Minggu, 02 November 2025

Epilogue 2 - Not found anywhere

Ch 526: Epilogue 2 - Not found anywhere, I

⸢Kamar rumah sakit, 09:12 AM⸥

– Berkumpul di depan gerbang timur Kompleks besok pukul 19.00. Kita akan pergi menyelamatkan Kim Dokja di balik [Final Wall].

Jung Heewon menerima pesan itu semalam. Pengirimnya adalah Han Sooyoung. Seperti biasa, pesannya singkat dan to the point.

Setelah menerima pesan itu, ia hanya termenung, menatap keluar jendela cukup lama.

⸢Jung Heewon tidak ingin kembali ke skenario.⸥

Dia sudah bertarung lebih keras dibandingkan siapa pun. Dia ingin menyelamatkan Kim Dokja lebih dari siapa pun, dan dia juga sangat ingin mengakhiri semua skenario. Pada akhirnya, ia tiba di sini.

⸢Final Wall yang ia lihat pada halaman penutup skenario.⸥

Bahkan sekarang, setiap kali ia memejamkan mata, ingatan itu muncul kembali dengan tajam. Ingatan saat bertarung bersama Kim Dokja setelah dia menjadi ‘Musuh dari Story’.

Dia selamat dari gelombang Stories yang mengerikan dengan menebas lagi dan lagi. Mereka menghancurkan dinding itu, dan ia mencapai halte terakhirnya.

⸢Namun kini Han Sooyoung mengatakan ia harus naik kereta itu sekali lagi.⸥

Dia menyuruhnya pergi menuju [Final Wall] sekali lagi.

Dia bilang, mereka meninggalkan sesuatu di dalam kereta ketika mereka turun.

“Heewon-ssi.”

Baru saat itu Jung Heewon menyadari tangannya bergetar, mencengkeram tirai erat-erat.

“Hyunsung-ssi, kau juga dapat pesannya?”

“Ya.”

“Menurutmu bagaimana?”

“…Dokja-ssi yang kita ingat ada di sini bersama kita.”

‘Kim Dokja’ yang mereka ingat saat ini tertidur. Bulu matanya, yang lupa semua tragedi dunia ini, sedikit bergetar. Jung Heewon pelan menutupi mata itu dengan tangannya.

Beberapa tragedi akan menghilang hanya karena tak lagi dilihat.

⸢Kim Dokja ini adalah Kim Dokja yang mereka ingat.⸥

Kim Dokja yang selamat dari Stasiun Geumho, Chungmuro, Gwanghwamun, Demon Realm, Olympus, Journey to the West, dan bahkan Final Wall bersama semuanya, ada tepat di hadapannya. Dia mengingat nama pedangnya, dan mengingat trauma Lee Hyunsung. Dia mengingat janji yang ia buat dengan para rekannya.

Secara teknis, inilah Kim Dokja yang mereka cintai, dan yang ingin ia lindungi.

Mungkin terdengar aneh membagi seseorang sesuka hati seperti itu, namun masalah ini bukan lagi tentang ‘Avatar’. Dari awal, mencintai seseorang berarti mencintai bagian tertentu dari dirinya.

Darah pada luka Kim Dokja bersuara ‘Pa—susu—’ dan menguap menjadi asap.

Stories yang terurai beterbangan di udara, lalu perlahan tersebar keluar jendela naik menuju langit. Jung Heewon tidak tahu ke mana Stories itu pergi. Mungkin lenyap selamanya, atau mungkin kembali pada Kim Dokja yang lain.

⸢Kim Dokja yang mengingat ‘Ways of Survival’, yang selalu mencintai satu cerita itu.⸥

Jung Heewon tidak tahu apa pun tentang Kim Dokja itu.

Tidak ada yang bisa mencintai sesuatu yang tidak mereka kenali.

“Hyunsung-ssi.”

“Ya?”

“Kalau Dokja-ssi adalah kita… apa yang kira-kira ia lakukan?”

Lee Hyunsung lama tak menjawab.

⸢Kamar rumah sakit, 13:31 PM⸥

Seolah banyak orang sudah datang berkunjung, bunga dan hadiah menumpuk rapi di atas meja kamar. Semua disiapkan untuk saat Kim Dokja terbangun nanti.

Jang Hayoung memainkan kelopak bunga sejenak, lalu perlahan melangkah mendekati Kim Dokja.

“Kau Kim Dokja yang kuingat, kan? Kim Dokja yang menyelamatkanku di Demon Realm.”

Jam di dekat kepalanya terus berdetak.

Pria yang membuat waktu yang membeku di Demon Realm ke-73 kembali bergerak.

Pria yang membuatnya—yang nyaris tenggelam dalam keputusasaan—melangkah lagi.

Demon King of Salvation.

“Sebenarnya, waktu itu aku tidak mau kembali ke Bumi.” Jang Hayoung tersenyum getir. “Aku tidak punya kenangan bagus di tempat ini.”

Dia seorang pengelana dimensi.

Seperti kebanyakan pelompat dimensi lain, prosesnya tidak pasti. Suatu hari, saat lembur seperti biasa, ia ambruk dihantam nyeri dada hebat. Pada detik napasnya berhenti, pikirnya: Aku terlalu keras hidup. Dan jika ada kehidupan selanjutnya, ia bersumpah tak akan “berusaha keras lagi”. Saat membuka mata, ia sudah berada di Demon Realm.

Jang Hayoung melihat para penghuni Kompleks bergegas makan siang dan bergumam. “Aku akhirnya bekerja keras lagi… gara-gara kau.”

⸢Kamar rumah sakit, 18:24 PM⸥

“Lempar. Giliranku.”

Saat Lee Gilyoung bicara, Shin Yoosung melempar koin 100 won ke udara. Koin berputar lalu jatuh di punggung tangannya. Gambar.

“Sudah berapa kali kita lempar ini?” tanya Lee Gilyoung.

“99.”

“Berarti, 49 lawan 50.”

Lee Gilyoung menepuk celana lalu berdiri, membuat Lee Jihye yang bersandar di kursi penjaga bertanya, “Kalian masih bertaruh begitu? Tentang ‘kalau gambar, berarti ahjussi masih hidup’ itu?”

“Apa maksudmu? Ahjussi ada di sini kok.”

“Lalu apa taruhannya kali ini?”

Kedua anak itu tak menjawab. Lee Jihye mengernyit. “Kalian benar-benar percaya itu?”

“Apa?”

“Bahwa ada Dokja ahjussi lain. Yang tidak pernah turun dari kereta itu…”

Keduanya tetap diam. Lee Jihye memandang Kim Dokja, lalu tiba-tiba berdiri dan menunjuknya. “Ahjussi ini adalah Dokja ahjussi yang kukenal, oke?”

