santai.

Namgung Jincheon hendak mengusirnya dengan tatapan, tapi saat melihat wajah bocah itu lebih jelas—ia tertegun.

‘Wajah yang tampan. Mirip aku waktu muda.’

Ia tersenyum bangga.

Sampai bocah itu membuka mulutnya.

“Isi dumpling-nya tidak matang merata.”

Awalnya ia pikir salah dengar.

“Ini bukan dumpling Murim.”

Kerumunan mulai berbisik.
Namgung Jincheon mencoba menutupi suasana.

Tapi suara itu terdengar lagi—kali ini jelas, disertai energi dalam.

“Ini bukan dumpling Murim.”

Sorot mata Jincheon berubah tajam.

“Siapa anak ini?”

“Aku Yoo Joonghyuk.”

Nama itu… terdengar familiar.

“Berani sekali. Kau tahu siapa orang di hadapanmu—”

Para murid Namgung Sega menegakkan tubuh, aura mereka berdesir tajam.
Namun bocah itu tak bergeming.

Namgung Jincheon menatapnya dingin.

“Anak yang berani. Siapa gurumu?”

Hening.
Lalu bocah itu menjawab dengan datar.

“Breaking the Sky Sword Saint.”

Udara beku seketika.

Tatapan Jincheon membeku.
Kemudian, bibirnya melengkung menjadi senyum berbahaya.

“Mulai sekarang, anak ini harus menanggung kata-katanya.”

Dan begitu saja, kami ditangkap oleh orang-orang Namgung Sega.
Tepatnya, hanya Yoo Joonghyuk yang ditangkap—aku masih bersembunyi di saku mantelnya.

Dari jauh, aku bisa melihat kediaman megah Namgung Sega.

Rumah yang dibangun dengan koin tak terhitung, rumah salah satu dari Lima Keluarga Besar Murim.

Aku mendesah pelan.
Barn yang kita hancurkan kemarin… jangan-jangan juga milik mereka?

Kim Dokja.
Apa.
Aku sudah lakukan seperti yang kau bilang.
Kerja bagus.

Sebenarnya, semua ini adalah rencana kami.
Mengungkapkan kebenaran di depan Namgung Jincheon… untuk memancing sesuatu.

Rencana selanjutnya?
Tidak ada.

Yoo Joonghyuk menatap tajam.
Kau sedang merencanakan apa lagi sekarang…
Diam saja.

Kau sadar siapa orang itu? Namgung Jincheon, Raja Lima Sega-ju!
Aku tahu. Dan itulah kenapa kita di sini.

Aku mengaktifkan kembali fragmen ceritaku sejak pertemuan mereka tadi.

[Fragmen Cerita ‘Obrolan Siang Didengar Burung-Burung’ melanjutkan penceritaannya.]

Fragmen ini bukan sekadar alat untuk mendengar.
Jika kupusatkan, aku bisa membaca kehadiran yang tersembunyi di setiap tarikan napas di sekitarku.

Dan dalam radius seratus meter—ada beberapa inkarnasi tersembunyi.

Kau punya musuh di dunia bela diri?
Baru saja dapat satu.
Selain Namgung Jincheon.
Tidak.

Kau yakin?
Yoo Joonghyuk tak pernah sadar berapa banyak orang yang memusuhinya tanpa ia tahu.

Aku menyimpulkan.
Berarti jawabannya sudah jelas.
Pasukan Konstelasi.

Para Konstelasi yang kehilangan jejak kami di Void Curtain pasti telah mengirim inkarnasi ke area skenario ini.

Mereka belum menyerang. Masih ragu.
Hanya soal waktu.
Tepat. Karena itu kita lakukan ini.

Yoo Joonghyuk berhenti berjalan.
Ia akhirnya mengerti.

Kau sengaja memancing Namgung Sega?
Benar.

Karena setelah insiden Dewa Dunia Luar, Namgung Sega memutus hubungan dengan para Konstelasi.
Selama kami berada di bawah atap mereka—para Konstelasi tak bisa bertindak sembarangan.

Makanya kau provokasi Jincheon.
Ya.

Aku tersenyum tipis.
Kau tahu cepat juga. Sekarang tinggal menunggu.

Yoo Joonghyuk terdiam, lalu bertanya.
Kau yakin dia tak akan membunuh kita?
Di depan umum, tidak.
Dan setelahnya?
Kita akan dipenjara. Mungkin dipukuli.
Aku tak mau dipukul dengan tongkat.

Aku menahan tawa.
Tenang, cuma gurumu yang boleh memukulmu.

Hah. Lalu apa? Kau mau aku pakai jurus Breaking the Sky Sword Saint untuk pamer?
Tepat sekali. Tunjukkan satu langkah saja.

Kau pikir itu akan menolong kita?
Tidak. Tapi akan membuatnya terkejut. Breaking the Sky Sword Saint pernah menolak mengajarinya karena katanya itu jurus yang hanya bisa dipelajari wanita. Sekarang bayangkan wajahnya saat tahu gurunya punya murid laki-laki baru.

Langkah Yoo Joonghyuk terhenti mendadak.
Aku merasakan aura tajam dari para murid Sega yang memperhatikan.

Dengar. Ini tetap cara tercepat.
Aku tak mau dengar lagi.
Kau harus dengar. Ini satu-satunya cara menemui Breaking the Sky Sword Saint.

Karena dalam tiga hari, ingatan Yoo Joonghyuk akan pulih.
Tapi tubuh inkarnasiku mungkin takkan bertahan selama itu.

Ini cara tercepat?
Ya. Kau tahu betapa cepatnya rumor di dunia bela diri.

Seorang anak yang menghina dumpling Namgung di festival besar Murim.
Dan anak itu mengaku murid dari Breaking the Sky Sword Saint, yang tak muncul selama puluhan tahun.

Rumor itu akan menjalar lebih cepat daripada kilat.

Kita tidak akan mencari Breaking the Sky Sword Saint.

Aku tersenyum samar.

Breaking the Sky Sword Saint akan datang mencari kita.

804 Episode 39 Rumor (3)

Kami dikurung di Brain Jade milik Namgung Sega.

Terus terang, aku sempat berpikir… apa pantas dikurung hanya karena menghina dumpling mereka? Tapi ya, kelompok yang disebut Odae Sega memang bukan kelompok biasa.

Begitu kami melangkah masuk ke Brain Jade, hal pertama yang menyambut kami adalah para tahanan yang sudah lebih dulu dipenjara di sana.

Hahaha, tampaknya ada pendatang baru lagi.

Dari para big boss generasi Old Murim hingga penjahat kelas kakap dunia New Murim — semua menatap Yoo Joonghyuk seperti singa kelaparan yang baru melihat domba.

Anak lembek.
Kau sial, bocah. Sekarang nasibmu sudah jelas.
Daging empuk begini, enaknya direbus atau dipanggang, ya?

Yoo Joonghyuk hanya melirik mereka datar, lalu menunjuk dua orang yang tampak paling berbahaya di antara mereka.

Blade Hand Jeon Geuk. Lazy Sword Lee Cheol Gun.

Dua orang yang dipanggil itu mendelik, jelas terkejut.

Hah? Bagaimana kau tahu nama julukan kami—

Kalian berdua akan mati di ‘Terror Expedition’ dalam dua puluh delapan hari.

Suasana penjara langsung hening.
Bahkan napas pun seolah berhenti.

Seorang pria paruh baya dari sel seberang akhirnya membuka mulut.

Bocah gila! Kau pikir siapa dirimu?!

Baeksalgeom Mahyung.

Pria bernama Mahyung itu menatap Yoo Joonghyuk dengan marah.

Yoo Joonghyuk menatap balik tanpa ekspresi dan berkata datar:

Kau akan mati sekarang.

Apa—Keuhahahaha!

Mahyung tertawa terbahak-bahak, seolah baru mendengar lelucon paling konyol di dunia. Namun beberapa detik kemudian, tawa itu berhenti mendadak.

Pria itu mencengkeram dadanya, berlutut, dan—

Kugh!

…muntah darah di lantai.

Ia mati seketika.

A-apa yang terjadi?!
Mahyung?!
Kau bercanda, kan?!
Penjaga! Cepat panggil penjaga!

Tak lama, seorang penjaga datang dan memeriksa jasadnya.

“Kematian mendadak akibat gagal jantung… penyebab tidak diketahui.”

Kalau ada yang ingin tahu sisa umur kalian, maju saja.

Setelah kalimat itu, seluruh ejekan lenyap dari udara.

Aku bergumam dalam hati.
Kau membunuhnya pakai skill?
Tidak. Aku hanya melihat seseorang yang sudah hampir mati. Itu saja.

Regressor dari putaran ke-41.
Menakutkan sekali.

Namun rupanya tidak semua menganggapnya menakutkan.

Kau benar-benar murid Breaking the Sky Sword Saint? Hebat sekali!

Para penjaga malah terlihat kagum.

Benarkah kau bisa meramalkan kematian Mahyung? Kudengar Breaking the Sky Sword Saint juga punya kekuatan ramalan.
Tapi serius, anak ini tampan sekali.

Melihat mereka terus memuji penampilan Yoo Joonghyuk, aku jadi ingat hasil riset bahwa ‘tahanan berwajah tampan’ lebih sering mendapat hukuman lebih ringan di pengadilan.

Kau cukup istirahat di sini. Makanan akan datang tepat waktu. Makanan di penjara kami lebih enak dari yang kau kira.
“…”
Jangan khawatir. Kalau kau minta maaf dengan sopan, Tuan Besar pasti membebaskanmu. Namgung Sega bukan keluarga yang kasar.

Ya ampun. Jadi mudah sekali hidup kalau tampan, ya?

Baiklah. Setidaknya hari ini kita aman.

Untuk berjaga-jaga, aku mengaktifkan lagi fragmen cerita 「Obrolan Siang Didengar Burung-Burung」.
Tak ada tanda pengintai.

Namgung Sega memang punya beberapa pendekar Transenden dan inkarnasi dari skenario tinggi.
Bahkan penjara mereka, Brain Jade, dirancang agar bahkan Konstelasi peringkat tinggi pun tak mudah keluar masuk.

Selama kami berada di dunia Murim, mungkin inilah tempat paling aman.

Aku menunggu sampai penjaga pergi, lalu diam-diam melepaskan Thoughts.

Kau sedang lakukan hal berbahaya.
Tidak ada pilihan. Waktu transformasiku terbatas.

Kini ada dua orang di sel sempit ini. Aku tak bisa mempertahankan bentuk ini terlalu lama.
Tapi aku sudah menyiapkan rencana jika tertangkap.

[Item 'Deodorizing Spray' digunakan.]
[Item 'Travel Bed' digunakan.]
[Item 'Someone’s Old Blanket' digunakan.]
[Kombinasi item tersembunyi berhasil.]
[Opsi khusus ‘It’s Dangerous Outside the Blanket’ diaktifkan.]

Kombinasi “Item Bulan Madu” yang dulu Kim Dokja ceritakan padaku.
Sebuah tenda selimut kecil terbentuk dan menyatu alami dengan dinding penjara.

Aku memperingatkan Yoo Joonghyuk, yang menatapku dengan wajah tak percaya.
Jangan ganggu. Aku mau melakukan hal penting.

Aku menggulung tubuh di bawah selimut dan menyalakan peninggalan suci Kim Dokja: smartphone.

Three Ways to Survive in a Ruined World

[Ada satu ‘bookmark’ yang belum dibuka dalam file.]
[Apakah kamu ingin berpindah ke halaman yang dibookmark?]

Benar saja — ada penanda dari ‘Demon King of Salvation.’
Pasti halaman dengan informasi penting untuk situasi ini.

Aku membuka halaman itu dan mulai membaca catatan.

Tugas yang harus kuselesaikan:

1️⃣ Memperbaiki tubuh inkarnasi.
Jika tidak diperbaiki dalam tiga hari — aku akan mati.

2️⃣ Masuk ke Main Scenario baru.
Tanpa itu, sekalipun tubuhku sembuh, aku tetap mati sebagai exile.

Untungnya, dua hal itu bisa diselesaikan jika aku berhasil bertemu Breaking the Sky Sword Saint.

Masalahnya—

3️⃣ Temukan ‘Kim Dokja Kedua’.

‘Demon King of Salvation’ menulis:

“Kim Dokja Kedua berada di suatu tempat di alam semesta ini. Tapi kontak dengannya terputus.”

Namun lokasi terakhirnya sudah diketahui… hanya saja gerbang menuju tempat itu sangat terbatas.

「 Bacalah Putaran ke-999. Kau mungkin bisa menemukan petunjuk. 」

Aku menelusuri halaman demi halaman.
Langkah pertama dari seribu li adalah membaca ulang.
Untuk sekarang, aku hanya bisa menelaah ‘Ways of Survival’ dan memetakan jalan di depanku.

Aku membaca pelan, kalimat demi kalimat.
Dan sekali lagi aku tercengang —

Tulisan ini… hanya bisa lahir dari orang yang kehilangan kewarasan.
Baik penulis maupun pembacanya.

「 Item yang bisa diperoleh di ‘First Murim’ adalah sebagai berikut. 」
「 Cara mendapatkan Book of Extermination’s Martial Arts… 」
「 Transcendent Seats memutuskan untuk memilih ‘King of Transcendent Seats’. 」

Narasi yang kering dan detil yang berlebihan.
Han Sooyoung menulis ini dengan gila-gilaan hanya untuk satu tujuan —

menyelamatkan Kim Dokja.

Apakah itu penting?

Aku menoleh. Yoo Joonghyuk mengintip dari balik selimut, menatapku dingin.

Penting.
Apa yang sedang kau lakukan?
Membaca novel.

Kupikir dia akan mengejek, tapi justru ia mendesah pelan dan duduk bersila.

Istirahatlah. Tak banyak waktu di mana kita bisa benar-benar tenang seperti ini.

Ia mulai makan pagi di bawah sinar bulan yang menyelinap lewat jeruji.
Aku hanya bisa menatap — kebiasaannya tetap sama, bahkan di penjara.

Satu orang makan, satu orang membaca.

Kapan Kapten beristirahat?
Ketika mimpi lama berhenti.

Aku ingat adegan itu di putaran ke-999.
Dan kini aku bertanya dalam hati —

Apakah Yoo Joonghyuk, yang lahir untuk berjuang tanpa henti, akan pernah benar-benar beristirahat?
Apakah “mimpi lamanya” akan berakhir di garis waktu yang sudah terlupakan ini?

Aku tidak tahu.
Mungkin Kim Dokja dan Han Sooyoung pun tidak tahu.

Karena putaran ke-41 ini… masih ditulis.

Yang bisa kami antisipasi sekarang bukan masa depan jauh—tapi besok.

Pasti sakit dipukuli nanti.

Namun keesokan harinya, Yoo Joonghyuk tidak dipukuli.
Bahkan, ia dibebaskan dari penjara.

Perasaan tak enak langsung menyelip di dadaku.
Apa jangan-jangan Namgung Jincheon ingin menutupi insiden dumpling itu dengan cara lain?

Jika iya, semua rencanaku hancur.
Lebih dari itu — keamanan kami pun lenyap.

“Perlakukan tamu muda itu dengan hormat. Ia adalah tamu kehormatan.”

Tamu kehormatan? Yang kemarin jadi tahanan?

Apa Breaking the Sky Sword Saint datang menemuimu?
Tidak ada tanda-tandanya.

Kalau bukan dia, lalu kenapa perlakuan mereka berubah 180 derajat?
Ini jelas bukan karena kebaikan hati.

Rencanamu berhasil.
Aku belum yakin mau menyebut ini ‘berhasil’.

Kami dibawa ke ruang tamu VIP Namgung Sega, tempat yang bahkan tetua Nine Faction Clan belum tentu bisa tempati.

Makanan dihidangkan oleh koki tingkat tinggi.
Dongpa pork, Ojangyuk, Peking duck — lebih mewah dari yang kubayangkan di dunia Murim.

Sayang sekali, sebagai makhluk mini hasil Thoughts, aku tidak bisa makan sepuasnya.
Tapi Yoo Joonghyuk…

Kau yakin mau makan itu?
Kenapa?
Kau kan tidak makan makanan buatan orang lain.
Apa yang kau bicarakan?

Bocah itu menatapku kesal sambil mengunyah bebek panggang.
Aku hanya mendesah.

Ya sudah, makan saja banyak-banyak.

Paling tidak, kalaupun mati, mati kenyang.

[Fragmen cerita ‘Pria yang Makan Delapan Kali Sehari’ memulai penceritaannya.]

Sepertinya bahkan sistem ikut mendukung pesta makannya.
Perut Yoo Joonghyuk membuncit dalam waktu nyata.

Hari berlalu dalam delapan sesi makan — dari sarapan hingga makan malam.
Namun Breaking the Sky Sword Saint tetap tak datang.

Sebaliknya—
yang datang adalah Pedang Kaisar Namgung Jincheon.

“Senang rasanya melihat bocah itu makan dengan lahap.”

Ia tersenyum hangat melihat pipi Yoo Joonghyuk yang sedikit tembam.

“Aku sempat tersinggung saat kau meludahkan dumpling kami.”
“Itu sampah.”
“Aku akui. Tidak menggambarkan cita rasa sejati dumpling Murim.”

Terlalu mudah.
Sejak kapan musuh di Murim mengaku kalah secepat itu?
Biasanya, kalau lawan terlalu sopan—itu pertanda ada maunya.

“Kau benar murid Breaking the Sky Sword Saint?”
“Lalu kalau iya?”
“Bisa kau buktikan?”

Yoo Joonghyuk menggulung sumpit seperti yang pernah kubisikkan, dan memperagakan langkah pertama dari [Breaking the Sky Swordsmanship].

…Tapi hasilnya menyedihkan.
Gerakannya lambat, seperti permainan anak-anak.
Apa dia lupa jurusnya?!

Namgung Jincheon hanya mengangguk.

“Jangan perlihatkan ilmu itu ke luar. Dunia akan geger karenanya.”

Aku menatapnya curiga.
Apa dia benar-benar percaya?

“Ini pertama kalinya murid Breaking the Sky Sword Saint datang ke Namgung Sega.”

Pedang Kaisar menatap Yoo Joonghyuk serius.

“Dunia bela diri, termasuk Namgung Sega, berutang budi besar kepada Breaking the Sky Sword Saint. Jika kau membutuhkan sesuatu, katakan saja.”

Jadi begitu maunya.