“…”

“Dia ahjussi yang menyelamatkan kalian dan aku, jelas!?”

“Kami tahu.”

“Kalian pikir cuma itu?”

Lee Jihye terus ngomel, menyebutkan alasan kenapa lelaki ini adalah Kim Dokja.

Namun anehnya, semakin ia bicara, sosok Kim Dokja terasa semakin jauh.

“Dan, dan juga…”

Lee Jihye menggenggam tangan pucat itu erat-erat.

Rasanya seperti mimpi. Ia nyaris dewasa bersama pemilik tangan ini. Ia belajar kehilangan orang berharga, belajar apa yang harus ia lindungi. Dan ia berhasil kembali bernapas di dunia kacau ini.

Kim Dokja pasti belajar semua itu dari seseorang juga.

Shin Yoosung berbisik, “…Ahjussi pasti pernah punya masa kecil juga.”

Fondasi Story bagi Demon King of Salvation di <Star Stream> adalah ‘Raja dari Dunia Tanpa Raja’. Tapi itu awal bagi Demon King, bukan awal bagi Kim Dokja.

⸢Kemungkinan besar, awal manusia bernama Kim Dokja tidak semegah itu.⸥

Untuk hidup sebagai “Kim Dokja”, cerita seperti apa yang harus ia jalani?

“Eonni,” Shin Yoosung bertanya lagi.

“Apa lagi?”

“Kau akan datang besok?”

“Kita sepakat tidak.”

“Tapi… kau akan tetap pergi, kan?”

“Tidak. Aku tidak mau kembali ke skenario lagi.”

Lee Jihye menatap kepala kedua anak itu yang kini tingginya hampir menyamainya tanpa ia sadari.

Mereka anak-anak yang masih harus ia jaga.

Shin Yoosung dan Lee Gilyoung saling melirik, lalu gadis itu mengulurkan tangan.

“Noona, mau coba?” kata Gilyoung.

Lee Jihye menatap koin itu lama, lalu melemparkannya. Koin berputar, jatuh ke telapak yang ia tutup rapat. Namun ia tak sanggup membukanya.

“Eonni?”

Koin itu ada di sana—ia bisa merasakannya meski tak tahu gambar atau angka.

“Kau baik-baik saja?”

Lee Jihye menggenggam koin itu lama sekali.

⸢Kamar rumah sakit, 22:48 PM⸥

Yang pertama bicara adalah Yoo Sangah.

“Level Story-nya terus turun.”

Seolah keruntuhan kehidupan yang harusnya butuh puluhan tahun terjadi sekaligus, darah Kim Dokja terus menguap. Lee Sookyung bertanya, “Seolhwa-ssi, tidak ada cara…?”

“Saat ini…”

“Tidak bisa pakai cara waktu menyelamatkan kami? Memperbaiki Story-nya?”

Lee Seolhwa menghela napas, melirik Yoo Sangah.

“Kami memperbaiki Story Sookyung-ssi dan aku karena sistem <Star Stream> waktu itu masih berfungsi.”

Dunia masih memiliki skill, Stigma, dan segalanya bekerja sebagai bagian dari Story. “Perawatan” di dunia itu berarti memperbaiki Story seseorang.

“Belakangan, skill dan Story tidak aktif seperti dulu. Bahkan aku dan Aileen-ssi perlahan kehilangan kemampuan kami,” ujar Lee Seolhwa.

“…Karena pengaruh <Star Stream> menghilang?”

“Itu kemungkinan terbesar.”

“Karena itu luka Dokja-ssi tidak sembuh?”

Kim Dokja di depan mereka adalah eksistensi yang dibuat oleh skill [Avatar]. Dan [Avatar] adalah skill dari sistem <Star Stream>.

Lee Seolhwa memberi diagnosis akhir. “Dokja-ssi pada akhirnya akan menghilang jika tetap di sini.”

Lee Sookyung memandang putranya.

Dunia yang ia habiskan hidup untuk membangun… kini membunuhnya. Seolah dunia yang ceritanya telah selesai tak lagi membutuhkan dirinya.

Lee Sookyung menyentuh pipi itu. “…Andai dulu aku menghentikanmu.”

Saat ia menyentuh wajah itu, sebuah Story berkedip di antara mereka—kisah dua orang bertarung di [Dark Castle]. Ia masih mengingatnya.

Wajah putranya dari balik [The Fourth Wall]. Selalu ada dinding antara mereka. Tapi waktu itu, untuk pertama kalinya, Kim Dokja mengetuk dinding itu duluan.

Bahkan jika waktu diputar ulang, ia tetap gagal menghentikannya.

Ia menggenggam tangan itu, tangan yang selalu memegang buku. Mungkin Kim Dokja lainnya masih menggulir teks di dalam kereta sekarang.

“Mungkin aku tidak seharusnya memberimu nama Dokja.”

⸢Gerbang timur Kompleks, 20:00 PM⸥

Seperti dua pohon berdiri berdampingan, Han Sooyoung dan Yoo Joonghyuk menunggu. Angin musim dingin menusuk, napas mereka mengepul.

Han Sooyoung memasukkan tangan ke saku parka. “…Tidak ada yang datang.”

Mereka sudah menduga ini mungkin terjadi. Han Sooyoung menyikut Yoo Joonghyuk.

“Hei, bukannya kita saja cukup? Gabungkan otak jeniusku dan kemampuan tinju absurd-mu, lalu—”

“Tidak mungkin hanya kita berdua.”

“Kenapa sih? Kau kan selama ini baik-baik saja sendirian? Sekarang kau malah dapat ditemani aku, tahu?”

Alih-alih menjawab, Yoo Joonghyuk memandangi tangannya. Cincin transparan berputar di atasnya.

[Stigma ‘Regression’ sedang berevolusi.]

Tak terhitung regresi berputar di dalam ring itu.

“Kau tidak tahu apa artinya ‘regress’,” suara Yoo Joonghyuk berat. Ia memutar ring itu. “Kau tidak tahu apa yang terjadi setiap kali aku melakukannya.”

Stories yang ia genggam merintih.

Kalimat-kalimat meledak bagai telur serangga. Jerit mereka yang mati berkali-kali.

“Tidak ada regresi sempurna, seperti tidak ada Story tanpa pengorbanan. Jika aku regress lagi…”

Kemungkinan besar, ia akan kehilangan seseorang lagi.

Dunia akan tenggelam dalam tragedi lagi.

Dunia yang tercipta demi menyelamatkan Kim Dokja, bisa hancur sebelum menyelamatkan siapa pun. Han Sooyoung menjawab, “Aku tahu. Dan…”

Ia melirik ke gerbang. Entah sejak kapan, beberapa bayangan panjang mendekat menerjang dingin.

“Mereka juga tahu.”

Ch 527: Epilogue 2 - Not found anywhere, II

Han Sooyoung menjelaskan rencana itu dengan kata-kata yang jelas dan ringkas.

Pertama, demi menyelamatkan Kim Dokja, mereka harus menyeberangi [Final Wall].

Kedua, untuk melintasi [Final Wall], mereka membutuhkan total lima [fragmen].

Ketiga, satu-satunya fragmen yang tersisa di world-line ini adalah [The Fourth Wall] yang dimiliki Avatar Kim Dokja.

Keempat, untuk memperoleh empat fragmen lainnya, mereka harus melakukan ‘regression kelompok’ dan melintasi world-line lain.

Para rekan saling menatap dengan ekspresi sedikit linglung setelah mendengar rencana singkat itu.

Yang pertama bertanya adalah Lee Jihye. “…Apa itu benar-benar mungkin?”

“Kalau dia bilang bisa, berarti bisa.” jawab Han Sooyoung santai.

Menerima tatapan itu, Yoo Joonghyuk mengangguk. “Bisa. Namun, Stigma-ku belum selesai berevolusi, jadi butuh sedikit waktu lagi. Bagaimanapun juga, kita memang butuh waktu untuk bersiap.”

“…Tunggu. ‘Regression’ yang kau maksud, Master, bagaimana prinsipnya?” tanya Jung Heewon.

“Ketika regression diaktifkan, kita semua akan kembali ke masa lalu, titik awal skenario.”

“Lalu, bagaimana dengan dunia kita sendiri?”

“Akan tercipta world-line baru yang terpisah dari ini. Jika kau mau menghitung nomor regression-nya… Itu akan menjadi turn ke-1865.”

World-line ke-1865.

Angka itu begitu mencengangkan hingga para rekan hanya bisa berkedip kaget.

“Jadi maksudmu, kita akan coba lagi di sana.” ujar Jung Heewon. Seolah telah mempersiapkan hati sejak datang ke sini, wajahnya penuh tekad. Namun tak semua memiliki pandangan sama.

“Kalau menurutku, regression kali ini agak… spesial, kan?” ucap Yoo Sangah. “Aku membaca tentang regression di perpustakaan Dokja-ssi, jadi aku tahu sedikit. Seluruh regression-mu sebelumnya berdasarkan dunia ‘Ways of Survival’. Tapi regression kali ini, berbeda.”

Para rekan mulai menyadari sedikit demi sedikit.

World-line ini berbeda dari regression Yoo Joonghyuk sebelumnya. Dunia ini lahir dari keinginannya untuk melihat sebuah ‘akhir’.

Sebagian [The Fourth Wall] runtuh, dan realitas serta fiksi membaur. Buktinya, regression turn ini menampilkan orang-orang yang bukan karakter dari ‘Ways of Survival’.

“Benarkah kita semua bisa kembali? Bisa kau pastikan itu?”

Jika regression Yoo Joonghyuk bekerja dengan sistem ‘Ways of Survival’, beberapa orang seperti Yoo Sangah dan Lee Gilyoung tidak bisa ikut.

Yoo Joonghyuk berkedip pelan, lalu menjawab. “Regression akan mengacu pada world-line tempat aku berada saat ini.”

“Berarti… Dokja-ssi ini juga bisa ikut.”

Yoo Sangah menatap Kim Dokja yang terbaring di kasur rumah sakit.

Alasan Kim Dokja ini sekarat adalah karena runtuhnya sistem. Tapi jika mereka membawanya melalui [Group Regression], ia kembali berada dalam sistem <Star Stream>.

Yoo Joonghyuk mengangguk ringan. “…Kemungkinan besar.”

“Baik, sudah jelas. Yang tidak setuju, angkat tangan.”

Dengan hati-hati, Shin Yoosung mengangkat tangan, meskipun nada Han Sooyoung terdengar yakin tak akan ada oposisi.

“Argh, apa yang kau lakukan?” seru Han Sooyoung.

“…Aku tidak yakin ini benar. Bukankah ahjussi ingin Joonghyuk ahjussi berhenti regress?”

“Idiot itu tidak pernah peduli apa yang kita mau. Skor seri.”

“Kalau Joonghyuk ahjussi regress, skenario akan dimulai lagi. Banyak orang akan mati. Mereka akan kembali ke tragedi. Constellation akan mempermainkan orang… Dan banyak yang bahkan tidak lulus skenario pertama.”

Shin Yoosung benar.

Mungkin dialah yang paling memahami pikiran ‘Kim Dokja’.

Dan benar, Kim Dokja pasti tidak ingin menciptakan penderitaan baru.

Namun Han Sooyoung berpikir berbeda. “Dan jadi, kau pikir ‘penderitaan’ tidak akan terjadi jika kita tidak regress?”

“Apa?”

Han Sooyoung menghela napas dan menatap udara kosong. “Hei, sampai kapan kau mau menonton saja?”

Pada akhir pertanyaan itu, segumpal bulu kecil muncul di udara.

[Bah-aht?]

Han Sooyoung mengklik lidah. “Kau lagi.”

Yoo Joonghyuk berkata, “Biyoo.”

Biyoo berdehem, lalu bicara.

[Entah kalian regress atau tidak, world-line lain akan tetap hancur.]

Bahasa Koreanya fasih, membuat Shin Yoosung melongo.

Dia tahu Biyoo bisa bicara, tapi ini pertama kalinya sejak kereta bawah tanah mereka benar-benar bercakap panjang dengannya.

“…Bagaimana kau tahu?”

[Karena aku sekarang ‘Raja Dokkaebi’.]

Setelah batuk kecil, Biyoo memukul dadanya bangga.

Ia bukan lagi dokkaebi biasa. Ia mewarisi <Star Stream> penuh dari Raja Dokkaebi.

Pengaruh <Star Stream> masih ada hanya karena dirinya, sementara lenyapnya sistem bertahap terjadi karena tidak ada dokkaebi lain yang tersisa.

[Kalian mungkin tidak sadar, tapi world-line lahir setiap menit, setiap detik.]

“…Setiap menit dan detik?”

[Benar. Setiap kali seseorang mengambil keputusan, sebuah world-line baru dilahirkan. Setiap kali kau melempar koin itu, Yoosung-ah, sebuah world-line lahir… dan hancur.]

World-line diibaratkan ranting pohon yang bercabang setiap keputusan.