Yoo Joonghyuk berbicara cepat.

“Kami butuh tabib yang bisa memperbaiki tubuh inkarnasi.”

Pilihan yang tepat.

“Baik. Aku akan memanggil Divine Doctor.

Salah satu ahli cerita paling langka di Murim, yang bisa memperbaiki cerita inkarnasi.
Namun—

“Tapi, kenapa mencari tabib? Bocah ini tak terlihat terluka.”

Yoo Joonghyuk menegang.
Dan sebelum ia menjawab—

“Apakah yang sakit itu kau… atau temanmu yang bersembunyi di saku?”

Sial.
Kami meremehkan Pedang Kaisar.

Aku keluar dari saku, melepaskan Thoughts dan menunduk.

“Aku minta maaf atas ketidaksopanan ini.”

Tatapan Namgung Jincheon berubah dingin.

“Aku tahu kau.”

Darahku membeku.

“Ceritamu terkenal bahkan di Murim.”

Aku tak tahu harus bersyukur atau takut.

“Kisahmu saat membujuk Arc of the Dragon Head hingga kembali ke langit membuat seluruh Gangho bergetar.”

Nama itu—aku tak mendengarnya lagi sejak lama.
Berarti… cerita dari Seoul Station Scenario sudah menyebar sampai sini?

“Dan kudengar kau bertarung sengit dengan ‘Master of the Spear’ di Recycling Center.”

Baru aku sadar —
Master of the Spear adalah Konstelasi pelindung lama keluarga Namgung.
Dan aku yang membunuhnya.

Namun Jincheon malah tersenyum puas.

“Aku berterima kasih padamu.”

Tentu saja.
‘Master of the Spear’ adalah Konstelasi pertama yang kabur saat insiden Dewa Dunia Luar.
Keluarga Namgung tidak pernah lupa pengkhianatan itu.

“Aku menerima rasa terima kasihmu. Tapi aku rasa bukan itu alasanmu datang ke sini.”
“Seperti yang kudengar, kau memang tajam.”

Senyumnya menghilang.

“Aku tahu Konstelasi dari Nebula Agung sedang mencarimu.”

Aku menahan napas.

Jika sekarang ia menyerahkan kami pada <Asgard> atau <Olympus>, kami tamat.
Namun ia tidak melakukannya. Ia menatap tajam dan bertanya pelan—

“Yang berdiri di hadapanku ini…”
“…apakah inkarnasi Kim Dokja, atau Konstelasi Demon King of Salvation?”

805 Episode 39 Rumor (4)

“Apakah kau yang berdiri di hadapanku sekarang adalah Konstelasi ‘Demon King of Salvation’—atau inkarnasi Kim Dokja?”

Pertanyaan Pedang Kaisar Namgung Jincheon terdengar… terlalu filosofis untuk ukuran seorang pemimpin keluarga bela diri.

[Cerita-ceritamu telah terkikis akibat penalti exile.]

Aku menerima julukan ‘Demon King of Salvation’ sejak di Recycling Center.
Tapi apakah itu berarti aku sudah menjadi Konstelasi seutuhnya?
Tidak.

Untuk menjadi Konstelasi, seseorang harus mengumpulkan lima cerita miliknya sendiri.

Sementara aku sejauh ini baru memiliki empat.

Recorder of Things That Will Disappear
Rewriter of Fate
Heir of the Eternal Name
Between the Lines of Truth and Lies

Kupikir setelah menyelesaikan Recycling Center, aku akan memperoleh kisah kelima itu—tapi ternyata, kisah tersebut belum terbangun.

[Kisah barumu hampir mekar.]
[Diperlukan ‘pemicu terakhir’ agar kisah itu mekar.]

Aku sudah menempuh tahap sulit seperti Recycling Center, melawan sekian banyak Konstelasi, bahkan menghadapi monster gila yang hanya tahu menusuk.
Tapi ternyata itu masih belum cukup. Masih butuh “pemicu”.

Kisah seperti apa yang sedang menunggu untuk bangkit…?

Aku menyesal.
Andai kisah itu sudah mekar, aku akan sepenuhnya mewarisi status Konstelasi dan bisa menahan [Fate] yang ikut datang bersama julukanku.

[Kau saat ini tidak dapat menggunakan ‘status’ Konstelasi.]

Dengan kata lain, aku belum menjadi Konstelasi penuh.
Namun, apakah aku masih bisa disebut inkarnasi?

[Tubuh inkarnasimu akan segera memasuki fase kehancuran.]

Aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya.
Pada akhirnya, aku menjawab pertanyaan Pedang Kaisar dengan pertanyaan lain.

“Apakah bagimu penting siapa aku sebenarnya?”

“Bukankah kau berencana meminjam ‘kekuatan Murim’?”

Tampaknya Pedang Kaisar sudah tahu niat kedatanganku.

“Sepertinya kau butuh sekutu yang sanggup melawan Konstelasi. Apakah tebakanku keliru?”

Dalam hati aku kagum.
Begitukah wawasan seorang kepala Lima Keluarga Besar?

“Benar.”

Jujur saja, itu memang alasan utama aku mencari Breaking the Sky Sword Saint.
Memperbaiki tubuh inkarnasi dan memulai skenario baru memang penting—
Namun tujuan akhirku adalah membuatnya berpihak kepada kami.

「 Para Pendekar Transenden seperti Breaking the Sky Sword Saint membenci Konstelasi. 」

Manusia yang menapaki tingkat kekuatan Konstelasi tanpa bantuan siapa pun—itulah mereka.
Dan jika musuhku nanti adalah Nebula Raksasa, maka aku harus meraih simpati para Transenden tersebut.

Namun sekarang, Pedang Kaisar memberikan tawaran tak terduga.

First Murim mungkin bisa membantumu.”

Bantuan dari First Murim.
Dalam skenario yang tidak bisa diacak-acak oleh Nebula Raksasa, Lima Sage Agung dari Murim pasti akan jadi kekuatan besar.

Dengan dukungan mereka, tidak akan ada satu pun di First Murim yang berani menyentuhku.

“Aku tanya sekali lagi. Apakah kau Konstelasi ‘Demon King of Salvation’ atau inkarnasi ‘Kim Dokja’?”

“Kalau aku jawab aku Konstelasi, apa kau akan melapor ke Nebula Raksasa?”

Pedang Kaisar tidak menjawab.

Di sebelahku, Yoo Joonghyuk yang sedang melahap Ojangyuk berbisik dingin.

Tahan tiga hari, lalu bunuh semuanya dan kabur.

Ucapan yang sangat menenangkan.
Masalahnya, kalau aku menunggu tiga hari lagi, aku juga akan mati.

“Aku belum memutuskan apa yang akan kulakukan terhadapmu,” ujar Pedang Kaisar pelan. “Namun sekalipun aku tidak melaporkanmu ke Nebula Raksasa, Murim tetap sulit bersikap ramah pada keberadaan sepertimu.”

Aku tidak bisa mempercayai Namgung Jincheon begitu saja.
Aku masih ingat bagaimana Lima Pendekar Agung, termasuk dirinya, memperlakukan Breaking the Sky Sword Saint dalam cerita aslinya.

「 Mereka memuja kekuatan, tapi tak segan menyingkirkan siapa pun yang dianggap tak berguna. 」

Pada akhirnya, aku harus memilih.
Apakah akan bersekutu dengan mereka, atau meninggalkannya di sini.

“Aku… Kim Dokja.”

Aku menarik napas dalam-dalam.

“Jujur saja, aku tahu status First Murim sekarang tidak sekuat dulu.”

Alis Pedang Kaisar sedikit terangkat, tak menyangka aku akan berkata begitu.

“Sudah berlalu masa ketika Konstelasi masih tertarik pada seni bela diri Murim. Sekarang, hampir tidak ada Konstelasi yang datang ke sini.”

“…Aku akui, Murim tidak setenar dulu.”

“Lalu menurutmu, dumpling Namgung Murim yang baru diluncurkan itu akan laku keras?”

Wajah Pedang Kaisar sedikit menegang.
Sepertinya aku menyentuh luka lamanya. Tapi aku tetap melanjutkan.

“Konstelasi tidak akan membeli dumpling itu. Siapa yang mau membeli barang dari area skenario yang bahkan tidak mereka lihat?”

“Jaga bicaramu.”

Nada suaranya menegang, tapi aku hanya menanggapinya dengan senyum miring.

“Pada akhirnya, kau ingin perhatian Konstelasi juga, bukan? Karena hanya itu cara membuat Murim berjaya kembali.”

Aku tahu sejarah Namgung Sega.
Sejak insiden Dewa Dunia Luar, mereka memang “membenci” Konstelasi—secara resmi.
Tapi di balik layar, mereka tetap melakukan perdagangan rahasia dengan para bintang itu.

“Kalau aku Konstelasi, apakah berarti aku musuh manusia? Dan kalau aku inkarnasi, berarti aku berpihak pada manusia? Apakah pembeda seperti itu masih punya arti di dunia Murim saat ini?”

Wajah Pedang Kaisar memerah, lalu memucat kembali.
Emosinya jelas terguncang.

“Apa yang kau butuhkan sekarang,” lanjutku, “adalah ketenaran ‘Demon King of Salvation’ dan nama inkarnasi ‘Kim Dokja.’ Aku bisa memberimu keduanya—kalau kau mau jujur padaku.”