[Regression hanyalah metode khusus untuk memilih world-line. Seperti kembali ke titik pilihan untuk memulai cabang baru.]

“Kalau begitu… berapa banyak dunia sampai sekarang…”

[…Hanya Ayah yang tahu.]

'Ayah'.

Hanya ada satu orang yang bisa disebut begitu.

Constellation yang mendirikan <Kim Dokja’s Company>.

Dan yang menjadi ‘Oldest Dream’ semesta ini.

[Kalian hanya bisa mengubah satu world-line dari tak terhitung jumlah lainnya.]

Keesokan harinya, para rekan mulai merancang rencana mereka dengan sungguh-sungguh.

Project <Tangkap Cumi>. Itu nama pemberian Han Sooyoung.

“Apa definisi ‘makhluk hidup’ menurut <Star Stream> waktu itu?”

Karena mereka bertekad untuk regress, mereka butuh rencana sempurna.

Diskusi paling panjang terjadi untuk menghadapi skenario pertama.

“Bagaimana dengan bakteri? Bakteri juga makhluk hidup, kan? Kalau kita tuang asam klorida ke tangan, apa kita dapat sepuluh ribu Coin?”

“Kalau begitu bisa, orang yang diam saja pun harusnya selamat. Tubuh kita membunuh bakteri tiap detik.”

“Tapi ada kok yang selamat tanpa melakukan apapun.”

“Kita tidak bisa mengandalkan keberuntungan. Kita harus membunuh sesuatu.”

“Aku membunuh belalang waktu itu. Dan kudengar Dokja hyung bahkan menghancurkan telur belalang.”

Han Sooyoung mencatat semuanya di memo.

“Jadi, telur serangga dihitung sebagai makhluk hidup oleh <Star Stream>.”

“Kenapa bakteri tidak dihitung?”

“Kurasa harus ada persepsi jelas bahwa kau ‘mengambil nyawa’. Tanya Biyoo saja?”

Team Anna — Selena Kim dan Iris — ikut bergabung, membuat diskusi makin meriah.

“Rute ini paling bagus.”

“…Tidak, menurutku ini lebih baik. Berdasarkan [Predictive Plagiarism]…”

Kim Dokja tidak ada di regression berikutnya, tapi bukan berarti mereka blank.

Yoo Joonghyuk memiliki memori turn ke-1863 dari ‘Secretive Plotter’. Han Sooyoung punya [Predictive Plagiarism]. Yoo Sangah membaca arsip [The Fourth Wall].

⸢Dan mereka satu-satunya yang berhasil menembus [Final Wall].⸥

Setelah pertemuan pertama usai, Han Sooyoung akhirnya bisa bernapas lega. Baru seminggu berlalu; menurut Yoo Joonghyuk, regression kelompok baru bisa dilakukan sebulan lagi.

Kadang mereka berdebat sengit tentang rute clear yang paling aman.

“⸢Greatest Sacrificial Lamb⸥. Yang ini wajib…”

“Kau lupa Dokja-ssi mati karenanya? Kalau begini…”

Mereka membenci skenario lebih dari siapa pun.

Namun saat membahas kembali, ada percikan kegembiraan samar.

Mengapa? Bukankah mereka sudah mati-matian keluar dari skenario?

⸢Realitas bukan tentang ‘tempat tertentu’.⸥

Mungkin karena mereka tidak sanggup melupakan seseorang.

Mungkin, mereka tak bisa melupakan hari-hari ketika bertahan hidup bersama seseorang itu.

“Aku masih ingat [Cinema Dungeon]. Dokja-ssi waktu itu…”

Tempat bergabungnya mungkin berbeda. Waktu yang mereka ingat berbeda. Kim Dokja yang mereka kenal juga berbeda.

Namun seperti regression turn Yoo Joonghyuk melebur menjadi ‘satu orang’, begitu pula Kim Dokja bagi mereka.

“[Absolute Throne]. Menurut Dokja hyung…”

Potongan Kim Dokja yang disukai masing-masing berkumpul menjadi satu. Dan…

“…Aku merindukan masa itu.”

…Karena potongan itu bersatu, mereka mulai mencintai potongan lain yang belum sempat mereka kenali.

Han Sooyoung menoleh. Yoo Joonghyuk duduk bersila, gelang-gelang cahaya emas berputar mengitari tubuhnya saat ia melatih Stigma-nya.

Han Sooyoung menatapnya lama, lalu bertanya, “Hei. Aku penasaran satu hal.”

“Aku sedang fokus.”

“Kau bilang ingat memori turn ke-0 waktu itu, kan?”

Salah satu cincin emas pecah. Yoo Joonghyuk membuka mata sedikit.

Han Sooyoung menyeringai. “Apa yang kau ingat?”

Ia ragu cukup lama sebelum menjawab. “Kim Dokja ada di sana.”

“Hah? Serius?”

“Itu sebabnya aku yakin. Ia masih hidup sebagai ‘Oldest Dream’.”

“Apa yang dia lakukan di sana?”

“Aku tidak ingat semua, tapi…” Yoo Joonghyuk mengerut, menatap [Black Heavenly Demon Sword], lalu mendesis. “Aku yakin dia menepuk belakang kepalaku.”

Aku membuka mata, merasakan getaran kasar kereta bawah tanah.

⸢Tid ur lagi Kim Dok ja⸥

“Aku sudah cukup tidur.”

Aku meregangkan tubuh yang terasa berat. Energi kembali perlahan.

Sebagian besar kekuatan yang kupakai untuk mengamati turn ke-0 telah pulih. Lengan kanan yang kukorbankan untuk regression Yoo Joonghyuk hampir tumbuh kembali.

Namun tubuhku terasa ringan… seperti mengecil sedikit.

⸢Yoo Joonghyuk memulai hidup keduanya.⸥

Yoo Joonghyuk yang hidup di turn pertama terpantul di monitor.

Aku mengingat wajahnya saat meninggalkan turn ke-0. Meski telah mencapai akhir ideal menurutku, ia tetap memilih regression.

Untuk mencari alasan kelahirannya.

Untuk mencari asal keberadaannya.

“The Fourth Wall.”

⸢Ng⸥

“Jika setiap makhluk lahir karena seseorang ‘membaca’ mereka… menurutmu, ada seseorang yang sedang membaca tentangku juga?”

[The Fourth Wall] diam. Mungkin ia juga tak tahu.

Aku membayangkan ‘pembaca lain’ yang diam-diam mengamatiku. Sulit. Seperti Oldest Dream pertama—Tuhan bisa jadi sosok tak berdaya. Bisa jadi seseorang yang kukenal.

Mungkin anggota <Kim Dokja’s Company>?