Ujung jarinya bergetar halus. Cangkir teh di tangannya ikut bergetar.
Lalu ia mendesah pelan.

“Benar juga. Rumor tentang lidah tiga inci yang bahkan membuat Konstelasi terdiam ternyata bukan omong kosong.”

Kenapa setiap rumor tentangku selalu soal lidah, sih.

Ia menatapku sejenak, lalu menatap Yoo Joonghyuk dan jendela di belakang kami sebelum berbicara lagi.

“Sejujurnya, aku tidak percaya semua rumor tentangmu. Termasuk yang terjadi di Recycling Center.

“Tak perlu percaya.”

Memang, peristiwa di sana belum tersebar luas.
Namaku mungkin hanya sampai sebagai gosip di <Star Stream>.

“Aku kira cerita tentang Biro Informasi <Olympus> dan duel melawan Master of Spear itu dilebih-lebihkan.”

Dia tidak salah.
Membuat banyak Konstelasi kelas Historical-grade kabur dari skenario, bahkan mengalahkan satu yang nyaris Narrative-grade—itu memang prestasi langka.

“Tapi meski setengah dari semua rumor itu bohong, tidak bisa disangkal bahwa kau salah satu tokoh paling terkenal di seluruh <Star Stream> saat ini.”

“Lalu apa maumu?”

“Murim saat ini membutuhkan sosok pahlawan baru.”

Nada suaranya penuh tekad.

“Bergabunglah dengan Murim. Jadilah sekutu kami—dan aku akan membantumu memulai skenario barumu.”

Aku mengerti maksudnya.
Dengan reputasiku yang kini diburu oleh Nebula Raksasa, kemunculanku di Murim akan menarik perhatian besar.
Konstelasi akan menatap Murim lagi, dan area ini akan kembali ramai inkarnasi.

Bagi mereka, itu keuntungan besar.

“Kalau aku melakukan itu, aku akan terekspos ke Nebula Raksasa.”

“Pilihanmu juga tidak banyak, bukan?”

Senyum licik muncul di wajahnya.

Aku tersenyum getir.
Benar saja—ia telah mendapatkan apa yang diinginkannya.

Namun, bukan berarti aku yang kalah.
Aku juga butuh skenario untuk bertahan hidup.

“Aku setuju. Skenario apa yang kau tawarkan?”

Ada beberapa opsi di First Murim.
Salah satunya Kompetisi Seni Bela Diri—skenario yang dulu diikuti Yoo Joonghyuk dalam kisah utama.
Ada juga Skenario Kehancuran yang hanya muncul jika terjadi gempa probabilitas besar.

Tapi tentu Pedang Kaisar tidak akan memilih skenario penghancuran.
Berarti kemungkinan besar—

[Kau telah memperoleh awal dari skenario baru!]

Lumayan.
Jika aku menjalankan skenario Kompetisi Seni Bela Diri, aku bisa memperoleh sub-skenario tambahan.
Tidak sekuat main scenario, tapi cukup untuk menahan tubuh inkarnasiku agar tidak hancur.

Namun—

“Pernahkah kau mendengar tentang ‘Ekspedisi Alam Ketakutan (Fear Realm Expedition)’?”

Aku terpaku.

Fear Realm.

Para Pencatat Ketakutan menggambarkan tempat itu seperti ini:

Bahkan di Akhir Dinding, ada tempat di mana Ketakutan yang dilupakan berkuasa.

Pendekar tak terkalahkan Yoo Hoseong berkata:

Itu jurang para pendekar.

Kyrgios Rodgraim, si paradoks, berkata:

Jalan menuju transendensi yang paling lambat… sekaligus paling cepat.

Dan Lee Hyunsung dari Putaran ke-999 berkata:

Aku lebih memilih wajib militer dua kali. Tidak—tiga, empat, lima kali pun tak apa.

Lalu Yoo Joonghyuk dari Putaran ke-41 bergumam:

“Itu jebakan.”

Aku mengangguk samar.

“Keluarga Sega itu pasti berniat menyingkirkan kita. Mungkin mereka sudah bersekongkol dengan para Konstelasi.”

“Hm, kemungkinan besar.”

“Kim Dokja, kalau kau pergi ke sana, kau pasti mati.”

“Cheon Inho di Putaran ke-40 juga ke sana, bukan?”

Yoo Joonghyuk terdiam sejenak, lalu menjawab lirih.

“Cheon Inho tidak mati.”

“Kalau begitu, aku juga tidak akan mati.”

“Kau bukan Cheon Inho!”

Suara Yoo Joonghyuk meninggi.

“Dengan mental sepertimu, kau akan mati bahkan sebelum melewati gerbang Fear Realm!

“Tapi aneh juga, kau masih ingat bahwa Fear Realm berbahaya.”

Artinya, informasi itu begitu penting hingga tak bisa dilupakan, bahkan dalam kondisi ini.
Aku menggaruk pipi.

“Tetap saja, cepat atau lambat, kita memang harus ke sana.”

“Tapi bukan sekarang!”

Mungkin Yoo Joonghyuk dari putaran sebelumnya memang sudah pernah ke sana.
Meski tak berhasil menembus akhir, setidaknya ia tahu pintu masuknya.

“Berbeda dengan dulu. Kali ini, yang ditawarkan Pedang Kaisar adalah…”

“Untuk memastikan akhir dari Fear Realm.”

Aku ingin menjadi orang pertama di Murim yang menyaksikan ujung Alam Ketakutan.

Tempat asal roh Imoogi yang dulu dikalahkan Breaking the Sky Sword Saint—itulah Fear Realm.

“Ekspedisi Alam Ketakutan ini adalah main scenario.

“….”

“Kalau aku menerimanya, aku bisa bebas dari status exile. Kalau kau tak mau menolongku, aku akan pergi sendiri.”

Yoo Joonghyuk tampak terkejut oleh jawabanku.

“Kau—”

“Tapi kalau kau ikut, hasilnya akan jauh lebih baik.”

“…”

“Lagipula, bukankah kau juga punya alasan sendiri untuk pergi ke sana?”

Dia benar.
Risikonya sangat besar.
Namun hanya itu jalan yang tersisa.

“Musuh kita tidak akan menunggu.”

Fear Realm adalah tempat yang bahkan Konstelasi takut masuki.
Kalau aku bisa menembusnya, aku bisa menghindari pengejaran Nebula Raksasa—setidaknya untuk sementara waktu.

Yoo Joonghyuk mengerutkan kening.

“Kau tahu apa itu Fear Realm?”
“Sedikit. Tempat yang menakutkan.”
“Kau pikir itu rumah hantu, hah?”
“Lebih menakutkan dari itu. Tapi tidak apa. Kim Dokja suka hal-hal menegangkan.”

Padahal jujur saja—aku takut setengah mati.

Aku benar-benar tidak ingin pergi ke sana.
Namun… aku harus.

[Cerita ‘Heir of the Eternal Name’ ingin berpartisipasi dalam ‘Fear Realm Expedition’.]

Karena sosok yang kucari… ada di balik Fear Realm itu.

Adik bungsu, yang Kedua berada di Dimensi Gelap dalam Alam Ketakutan.

Sudah waktunya menjemput si pembuat masalah berikutnya.

806 Episode 39 Rumor (5)

Sesuai janji Namgung Sega, mereka mengirimkan Tabib Ilahi untuk menemuiku.
Tabib itu, yang sedang memeriksa kondisiku, mendesah kagum sebelum bergumam pelan.

“Ini pertama kalinya aku melihat inkarnasi yang rusak separah ini dalam setengah abad. Kau ikut dalam Perang Suci–Iblis kah?”

“Pengalamanku… mirip.”

“Tapi lidahmu masih bekerja rupanya.”

“Untungnya begitu.”

“Padahal bagian paling parah justru di mulutmu.”

Tabib itu menghela napas, mengusap lenganku, lalu mengeluarkan kuas panjang berukir. Begitu ia mengaktifkan skill-nya, cahaya terang muncul, diikuti sensasi geli di seluruh tubuhku.

Bagian tubuh inkarnasiku yang retak mulai menyatu—garis demi garis, seperti cat yang menambal lukisan rusak.

Apakah ini yang disebut ‘perbaikan cerita’?

Benar-benar kekuatan yang ajaib.

Namun bahkan bagi Tabib Ilahi sehebat ini, proses penyembuhan tidak berjalan mudah. Alasannya jelas.

[Cerita ‘Heir of the Eternal Name’ menggeram.]

“Iya, iya, aku tahu.”

[Cerita ‘Heir of the Eternal Name’ bergetar.]

“Diamlah, dasar pembangkang.”

Yoo Joonghyuk, yang mengawasi dari samping, membuka mulutnya.

“Tidak kusangka tabib itu seorang elf.”

“Kenapa? Aneh melihat elf di sini?”

“Di Murim sekarang, tidak ada yang aneh.”

Benar. Sejak First Murim terbuka, berbagai ras mengalir ke sini — elf, orc, gnome, goblin, hingga iblis dan ras campuran.

Tabib itu memperkenalkan diri sebagai Lowellin, seorang tabib yang datang ke First Murim segera setelah insiden Dewa Dunia Luar.

“Hah, garis luarnya sudah selesai.”

“Belum cukup rapi.”

Tabib Lowellin mendecak kesal pada komentar Yoo Joonghyuk.