Apakah aku ada di sini karena mereka membayangkan keberadaanku?

⸢Ma u li hat?⸥

“Aku lihat nanti. Masih banyak world-line lain.”

Kereta melambat.

[Kereta akan melewati pinggiran mimpi.]

Beberapa layar padam, diganti panorama alam semesta. Cahaya samar berkilau di langit hitam.

⸢Ping gir an sem est a, ba tas dim ensi⸥

Ini berbeda dari alam semesta <Star Stream>. Alam ini seperti pohon yang terpelintir.

“…Di sana apa? Ada alam semesta lain?”

⸢‘Star Stream’ hanyalah satu dari banyak dunia⸥

[Kereta sedang melewati ‘Tree of Illusion’.]

[Kereta melintasi sumbu waktu Dimensi Gelap.]

Tree of Illusion. Nama itu… terasa familiar.

“Bisakah kita pergi ke sana?”

⸢Ber bah a ya⸥

“Di sana juga ada Oldest Dream?”

⸢Ada, tapi nama be da⸥

Akar merayap jauh, batang dari jiwa-jiwa tak terhitung, cabang menyatu dengan langit. Di tengahnya, sebuah mata raksasa menyala seperti api yang mendidih.

Mataku bertemu dengannya.

[Ada masalah dalam sistem!]

Kereta berguncang ganas. Lampu padam. Suara logam menjerit. Seperti skenario pertama.

Derak logam tajam. Sesuatu mendekati jendela.

⸢Kim Dok ja bah aya⸥

Sinar cahaya tunggal melesat.

⸢Mahluk absolut dari dimensi lain⸥

Di ujung cahaya ada pedang. Sinar itu membelah strata gelap, seolah membelah semesta.

Itu adalah ‘Tusukan’.

KWA-BOOOOM!!

Aku terlempar.

Pedang menembus pintu kereta. Bilah lebih gelap dari kegelapan. Dan seorang pria telanjang berdiri memegangnya, menatapku tajam.

“Kau bajingan… apa kau <<Hyeong-nim>>?”

Ch 528: Epilogue 2 - Not found anywhere, III

Aku hanya bisa menatap pria telanjang bulat itu dengan kebingungan total.

Situasi ini sungguh sulit dipahami.

“Aku bertanya, apakah kau <<Hyeong-nim>> atau bukan.”

“…Tidak, tunggu dulu. Aku yang harus bertanya di sini. Kau siapa? Dan apa itu <<Hyeong-nim>>?”

“Sepertinya kau bukan <<Hyeong-nim>>. Tapi bagaimana kau menembus Time Fall dan masuk ke sini? Dan kereta apa ini? Subway… Apakah ini jenis lain dari Tower of Nightmares? Bagaimana ini beroperasi?”

Orang ini… jelas tidak bisa diajak bicara normal.

Datang seenaknya, merusak kereta orang lain, lalu ngoceh sendiri tanpa konteks…

Aku langsung mengaktifkan [Omniscient Reader’s Viewpoint]. Dan kemudian, melihat pesan yang belum pernah kulihat sebelumnya.

[Subjek adalah ‘Karakter’ dari worldview yang tidak kau kenal.]

…Karakter dari worldview yang tidak kukenal?

Hampir bersamaan, cahaya terang menyala dari mata si pria telanjang.

[Seseorang sedang mengaktifkan kekuatan yang tidak terdaftar dalam sistem!]

Cincin-cincin melingkar berputar cepat dalam retina pria itu.

[Makhluk dari dimensi lain sedang mengintai hakikat aslimu!]

[Peringatan! Kekuatan ini tidak dapat diblokir sepenuhnya oleh ‘The Fourth Wall’!]

…Apa?

Tsu-chuchuchut—!

Bersamaan dengan letusan percikan cahaya di depan mataku, seluruh Stories dalam diriku meledak keluar, berusaha melawan kekuatannya. Yang bereaksi paling liar adalah—

[Esensi Stigma ‘Regression’ menggeliat.]

[Story, ‘Hell of Eternity’, sedang menampakkan taringnya!]

Dalam sekejap, sebagian interior subway berubah menjadi neraka yang pernah dilalui Yoo Joonghyuk. Dunia diliputi merah darah. Pria telanjang itu menatap pemandangan itu dengan mata terbelalak.

“Dunia bawaan ini… Jangan-jangan, kau seorang regressor?”

…Dunia bawaan?

Aku hampir berkata, “Bahasamu mirip Kim Namwoon saja,” tapi tiba-tiba pedang hitamnya bergetar dengan kebencian.

“Kau adalah bajingan yang membelakangi realitas. Maka, mati.”

Tepat saat cahaya dingin di tepi pedangnya menyapu ke arahku—

[Kereta kembali ke jalur normal.]

[Otoritas ‘Oldest Dream’ sedang diaktifkan!]

[Sistem sedang mengeluarkan materi asing!]

Shu-wuwuk—!

Pria yang mengarahkan pedangnya padaku tersedot keluar pintu kereta.

“Kau berani?!”

Namun dia menancapkan pedangnya ke pintu, bertahan melawan akselerasi kereta.

Saat itu tubuhku dipindahkan ke gerbong lain.

[Sistem pertarungan darurat diaktifkan!]

[Bagian subway yang terlibat dalam pembuangan akan diputus.]

Aku menoleh dan melihat gerbong ekor tempat pria itu berpegangan terlepas dan melayang di luar sana. Sosok itu lalu berlari mengejarku.

Seluruh otot tubuhnya membengkak, membuat bulu kudukku berdiri.

“Cepat! Bajingan itu mengejar kita!”

⸢Ten ang aja dia ngg ak bi sa le pas dari a ks is wak tu⸥

Pria itu mengejar subway dengan kecepatan gila, namun tak bisa naik lagi. Seakan ada dinding transparan menghalangi. Dia terus berlari keras, dan pada satu titik, ia berhenti, menatap kami tajam.

Baru setelah sosoknya jauh, aku bisa menarik napas lega.

“…Apa itu barusan?”

⸢Butcher of Monarchs Jae-hwan⸥

…Butcher of Monarchs??

⸢Mon ster yang berlatih mili ar an ta hun di aksis waktu⸥

Kupikir telingaku salah dengar.

“Berapa tahun kau bilang?”

⸢Aku ju ga ngg ak ta u pasti di a su dah ad a se bel um aku di bu at⸥

Dia lebih tua dari [The Fourth Wall]? Merindingku makin kuat.

Bisakah manusia waras setelah miliaran tahun? …Walaupun sebenarnya, dia memang tidak terlihat waras.

“Kenapa dia terjebak di sana selama miliaran tahun?”