“Kau pikir ini sembarangan lukis? Lubang itu memang harus dibiarkan. Untuk menjaga kekuatan alami dari ceritanya, setidaknya satu ‘lubang’ harus tersisa.”

Aku tidak sepenuhnya mengerti, tapi entah kenapa merasa paham.
Yoo Joonghyuk di sampingku tampak mendapat pencerahan dari ucapan itu—ia langsung duduk bersila dan mulai bermeditasi.

Lowellin melanjutkan.

“Kau pasti tahu, ini hanya solusi sementara. Tidak mungkin menahan penalti exile hanya dengan memperbaiki cerita.”

Tentu saja ia tahu kondisiku.

“Jika kau tidak masuk ke main scenario, tubuh inkarnasimu akan runtuh lagi.”

“Ya, aku tahu.”

Ia menatapku kaget, seolah tidak menyangka aku menjawab tenang.

“Ini pertama kalinya aku melihat pengasing setenang ini. Apa kau tidak takut mati?”

“Tentu saja aku takut.”

Aku masih takut — pada saat Konstelasi Nebula Raksasa turun, pada skenario tak terduga yang menghantam tanpa peringatan.
Terkadang, rasa takut itu muncul begitu saja hingga membuat kulitku merinding.

Namun, entah sejak kapan… aku mulai terbiasa.
Seolah-olah ada dua “aku”.

‘Aku’ yang takut mati, dan ‘aku’ yang membaca kisah ini dari jauh.

Aku takut… tapi juga penasaran.
Penasaran akan kalimat berikutnya. Cerita berikutnya.

Dan dalam pertarungan antara rasa takut dan rasa ingin tahu itu—kematian kadang terasa bukan hal besar.
Toh, Kim Dokja dan Yoo Joonghyuk sudah mati berkali-kali sebelumnya.

“Melihat matamu begitu kosong, sebaiknya kau curiga — mungkin kau sedang dikendalikan oleh cerita!”

“Cerita apa yang kau pikir mengendalikan aku?”

“Entahlah. Tapi jujur saja, belum pernah kulihat inkarnasi dengan kumpulan cerita seaneh milikmu.”

Lowellin meniup serbuk tipis ke udara — serbuk cahaya yang melayang seperti bintang kecil.

“Lagipula, sekalipun aku story expert, bukan berarti aku tahu segalanya. Cerita yang bisa kita pahami hanyalah debu semesta.”

“Ada pepatah, kan? ‘Debu pun bisa menjadi gunung.’”

Lowellin menatapku tajam.

“Ada. Dan itulah nasib para fana — menggenggam debu, dan dengan itu membangun semesta.”

“Kalau begitu, bukankah kau juga dikendalikan oleh ‘debu-debu’ itu, seonsaengnim?”

“Kau benar-benar tak pernah kalah dalam berdebat, ya.”

“Syukurlah bagian mulutku tidak ikut diperbaiki terlalu rapat.”

“Jadi apa yang sebenarnya ingin kau tanyakan?”

Aku teringat catatan tentang Lowellin di Ways of Survival.

「 Lowellin — salah satu dari sepuluh Story Expert terbaik di seluruh <Star Stream>. 」

Kesempatan bertemu orang seperti ini tak bisa disia-siakan.
Bahkan Yoo Joonghyuk saja hanya bertemu segelintir story expert selama ratusan putaran.

“Ada satu cerita yang ingin kutaklukkan.”

“Ceritanya seperti apa?”

“Sebuah cerita yang ingin mewarnai seluruh dunia dengan satu warna.”

Lowellin terkekeh kecil.

“Kuharap aku salah, tapi kurasa aku tahu cerita macam apa itu.”

[Cerita ‘Heir of the Eternal Name’ bergetar di dalam dirimu.]

Heir of the Eternal Name.
Bajingan itu—cerita keras kepala yang selalu mencoba merebut kendali tubuhku sejak lama.

Kami sudah melalui banyak hal bersama… dan belakangan, ia semakin tak terkendali.

[Cerita ‘Heir of the Eternal Name’ sedang bersiap berevolusi.]
[Tingkat pemulihan eksistensimu: 18.8%.]
[Tingkat cerita memenuhi syarat evolusi.]

Cerita itu sudah berada di tingkat Semi-Mythical.
Jika benar-benar berevolusi, ia akan naik menjadi Mythical level story.

Aku senang… tapi juga takut.
Kalau di tingkat Semi-Mythical saja sudah membuatku kewalahan, apa yang akan terjadi jika ia naik ke Mythical?

Lowellin tertawa kecil melihat wajahku.

“Semua orang punya cerita seperti itu. Untuk menaklukkannya, kau harus mengenalnya lebih dalam. Seberapa banyak kau tahu tentang cerita itu?”

Pertanyaan itu terdengar di kepalaku dengan makna lain:

“Seberapa banyak kau mengenal Kim Dokja?”

Aku berpikir lama, lalu menjawab jujur.

“Kupikir aku tahu. Tapi belakangan… aku ragu aku mengenalnya sama sekali.”

“Kau pasti sering membaca ulang ceritamu.”

“Sudah berkali-kali. Tapi apakah akan membantu kalau kulakukan lagi?”

“Cerita yang sudah kau baca pun bisa tampak baru ketika kau melihatnya kembali.”

Baca lagi.

Itu juga kalimat yang sering diucapkan Kim Dokja.

“Cerita itu misterius. Meskipun kita yakin sudah memahaminya, saat dibaca ulang, selalu muncul makna baru.”

Aku mengangguk perlahan. Tidak terlalu dalam, tapi cukup menenangkan.

“Kenapa kau begitu ingin menguasai cerita itu?”

“Aku ingin menjadi lebih kuat.”

“Kau tampak cukup kuat bagiku.”

Mungkin ia benar, kalau dilihat dari luar.
Aku memang lebih kuat dari kebanyakan pendekar Murim.
Jika semua ceritaku pulih, aku bisa melawan Konstelasi kelas Historical-grade.
Dan bila aku menarik kekuatan fragmen Kim Dokja sepenuhnya… mungkin aku bisa menandingi Demon King of Salvation itu sendiri.

Tapi aku tahu—itu belum cukup.

Setelah menyaksikan Konstelasi Myth-level dan Jaewhan dengan mataku sendiri, aku sadar:
Aku terlalu lemah.

Jika salah satu dari mereka menjentikkan jarinya saja, aku akan lenyap dari semesta ini.

“Aku harus jadi jauh lebih kuat.”

Lowellin mengangguk kecil.
Lalu, tiba-tiba, ia menulis di udara dengan kuasnya:

“Hoo-hoo.”

“Itu… ‘Hoo-hoo’.”

“Menurutmu, artinya apa?”

“Ya jelas—tawa jahat, kan?”

Aku tidak suka orang yang tertawa “hoo-hoo.”
Semua yang pernah kulihat tertawa begitu ternyata berujung jadi orang jahat.

Lowellin tersenyum samar.

“Bagi seseorang, mungkin memang tawa. Tapi bagi orang yang sedang meniup makanan panas?”

Aku berpikir.

“Itu napas, untuk mendinginkan.”

“Bagus. Sekarang, kalau seseorang sedang membeku di puncak gunung bersalju?”

“Itu… hembusan untuk menghangatkan tangan.”

Baru saat itu aku memahami makna ucapannya.

“Kalau kau menatap cerita hanya dengan satu keinginan, cerita itu tak akan menunjukkan makna lain.”

“Jadi, apa yang harus kulakukan?”

“Aku pun tidak tahu.”

“Hah?”

“Lihatlah cerita sebanyak mungkin. Saat makan, saat tidur, saat tiba-tiba terpikir. Lama-kelamaan, cerita-cerita kecil itu akan menumpuk, dan cerita besar di dalam dirimu akan menolongmu.”

Aku mengangguk, kagum pada jawabannya.
Kadang aku lupa betapa luas dan dalamnya <Star Stream>.

Bahkan karakter yang tak banyak muncul di Ways of Survival pun memiliki pandangan sendiri yang begitu tajam.
Mungkin yang pertama harus kuhapus adalah kesombongan bahwa aku sudah tahu segalanya.

“Kalau begitu, kalau aku menemukan makna baru, aku akan menjadi lebih kuat?”

“Ada pepatah. ‘Kadang tafsir sekecil debu bisa mengguncang seluruh alam semesta.’”

“Siapa yang mengatakannya? Konstelasi?”

“Tidak. Seorang Recorder of Fear.

Aku terdiam. Nama itu… membuat bulu kudukku berdiri.

“Kau tahu tentang mereka?”

“Tentu. Mereka yang menulis ulang catatan terakhir di ujung semua cerita. Setiap story expert pasti pernah mendengar kisah mereka. Kenapa? Kau juga tertarik pada mereka?”

Aku menarik napas dalam-dalam.

“Aku pernah bertemu salah satunya.”

“Apa?”

Kini giliran Lowellin yang terkejut.

“Ya. Pertemuan singkat saja.”

Lycaon—Recorder of Fear terendah yang kutemui di Recycling Center.
Dialah yang mengatakan:

“Carilah para Recorder lainnya. Carilah apa yang hilang dari dunia.”

Dan sejak saat itu, aku mulai curiga—

「 Mungkin rahasia dari Putaran ke-41 ini berkaitan dengan para ‘Recorder of Fear’. 」

Lowellin menatapku tak percaya.