⸢Untuk me ngan curkan sis tem sem est anya⸥

“Kita tidak akan bertemu dia lagi, kan?”

Tak ada jawaban. Mungkin [The Fourth Wall] sibuk memperbaiki kereta.

Aku menepuk-nepuk mantelku — pedang si gila Jae-hwan tadi sempat menyentuhnya. Serangan tadi… benar-benar Stab absurd. Bahkan Constellation atau Transcendent mana pun yang kutahu tak sanggup melakukan tikaman seperti itu.

Apakah miliaran tahun akan membuat manusia jadi begitu?

Sistem pulih, dan Stories world-line muncul lagi di jendela. Yoo Joonghyuk turn pertama menatap langit penuh amarah. Aku balik menatapnya… lalu mendadak merasa ngeri.

“The Fourth Wall.”

⸢Apa⸥

“…Berapa umur Yoo Joonghyuk sekarang?”

“Berangkat seminggu lagi.”

Akhirnya, Stigma Yoo Joonghyuk selesai berevolusi. Orang-orang yang setuju bergabung dalam Project <Tangkap Cumi> mulai bersiap.

“Aileen-ssi, Bok-Sun-ssi, Yeong-Ran-ssi. Kami titip Kompleks pada kalian.”

“Baik. Jadi kalian benar-benar pergi.”

Lee Sookyung tersenyum tipis saat mereka berpamitan. “Ya.”

Namun tak semua ikut.

“Kami tidak bisa.”

Sebagian dari ‘Team Anna’, termasuk Anna Croft, memilih tinggal.

“Sistem makin lemah, dan world-line ini paling dekat dengan akhir yang kuinginkan. Jadi kami bertahan. Tapi… ada satu yang ingin ikut. Tolong terima dia.”

Yang ikut hanya satu: Selena Kim. Ia tersenyum canggung, berkata ada utang yang harus ia balas pada Kim Dokja.

Han Sooyoung memastikan. “Ada lagi? Ini semua dari Kompleks?”

Tak disangka, yang mengangkat tangan ragu adalah Han Myungoh.

“Apa ini, ahjussi? Tentu kau ikut kan?”

“Aku mengangkat tangan untuk bilang… aku tidak bisa.”

“…Apa?”

Ia tak akrab dengan Kim Dokja awalnya, tapi Sooyoung yakin hubungan mereka membaik setelah semua ini.

“Aku tidak bisa pergi.”

Hanya ketika ia melihat tangan pria itu menggenggam tangan seorang gadis kecil barulah Han Sooyoung mengerti.

⸢Di regression turn ini, ada orang-orang yang memang tak mungkin dibawa.⸥

Gadis itu tampak belasan tahun, tapi mentalnya mungkin belum lima. Anak-anak yang lahir setelah skenario tidak bisa ikut regression — mereka tidak eksis di awal.

Han Sooyoung menatap wajah tua Han Myungoh, lalu berkata, “Baik. Ahjussi tinggal.”

“Aku titip Dokja-ssi.”

“Kau urus dirimu dulu. Dan urus Kompleks juga. Personel akan berkurang. Kalau kutemukan kau ngumpet main game, aku lompat world-line dan tendang pantatmu, jelas?”

Saat itu, kendaraan hitam datang dan kerumunan reporter berlarian.

“Representative Han Sooyoung-nim! Wawancara!”

Han Sooyoung mendengus.

“Benarkah Anda akan regression massal bersama Regressor?”

Layarnya menampilkan wajahnya LIVE, tanpa persetujuan. Mereka menghujaninya pertanyaan.

“Kami tahu Representative Kim Dokja-nim menghargai realita sekarang. Kenapa keputusan ini? Apa Anda meninggalkan dunia ini?”

Han Sooyoung tertawa dingin. “Meninggalkan dunia ini? Memangnya dunia ini milik kami?”

“Representative-nim, Anda punya tanggung jawab—”

“Dunia ini masih butuh kami? Skenario sudah selesai.”

Reporter menegang. Kamera maju.

“Kalau kami tetap di sini? Kalian buat undang-undang untuk mengekang kami. Jangan pikir kami tidak tahu Donghoon mati-matian memblokirnya di sidang. Kalian tidak butuh kami lagi. Kalian takut.”

“Tapi skenario bisa mulai lagi! Bagaimana kalau dokkaebi muncul—!”

Han Sooyoung tersenyum lebar. “Maksudmu… seperti dia?”

Sesuatu mirip balon besar mengapung. Reporter menjerit.

[Aku Biyoo, Raja Dokkaebi world-line ini.]

Suara itu begitu kuat, seolah teror skenario kembali.

[Yang lahir akan musnah. Tapi planet ini akan baik-baik saja. Selama kalian tidak perang nuklir, bisa bertahan puluhan ribu tahun. Walau sesekali asteroid lewat, ya.]

Reporter terpaku.

Lalu—

[Main scenario kalian memang selesai. Tapi… aku masih bisa memberi sub-scenario.]

Wajah mereka pucat.

“A-aaargh! Dia akan—!”

Sebuah jendela pesan muncul.

[A ne■w sub scen■ario has arr■ived!]

Meski rusak, pesannya jelas.

[Scenario ini sukarela. Hanya yang ingin ikut, dan akan diseleksi ketat.]

[Karena <Star Stream> telah hancur, aku tidak punya hadiah. Tapi jika kalian membantu <Kim Dokja’s Company>…]

Biyoo tersenyum puas melihat dirinya di layar.

[Kalian akan mendapat kesempatan mengulang momen yang kalian sesali.]

Seminggu berlalu.

[Sub scenario 'Tangkap Cumi' menerima relawan baru.]

Para penyintas akhir skenario, mereka yang kehilangan sesuatu, mulai berkumpul di Seoul.

Yoo Joonghyuk mengernyit melihat jumlahnya. “…Terlalu banyak. Ini akan sulit.”

“Kita harus bawa sebanyak mungkin. Itu satu-satunya cara menyelamatkan banyak orang.”

Ada lebih dari lima ratus. Mereka diseleksi ketat. Dilatih. Disaring. Hingga tersisa seratus.

Seratus orang yang bisa dibawa dari world-line ini.

“…Benarkah kita bisa kembali ke masa lalu?”

Yang bertanya adalah Julius, ‘Judge of Three Generations’, rank 52 manusia terkuat, ‘Judge of Wrath’. Ia kehilangan keluarga, teman, negara. Hidup dengan luka.

Dia bukan satu-satunya. Asuka Ren dari Jepang, Fei Hu dari China, Ranvir Khan dari India… para terkuat akhir skenario berkumpul.

Julius berteriak, “Jawab terus terang! Kami diam dan menerima latihan sampai sekarang! Apa kita benar-benar kembali ke masa lalu?”

“Tidak,” jawab Yoo Joonghyuk datar.

“Apa—kalau begitu kenapa—!”

“Kalian tidak kembali ke ‘masa lalu’. Kalian hanya pergi ke world-line lain. Manusia tidak bisa kembali.”

“Aku tidak mau dengar—!”

“Mereka yang mati tetap mati. Mereka tidak ingat kalian. Tidak ingat kematian mereka. Tidak ingat hidup bersama kalian.”

Suara Yoo Joonghyuk tajam, tapi penuh luka.

“Kalian akan sendirian. Dunia akan menyebut kalian pencuri masa depan. Kalian tidak akan menjadi bagian mana pun. Kalian akan membusuk dalam kesendirian.”

Itu kutukan seorang regressor.

“Meski begitu, kalian tetap ingin regress?”

Ujian terakhir.

Para relawan menatap satu sama lain. Ada yang mundur. Ada yang tetap maju, menggenggam keyakinan.

Asuka Ren maju pertama. “Aku tahu semua tidak akan kembali. Tapi jika regress…” Ia menggenggam katana. “Setidaknya… aku bisa menyelamatkan world-line itu.”

Lalu satu per satu berdiri.

“Meski sakit ini sia-sia…”

“Walau cuma sekali, aku ingin menyelamatkan mereka…”

Mereka memilih masa lalu. Karena bagi mereka, masa lalu adalah satu-satunya masa kini.

Yoo Joonghyuk tahu.

⸢Mereka akan menyesal.⸥

Dia bisa mengatakan kata-kata yang pernah ia dengar…

⸢‘Kapten. Hidup di masa kini. Jangan tersesat di masa lalu.’⸥

⸢‘Semua itu hanya delusi.’⸥

Namun tidak ada yang bisa mengerti. Karena hanya ada satu orang yang tidak bisa hidup di masa kini.

“Mohon bawa kami, Supreme King.”

Dan karena dialah yang paling memahami mereka.

Seseorang pernah berkata padanya—

⸢‘Jangan pikir dengan membuang satu turn, turn berikutnya lebih baik. Bisa jadi turn yang kau buang adalah satu-satunya kesempatanmu melihat akhir sebagai manusia.’⸥

Yoo Joonghyuk menutup mata.

Bisakah ia menjawab Kim Dokja sekarang?

Ia tidak tahu.

Namun ia tahu satu hal.

⸢Ada yang rela membuang kemanusiaannya demi melihat sebuah cerita.⸥

Yoo Joonghyuk berdiri dan mengangkat suara.

“Kita berangkat. Panggil para Constellation.”

Ch 529: Epilogue 2 - Not found anywhere, IV

Lee Sookyung berdiri di hadapan bintang tergelap itu.

“Apakah kau akan pergi bersama kami?”

[Konstelasi, ‘Ratu Musim Semi Tergelap’, perlahan membuka matanya.]

Tempat Persephone beristirahat bukanlah Dunia Bawah. Itu karena jalur menuju rumahnya telah lenyap setelah <Star Stream> runtuh. Ia kini tinggal di ruang tamu khusus di Kompleks Industri. Setiap hari, ia menatap langit malam—seolah mencoba memahami Kisah tertua yang pernah ada.

[Fakta bahwa aku masih hidup… ini berarti bahwa ■■-ku setidaknya tidak berada di sini.]

Ia perlahan memalingkan kepala, matanya masih menyimpan sisa kehangatan. Kehangatan yang ditinggalkan oleh seseorang. Lee Sookyung tahu Kisah siapa itu.

[Kisah, ‘Janji Malam Tergelap’, sedang melanjutkan penuturannya.]

Itu berasal dari Raja Dunia Bawah, yang bersumpah berada di sisinya sampai akhir dunia. Dan sesuai janjinya, ia mati menggantikan Persephone di akhir dunia.

[Marilah kita pergi. Kita harus menyelamatkan anak itu.]

Jung Heewon mengetuk pintu usang ruangan tamu khusus Kompleks.

“Ada orang di rumah?”

Ia memutar kenop. Pintu terbuka tanpa hambatan. Yang menyambutnya pertama adalah sebuah figur holografik.

⸢⸢Kim Dokja, melarikan diri dari naga air!⸥⸥

Itu figur Kim Dokja saat ia kabur dari naga air. Dan bukan hanya figur—kalimat yang diucapkannya saat itu juga tampil di bawah hologram.

⸢“Baiklah, kalau begitu. Saatnya keluar.”⸥

Jung Heewon menatap pahatan 3D aneh itu dengan wajah bingung. Dan itu tidak sendirian.

⸢⸢Kim Dokja, menghancurkan Absolute Throne!⸥⸥

⸢⸢Kim Dokja, membebaskan Demon Realm!⸥⸥

“…Bahkan kamar Yoosung dan Gilyoung tidak seperti ini.”

Seolah sedang wisata museum, Jung Heewon memeriksa satu demi satu figur. mengikuti urutan tahun dan nomor skenario. Tanpa sadar ia mengingat hari-hari itu. Uriel pasti melihat Kim Dokja di setiap momen ini.

Di antara koleksi itu ada tentakel cumi-cumi di kaca display—versi “edisi terbatas.”

⸢⸢Tentakel terakhir Kim Dokja si Cumi (buatan Yangsan)⸥⸥

Ia menatap benda itu dengan bingung, lalu menyentuh kaca displaynya. Tapi begitu tangannya menyentuhnya, terdengar suara asli.

[Kalau kau menyentuh itu sembarangan, Uriel bakal marah besar.]

Sudah berapa lama? Seorang Archangel dengan wajah pucat duduk di meja dekat display. Tidak banyak orang mengenal dirinya sebagai Archangel lagi.

Seorang wanita yang tenang membalik halaman buku, tak menatap Jung Heewon meski ia yang bicara duluan. Jung Heewon menatap bulu mata panjang itu dan bertanya, “Gabriel. Apa kau tahu di mana Uriel?”

[Konstelasi, ‘Bunga Lili yang Mekar di Aquarius’, sedang menampakkan keberadaannya.]

Kekuatan sebuah Kisah menyebar seperti riak dari sosoknya. Sebuah kebanggaan terakhir seorang Archangel.

[Oh, Inkarnasi terakhir Eden.]

Gabriel menutup bukunya lembut, matanya berkilat. Ia sudah tahu alasan Jung Heewon datang.

[Aku pernah menyeberangi world-line. Dan itu pengalaman yang benar-benar memusingkan. Tapi apa yang ingin kalian lakukan melampaui itu. Kalian tidak akan selamat.]