“Kau masih hidup dan waras setelah bertemu mereka? Apa yang kalian bicarakan? Apakah saat itu mulutmu mulai rusak?”

“Kami tidak bicara banyak. Tapi apakah aneh jika aku bertemu mereka?”

“Kau benar-benar tidak tahu apa-apa tentang mereka, ya.”

Lowellin menggeleng berat.

“Aku sendiri tak tahu banyak. Tapi ada beberapa hal yang umum diketahui.”

“Apa itu?”

“Pertama, mereka berusaha mencatat Ketakutan Asal (Primal Fear).

Primal Fear.
Aku berpikir sejenak. Apa itu… ketakutan tertua yang melahirkan semua cerita?

“Kedua, tak ada satu pun yang tetap waras setelah bertemu mereka.”

“Kenapa begitu?”

“Entahlah… Tunggu, tapi kau benar-benar bertemu mereka?”

“Ya.”

“Lalu, kau tidak melihat… horror?”

Aku tidak yakin apa yang ia maksud dengan “horror”.

“Kalau begitu, kau memang makhluk aneh. Aku tak pernah melihat yang seperti dirimu.”

“Ada fakta ketiga?”

“Ada. Dan ini yang paling menarik.”

Aku menunggu.

“Biasanya, mereka muncul di dunia ini dalam bentuk—‘kesurupan.’”

Seketika, hawa dingin merayap di tulang belakangku.
Udara di ruangan itu menegang.

[Sesuatu di dalam dirimu bergetar.]

[Cerita ‘Heir of the Eternal Name’ menatap balik ke arahmu.]

Dan untuk pertama kalinya sejak lama—aku merasa,
mungkin… ada sesuatu yang sedang menatapku dari balik tubuhku sendiri.

807 Episode 39 Rumor (6)

“Para Recorder of Fear menabrak dunia ini dalam bentuk ‘kesurupan’?”

“Apakah semua Recorder of Fear seperti itu?”
“Aku pun tak yakin.”

Ucapan itu membuat beberapa kemungkinan terlintas di kepalaku.

Salah satunya adalah Bicheonhori, yang kutemui di Recycling Center.
Dan yang lainnya… adalah aku, dan para pembaca lainnya.

Jika ciri “kesurupan” itu sendiri merupakan sifat dasar para Recorder of Fear

“Namun ada pepatah yang mengatakan ini,” ucap Tabib Lowellin perlahan. “Para Recorder of Fear muncul dan lenyap seolah sedang menyerbu garis dunia.”

Muncul dan lenyap seolah menyerbu garis dunia.
Aku mengulanginya dalam hati, mencoba memahami arti di balik frasa itu.

“Tujuan mereka apa?”
“Entahlah. Mungkin untuk menafsirkan Ketakutan?”

Kata itu lagi.
‘Ketakutan.’
Sebuah kata yang terasa semakin asing, meski sering kudengar.

“Apa sebenarnya yang dimaksud dengan ‘Ketakutan’ yang mereka catat?”

Lowellin tersenyum getir.

“Jika bisa dijelaskan dengan mudah, mungkin nama ‘Recorder of Fear’ takkan lahir.”

“Bahkan secara umum pun tak bisa dipahami?”

“Secara umum, ya…”

Ia berhenti bicara sejenak dan mulai merapikan alat-alatnya.
Serpihan cerita yang bertebaran di udara ia kumpulkan hati-hati, lalu disapukan masuk ke dalam kuas sihir miliknya.
Setiap gerakannya tampak bermakna—seolah setiap butir debu pun menyimpan kisah.

Setelah semuanya rapi, ia kembali membuka mulut.

“Menurutmu, apa kisah terbesar yang membentuk dunia ini?”

Aku menjawab tanpa berpikir panjang.

“Skenario.”

Ya. Segalanya di dunia ini tersusun dari cerita.
Dan arus terbesar yang mengikat semua cerita itu adalah Skenario yang diatur oleh <Star Stream>.

Tsutsutsut—

Aku bahkan bisa merasakannya dalam tubuhku sendiri.
Cukup ikut serta dalam sebuah skenario saja sudah memberimu “kualifikasi” untuk eksis di semesta ini.

Tabib Lowellin mengangguk puas.

“Kalau begitu, menurutmu… dari mana ‘skenario’ itu berasal?”

Aku terdiam.
Aku tidak bisa sekadar menjawab, “Dari Han Sooyoung.”
Karena bahkan jika Han Sooyoung memang penulisnya—itu hanyalah sebagian kecil dari probabilitas dunia ini.

Ada banyak skenario yang bukan tulisannya.
Dan Sooyoung pun menulis berdasarkan inspirasi dari kisah-kisah yang lebih tua, dari sesuatu yang ia pelajari.

Seketika, sesuatu berdesir di pikiranku.
Semua skenario besar yang kukenal… semuanya terasa familiar.

<Gigantomachia> milik Olympus.
<Perang Suci–Iblis> milik Eden dan Dunia Iblis.
<Perjalanan ke Barat> milik Kaisar.

Semuanya—berasal dari kisah lama.

Dan bukan hanya itu.
Skenario umum seperti battle royale, permainan bertahan hidup, atau permainan mafia pun hanyalah variasi dari dongeng dan legenda lama.

Pada akhirnya, semua skenario hanyalah turunan dari cerita-cerita yang sudah ada.

“Bukankah sebagian besar skenario didasarkan pada kisah lama?”

Lowellin mengangguk, tapi tanpa senyum.
Itu berarti jawabanku belum lengkap.

“Benar,” katanya pelan. “Tapi lebih tepatnya—”

Ia berhenti sejenak, lalu menatapku dengan mata hijau yang dalam.

“Semua skenario adalah cerita yang ditafsirkan ulang.

Cerita yang ditafsirkan ulang.

Kata itu menyambar kepalaku seperti kilat.
Aku teringat kalimatnya semalam:

‘Kadang, tafsir sekecil debu bisa mengguncang seluruh alam semesta.’

Kini aku benar-benar mengerti maksudnya.

“Jadi… para Recorder of Fear adalah mereka yang menafsirkan cerita yang belum pernah ditafsirkan?”

Lowellin mengangguk, perlahan tersenyum.

“Ya. Dan cerita-cerita yang belum ditafsirkan itu—adalah yang kita sebut sebagai Fear.

Cerita yang belum ditafsirkan adalah cerita yang sulit.
Asing, kabur, dan menimbulkan ketidakpahaman.
Dan sumber dari ketidakpahaman itu adalah Ketakutan.

“Bahkan <Star Stream> belum bisa menafsirkan kisah-kisah seperti itu,” lanjutnya. “Dan para Recorder of Fear… mencintai cerita-cerita semacam itu.”

Tiba-tiba aku teringat seseorang.
Secretive Plotter.

Mungkin itulah alasan para Recorder of Fear mengaguminya.
Karena dari semua makhluk di dunia ini, dialah yang paling tak bisa ditafsirkan.

“Kudengar kau akan ikut dalam Ekspedisi Ketakutan kali ini.”

“Ya. Begitulah.”

Tatapan Lowellin mendadak rumit.
Ia tampak hendak mengatakan sesuatu lagi ketika—

“Tuan Besar memanggil.”

Penjaga membuka pintu tepat waktu.
Tatapannya mencurigakan, seolah ia diam-diam mendengar percakapan kami.

Lowellin menghela napas pelan.
Lalu menatapku, dan dengan bibir tanpa suara berkata:

Aku sudah berusaha membuatmu tetap hidup. Jadi, jangan mati.

Aku mengangguk kecil, berterima kasih dalam hati.
Percakapan singkat itu lebih berharga daripada yang kukira.

Karena kini aku memiliki potongan penting tentang mereka—para Recorder of Fear.

「 Mungkin aku, dan para pembaca lainnya… pada akhirnya juga akan menjadi Recorder of Fear. 」

Aku menyingkirkan pikiran itu sebelum tenggelam lebih jauh.
Informasiku masih terlalu sedikit.
Untuk saat ini, aku hanya harus menghadapi yang ada di depan mata—
Satu kalimat demi satu kalimat.

Jika setiap momen hidupku menjadi cerita, maka bahkan saat ini pun akan ditulis sebagai satu babak.

Agar saat ini tak berubah menjadi Ketakutan yang tak terjelaskan, aku harus terus berpikir dan bergerak.

Ketika Yoo Joonghyuk selesai sarapan, pengawal kembali datang.

“Tim ekspedisi akan segera diumumkan. Para tamu diminta ikut bersama kami.”

Setelah berdiskusi dengan kepala keluarga, kami resmi ikut serta sebagai perwakilan Namgung Sega dalam Ekspedisi Alam Ketakutan.

[Skenario utama baru akan dimulai!]

Jantungku berdegup keras.
Apakah ini karena gugup… atau karena takut?
Aku menoleh ke Yoo Joonghyuk, berusaha menutupi getar di suaraku.

“Tadi kau sempat seperti trance waktu mendengar ucapan Lowellin. Kau dapat pencerahan, ya?”

“Tidak juga.”

“Kupikir kau sudah mencapai transendensi.”

“Kalau transendensi semudah itu, dunia bela diri sudah penuh dewa.”

“Benar juga.”

“Aku hanya punya kebiasaan. Setiap kali merasakan getaran pencerahan, aku tak bisa diam. Sedikit saja isyarat—aku kejar.”

Aku menatapnya lama.
Tak peduli berapa kali ia bertingkah seperti Transcendent, pada dasarnya Yoo Joonghyuk memang seorang Transcendent sejati—bukan karena bakat, tapi karena kerja keras.

Mungkin hanya dengan kerja sekeras itu seseorang bisa bertahan melewati 1.863 kali regresi.

[Pemahamanmu terhadap karakter ‘Yoo Joonghyuk’ meningkat.]
[Karakter ‘Yoo Joonghyuk’ menunjukkan sedikit rasa suka kepadamu.]

Aku nyaris menjatuhkan ponsel suci di tanganku.

Apa?
Pemahaman meningkat?
Rasa suka?

Aku menahan diri untuk tidak tersenyum bodoh.

Dulu aku berpikir, Yoo Joonghyuk Putaran ke-41 adalah versi terburuk dari semua Yoo Joonghyuk.
Namun kini, untuk pertama kalinya, ia menaruh sedikit kepercayaan padaku.
Itu saja sudah cukup membuat perjalanan ini terasa berharga.

“Kalau nanti kita masuk ke Alam Ketakutan, kau tidak akan melemparku dari tebing kan?”

“Omong kosong apa lagi itu?”

Aku hanya mengangkat bahu.
Ia menatapku aneh, lalu menambahkan datar:

“Kelihatannya kau sedikit berkembang.”

“Kau bisa tahu, ya?”

“Mataku bukan mainan.”

Dan memang benar.

[Selamat! Ceritamu berhasil berevolusi!]
[Cerita ‘Heir of the Eternal Name’ telah berkembang menjadi kisah tingkat Mythical!]

Cahaya memenuhi tubuhku.
Akhirnya—Heir of the Eternal Name menjadi cerita tingkat Mythical.

Aku tidak tahu apa pemicunya.
Mungkin karena semalaman aku memikirkan “Kim Dokja”.
Atau mungkin cerita itu merasa iba karena aku akan mati jika tidak segera berevolusi.

[Cerita ‘Heir of the Eternal Name’ mendengus congkak.]

Entahlah. Tapi dengan ini, aku akhirnya memiliki satu kisah sejati tingkat Mythical.

Dan bersamaan dengan itu—pancaran cahaya menyilaukan muncul dari reliquia suci: smartphone Kim Dokja.

[Fungsi Holy Relic telah berevolusi!]

Aku menyalakannya cepat.
Namun yang muncul bukan teks yang kukenal—melainkan daftar bab dengan simbol aneh.

Episode ■■. ■■ (■) +[??]
Episode ■■. ■■ (■) +[??]
Episode ■■. ■■ (■) +[??]

Kenapa semua episode kosong?
Aku menekan refresh berulang kali—hasilnya tetap sama.

「 Cerita yang belum ditafsirkan. 」

Pusing mendadak menyerang.
Aku sedang berada di luar skenario—dalam status exile.

Kalau begitu… apakah momen ini termasuk ke dalam “cerita yang belum ditafsirkan”?

Kalau ya, masuk akal kenapa bab-bab itu tak terlihat.

Namun ada satu fitur yang masih berfungsi.

[Kau dapat memeriksa satu komentar pada bab yang diinginkan menggunakan Daily Free Pass.]

Berarti serialisasinya masih berjalan.
Aku menarik napas.

[Kini, komentar dengan banyak recommendation dapat dilihat lebih dulu tanpa menggunakan koin.]
[Gunakan Daily Free Pass?]

Sebuah fitur baru—mungkin efek dari Heir of the Eternal Name.

Sebelumnya aku hanya bisa membaca komentar acak; sering kali isinya tak berguna, hanya spam nama Yoo Joonghyuk atau Demon King of Salvation.
Tapi sekarang aku bisa melihat komentar paling direkomendasikan.

[Satu tiket gratis harian telah digunakan.]
[Menampilkan komentar dengan rekomendasi terbanyak.]

Layar berganti.

Eung■i! Eung■i! Eung■i! Eung■i! Eung■i! Eung■i! Eung■i! Eung■i! Eung■i! Eung■i! Eung■i!

Rekomendasi 195 / Tidak rekomendasi 10

Aku menatap kosong pada simbol ■ di antara “Eung” dan “i”.

Cerita yang tak ditafsirkan memang menakutkan, tapi komentar yang tak bisa ditafsirkan… lebih menyeramkan.

Kenapa komentar ini bisa jadi yang paling disukai?
Apa maksudnya?

Aku membuka komentar kedua.

Pang■Pang■Pang■Pang■Pang■Pang■Pang■Pang■Pang■Pang■Pang…

Rekomendasi 123 / Tidak rekomendasi 6

Dan yang ketiga—

Jin■Bukankah ini mati?

Rekomendasi 98 / Tidak rekomendasi 3

Aku menelan ludah.

Kadang, komentar yang bisa dimengerti justru paling menakutkan.

Apa ini benar-benar cara aku mati?

Aku kembali menatap komentar pertama.
Kata “Eung■i” muncul 41 kali.

41… Pang■… Jin■…

Potongan-potongan itu menyatu di kepalaku.
Dan tiba-tiba, aku mengerti.

“Tidak… jangan bilang ini…”

Aku menoleh panik.

“Yoo Joonghyuk.”

Tak ada jawaban.

“Yoo Joonghyuk?”

Keheningan.

Ketika aku mendongak—
Yoo Joonghyuk sudah menghilang.

Dan barulah saat itu… rasa takut yang sebenarnya dimulai.

808 Episode 39 Rumor (7)

Aku merasa gelisah.
Jika “komentar” yang baru saja kulihat benar… maka sesuatu yang buruk akan menimpa Yoo Joonghyuk.

Terkejut oleh menghilangnya Yoo Joonghyuk yang seharusnya dikawal bersamaku, aku segera memerintahkan orang-orang untuk mencari ke sekeliling.

“Yoo Joonghyuk!”

Aku memanggil namanya berulang kali.

Yoo Joonghyuk bisa saja mati.
Tidak—mungkin dia sudah mati.
Jika itu benar-benar terjadi…

“Yoo Joonghyuk?”

Beberapa saat kemudian, kepala seseorang muncul di antara kerumunan.

Yoo Joonghyuk, yang muncul bersama salah satu pengawalnya, menatapku dengan tatapan datar khas dirinya.

“Kenapa?”
“Kau menghilang begitu saja, aku kira terjadi sesuatu!”
“Ada penjual Murim dumpling di dekat sini.”

Aku menatap lebih dekat, dan melihat pangsit kecil di mulutnya.

…Serius? Karena itu?

“Restoran ini memakai sebagian resep asli. Ini tempat favoritku.”

Dalam cerita utama, Yoo Joonghyuk juga menghilang gara-gara dumpling.
Alasan kenapa dia selalu makan Murim dumpling setiap kali datang ke dunia Murim—mungkin karena kenangan tentang Breaking the Sky Sword Saint.

Setiap kali ia menelan satu pangsit itu, Yoo Joonghyuk pasti mengingat masa-masa lamanya.
Dengan kata lain, itu semacam ritual… cara untuk terus hidup sambil mengingat putaran-putaran sebelumnya.

“Meski begitu, aku tidak akan memberimu,” katanya datar.
“Aku juga tidak minta.”

Aku sungguh tidak tahu. Kadang kupikir dia makan bukan karena lapar, tapi karena tubuhnya terbiasa makan delapan kali sehari.

Para pengawal yang mengawalnya tampak heran melihat pemandangan itu.
Wajar saja—karena pria dingin itu sedang makan dua pangsit sekaligus seperti anak kecil.

“Yoo Joonghyuk, jangan hilang tiba-tiba seperti itu. Aku hampir kena serangan jantung.”

Para pengawal saling bertukar tatapan, jelas bisa kubaca isi kepala mereka:

「Apa orang ini benar-benar murid Breaking the Sky Sword Saint?」

Beberapa saat kemudian, kami tiba di Lapangan Cheongryongseong.
Di tengahnya, sebuah spanduk raksasa berkibar dengan tulisan besar:

‘Ekspedisi Ketakutan ke-191.’

[Area skenario utama berada di dekat sini.]

Salah satu pengawal Namgung Sega menunjuk ke pintu masuk aula.

“Kepala keluarga menunggu di dalam.”

Bagian dalam aula sudah penuh sesak.
Para peserta Fear Expedition, juga inkarnasi lain yang datang untuk menonton atau melepas mereka pergi.

“Pemimpin ekspedisi kali ini dari Namgung Sega?”
“Katanya Namgung Myoung, kepala keluarga kecil, yang memimpin.”
“Tidak mungkin. Masa bintang harapan keluarga Sega ikut skenario berisiko tinggi begini…”

Aku mencoba mengabaikan bisikan-bisikan penuh firasat buruk itu.
Yang terpenting sekarang adalah masuk ke skenario utama.

Kami melangkah menuju aula—atau setidaknya, itulah niatnya.

[Kau tidak diizinkan memasuki ‘area acara’.]

“Apa?”

[Kau adalah ‘Exiled One’.]
[Kau tidak dapat memasuki area ini tanpa bukti identitas.]

Sebuah jendela sistem muncul tiba-tiba, membuatku tertegun.
‘Bukti identitas’? Untuk ekspedisi?

Sepertinya mereka mendeteksi percikan kekuatan yang masih tersisa di tubuhku.
Para penjaga gerbang segera berlari ke arahku.

Untung saja pengawal Namgung Sega segera maju.

“Mundur! Orang ini adalah tamu kehormatan Namgung Sega. Kami menerima perintah langsung agar beliau diizinkan ikut serta!”

Namun penjaga gerbang tetap tak bergeming.

“Sekalipun dia tamu Namgung Sega, kami tidak dapat mengizinkan ‘Exiled One’ masuk. Itu peraturan.”

Sekali lagi aku diingatkan betapa rendahnya status seorang Exile di dunia skenario.

“Apakah Namgung Sega dapat menjamin bahwa orang ini bukan penjahat besar?”
“Bahkan penjahat pun bisa ikut Fear Expedition asalkan mendapat izin dari Lima Sega Besar, bukan?”
“Kalau dia seorang Exile, itu berbeda. Jika seorang Exile sampai muncul di sini, dia pasti bukan manusia biasa. Bagaimana kalau dia penjahat besar yang membuat murka para Constellation?”

Tatapan tajam penjaga gerbang menusukku seperti bilah pisau. Mereka jelas tak berniat mundur.

Dari dalam aula terdengar suara lantang:

“Pidato pembukaan telah dimulai!”

Jika terus begini, aku akan kehilangan kesempatan untuk menerima perintah partisipasi skenario.

Aku menoleh ke Yoo Joonghyuk dan memberi isyarat.

—Masuk duluan.
—Kalau begitu kau…
—Aku akan cari cara untuk masuk. Kau duluan saja, pahami situasi di dalam.

Yoo Joonghyuk menatapku beberapa detik sebelum akhirnya mengangguk.

—Jangan terlambat.

Ia masuk bersama para pendekar Namgung Sega. Salah satu dari mereka menatapku dengan hormat.

“Kami akan laporkan situasi ini kepada Tuan Besar. Mohon tunggu sebentar.”

Aku mengangguk, tapi rasa aneh merayap di dada.
Apakah Namgung Jincheon, Emperor Sword, tidak memperkirakan hal ini?

Lagipula, ekspedisi Gonghoryeong adalah proyek besar yang ia rancang bersama Lima Sega.
Dia tahu aku Exiled One—jadi kenapa tidak mengurus izinku sejak awal?

Perasaan tak enak itu makin kuat.

Jangan-jangan… tujuan Emperor Sword memang memisahkanku dari Yoo Joonghyuk.

[Kau adalah ‘Exiled One’.]
[Kau tidak dapat masuk tanpa bukti identitas.]

Aku mengepalkan tangan.
Sekalipun ini jebakan, tak ada pilihan lain.
Tubuh inkarnasi ini sudah rapuh; waktu tidak berpihak padaku.

“Apa tidak ada cara agar seorang Exile bisa masuk?”

Penjaga saling pandang, lalu menjawab kaku.

“Jika ada Constellation yang bersedia menjadi penjaminmu.”

“Constellation?”

Dari ekspresi mereka, jelas mereka tak mengira ada Constellation yang mau melakukannya.

Aku menatap langit pucat.
Mencoba mengingat siapa pun yang mungkin menolongku.
Namun kebanyakan Constellation di sana kini memusuhiku.
Kalau mereka tahu aku ada di sini, mereka akan turun bukan untuk membantu—melainkan untuk membunuhku.

Namun waktu terus berjalan.
Aku tak bisa menunggu.

Aku bersiap mengaktifkan Incite

“Orang-orang itu…”

Keributan terjadi di pintu masuk.
Sekelompok pendekar dengan jubah megah baru saja tiba.

“Aku menantikan ekspedisi kali ini.”
“Apakah ‘itu’ juga ikut?”
“Wah, seperti zaman dulu! Ini kesempatan memulihkan kehormatan sekte!”

Mereka melangkah masuk satu per satu.
Jubah oranye, abu-abu, hitam—
Shaolin. Shaman. Hwasan.

Nama-nama besar dunia bela diri.

Namun di ujung barisan, seseorang menarik perhatianku.
Wajahnya tak begitu kukenal. Tapi semakin kuperhatikan, semakin kuat rasa itu.

Wajahnya berbeda—tapi aku tahu siapa dia.

Lebih dari itu, cerita di dalam diriku juga bergetar, memberi kesaksian.

Pria paruh baya itu menatapku lebar-lebar.

“Kau…”

Ada di sini.
Satu-satunya Constellation di seluruh First Murim yang akan menjamin identitasku.

[Kau telah memasuki area ‘Main Scenario’ baru.]
[Penalti ‘Exile’ dihapus.]
[Skenario utama baru telah dimulai!]

Udara di sekelilingku bergetar lembut.
Cerita kembali mengalir—napas kehidupan yang sesungguhnya.
Aku hidup kembali di dalam alur kisah.

Aku ingin segera memeriksa isi skenario, tapi lebih dulu aku menunduk hormat.

“Terima kasih banyak.”

Pria paruh baya itu mengangkat tangan sambil tersenyum hangat.
Cerita dalam diriku langsung bereaksi.

[Cerita ‘Persistent Martial Arts Master’ bergetar gembira.]

Ia tampak terkesan.

“Kelihatannya ia mendengarkanmu sekarang.”
“Semua ini berkat bantuanmu.”

Persistent Martial Arts Master—dulu adalah kisah miliknya.

“Sudah lama sejak terakhir kali kita bertemu, di Stasiun Seoul.”

Dia adalah mantan kepala Seoul Station, sekaligus Constellation dari Beggar Sect.

Ark Kepala Naga, Cheongae.

[Constellation ‘Last Ark’ mengungkapkan sukacitanya padamu.]

Kenangan di Stasiun Seoul berkelebat di pikiranku—
Constellation yang ingin menanggalkan statusnya, dan memulai skenario dari awal lagi.
Dan kini, dia berdiri di depanku bersama inkarnasinya.

[Kekuatan suci-mu terungkap.]

“Semua ini berkatmu,” katanya.

Namun suasananya tak seperti dulu.
Wajar saja—Cheongae telah menanggung konsekuensi besar akibat keterlibatan dalam peristiwa Outer God.

“Sepertinya kau juga banyak menderita.”
“Begitulah.”

Mungkin, dari semua orang di dunia ini, aku dan Cheongae-lah yang paling bisa saling memahami.
Kami sama-sama Constellation yang jatuh.

“Ark datang untuk ikut skenario ini?”
“Benar. Untuk menepati janji lama Beggar Sect. Aku kembali ke tempat di mana aku harus menepatinya.”

Dulu, Cheongae adalah salah satu pendekar terkuat di First Murim.
Namun setelah kalah dari Paradox Baekcheong dan Breaking the Sky Sword Saint, ia terpaksa mundur dari dunia bela diri.

“Aku memutuskan menulis ulang sejarah surgaku. Di dunia tempat aku jatuh—dan bangkit kembali.”

“Keputusan besar.”

Sebuah keputusan yang hanya bisa diambil oleh Constellation yang berani mengakui kegagalannya.
Namun wajah Cheongae kini tampak lebih terang daripada siapa pun.

“Kupikir, untuk memahami lawanku, aku harus melewati ujian yang sama.”

“Jadi itu sebabnya kau ikut Ekspedisi Gonghoryeong?”

Kini aku mengerti alasannya.

「Gonghoryeong adalah buaian sekaligus makam para Transcendent.」

Tempat itu satu-satunya gerbang menuju Dimensi Kegelapan di dunia Murim.
Dan hampir semua Transcendent Murim—terlahir dari sana.

Termasuk Paradox Baekcheong Kyrgios Rodgraim dan Breaking the Sky Sword Saint Namgung Minyoung.

“Benar. Dan kulihat kau juga datang ke sini karena keadaan memaksa.”

“Kurasa begitu.”

Cheongae tersenyum kecil.

“Banyak Constellation yang mendukungmu, termasuk aku.”
“Terima kasih.”
“Tapi jangan lupa—lebih banyak lagi yang ingin membunuhmu.”

Aku mengangkat bahu dengan senyum getir.

“Rumor sudah sampai ke telingaku. Katanya aku mengalahkan semua Zodiak di Recycling Center.”
“Hahaha, sedikit dilebih-lebihkan mungkin.”

“Lalu kabar bahwa kau memanggil para Outer God hanya dengan lidah tiga incimu dan membuat kekacauan dengan para Constellation…”

Aku mendesah.
Yang dimaksud “Outer God” itu mungkin anggota Kim Dokja Company.

Dan mereka datang mencariku, bukan kupanggil.

“Aku juga dengar kabar bahwa kau melubangi perut para Constellation yang tergila-gila padamu.”
“Itu bukan aku, tapi si monster penusuk, Jaehwan…”

“Dan rumor bahwa kau bersumpah bersama pria telanjang yang berteriak ingin menghancurkan dunia—”
“Ya, kami memang melakukannya, tapi…”

“Lalu cerita kalau kau memanggil para Archangel dan Demon King untuk mengulang Perang Suci-Iblis dan menghancurkan <Star Stream>… aku sungguh terkejut.”

Aku menatapnya tanpa kata.

…Sepertinya ada rumor aneh yang beredar di luar sana.

 

Nunaaluuu Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review