“Itu cara Eden mengutuki orang?”

[Ini adalah kenyataanmu. Kau tidak boleh kabur darinya. Kau tidak mungkin serius mempertimbangkan untuk membalik akhir yang kalian raih setelah menjatuhkan <Star Stream>, bukan?]

“Kenyataan.” Berat kata itu sedikit menekan dada Jung Heewon. Tapi ia tidak menjawab. Ia menatap ruangan itu lagi. Ranjang susun milik Uriel dan Gabriel di sudut. Kata <EDEN> menempel di atasnya seperti poster.

⸢Nebula ‘Eden’ sudah berakhir. Tak ada yang bisa menyangkal itu.⸥

“Apa yang membuat ‘kenyataan’ bukanlah tempat atau lingkungan.”

Walau Eden telah berakhir, ada seseorang yang tetap menyebut ruangan ini sebagai Eden. Karena Archangel masih ada di sini.

⸢Meski hanya dua.⸥

“Eden-mu keren juga.”

Ketika Jung Heewon berbalik, Gabriel menatapnya dengan mata bergetar.

“Di mana Uriel?”

[…Di belakangmu.]

Jung Heewon menoleh. Uriel ada di sana.

Sepertinya baru pulang belanja cemilan. Tubuh mungil itu memeluk kantong besar penuh snack.

Mata zamrudnya membelalak kaget.

Jung Heewon menatap sponsor Konstelasinya lama.

Cahaya Archangel hampir tak terlihat. Sayapnya telah lama hilang. Pakaiannya berubah. Bukan gaun hitam favoritnya—kini memakai hoodie abu-abu dan celana training.

[H-Heewon-ah.]

Jung Heewon tahu lebih dari siapa pun alasan Uriel jadi seperti itu.

“Uriel.”

⸢Bukankah Uriel akan lebih bahagia tetap tinggal di sini, jujur saja?⸥

Uriel sang Archangel sudah menjalani skenario jauh lebih lama darinya. Apakah benar menariknya lagi ke neraka itu?

Tapi Jung Heewon tak berbicara. Dia mengepalkan tangan. Api kecil muncul.

[Hellfire].

Api paling murni di dunia ini—pemberian Konstelasinya.

Saat api menyala, cahaya itu memantul pada figur lain di ruangan. Figur yang memiliki wajahnya sendiri. Rupanya bukan hanya ‘Kim Dokja’ di ruangan ini.

Seolah terpikat, Jung Heewon mendekat dan menatap kaca itu. Di sana ia, memegang [Judge’s Sword] dan menyalakan [Hellfire] putih murni.

⸢⸢Satu-satunya Inkarnasiku⸥⸥

Jung Heewon menahan emosi yang mendesak. “Uriel.”

[Heewon-ah.]

Saat mendengar suara lembut itu, ia sadar. Sponsor-nya sudah tahu semuanya.

“Tolong—dukung aku menjalani hidup itu sekali lagi.”

Ia menoleh. Uriel tersenyum pilu. Seolah bertanya: benarkah ini baik? Dan Jung Heewon berlutut.

“Tolong… jadilah Konstelasiku sekali lagi.”

“Ke mana Black Flame Dragon bodoh itu? Flame Dragon~!”

“Jenderal-nim! Di mana kau, jenderal-nim??”

Suara Han Sooyoung dan Lee Jihye menggema saat mereka mencari Konstelasi mereka. Di tengah keramaian, Yoo Joonghyuk menatap adik kecilnya. Gadis itu cemberut, jelas marah. Ia menghela napas. “Kau lebih aman tinggal di sini.”

“…”

“Dunia ini sebentar lagi stabil. Dan dunia ini…”

“Tapi oppa tidak di sini.”

Itu kali pertama Yoo Mia bicara tanpa honorifik.

Yoo Joonghyuk hendak membalas, tapi kalimatnya berubah. “Kami akan kembali.”

“Kapan?”

“Setelah mencapai akhir world-line itu. Setelah menyelamatkan Kim Dokja.”

“Kapan itu?”

Yoo Joonghyuk tak bisa menjawab.

“Ini terlalu berbahaya. Aku tidak bisa membawamu.”

“Bohong.”

Aura transendental tersembur dari Yoo Mia. Status seorang Transcendent.

Yoo Mia mencapai Tahap Pertama dalam beberapa bulan saja. Transcendent termuda dalam sejarah.

“Kalau kau mau bilang itu sekarang, kenapa tidak melarangku berlatih dari awal? Aku latihan sama Gilyoung-oppa dan Yoosung-eonni, kan?”

“…”

“Tolong jujur, oppa.”

Yoo Joonghyuk menatap mata tanpa ragu itu. Lalu menutup matanya.

Mereka telah membuat rencana tanpa kehilangan siapa pun. Rencana sempurna. Tapi variabel akan selalu muncul. Yoo Mia dalam bahaya. Ia berlutut sedikit, menatap lurus ke mata adiknya.

“…Aku ingin kau ikut.”

Itu jawaban yang ia tunggu.

Tangan kecilnya menepuk kepala kakaknya.

“…Begitu kau regress, kami akan langsung mengejarmu.”

“Kalian sudah pasti mati tanpa aku di Capture the Flag.”

Yoo Mia membuka mulut lebar-lebar. Yoo Joonghyuk mengintip mulutnya, bersiap bicara dengan dahi berkerut—tapi lalu—

“Hey! Kami sudah ketemu semuanya!”

Han Sooyoung menyeret Black Flame Dragon dengan headlock, melambaikan tangan. Di belakangnya, Lee Jihye bergelantungan di lengan Maritime War God dan pendekar nomor satu Goryeo.

Yoo Joonghyuk mengerutkan dahi. “Lalu, monyetnya di mana?”

Han Sooyoung menggerakkan dagunya menunjuk ke atas.

[Konstelasi, ‘Most Ancient Liberator’, sedang bertingkah sok penting.]

Yoo Joonghyuk melirik ke langit. Great Sage tersenyum puas.

“Kapan kau datang?”

[Kalian lambat sekali. Kalau maknae-ku mati karena kelambananmu, aku cabik kalian satu-satu.]

Bahkan tanpa sistem, Myth tetap Myth. Great Sage bersinar kuat.

“Kalau kau menghalangiku, aku tidak akan ragu menebasmu.”


Great Sage tersenyum, gigi putih bersinar.

[Bagaimana kalau kita selesaikan duel kita di turn berikutnya? Mari lihat apakah kau bisa mendekati ‘Secretive Plotter’…]

“Oke, oke. Sudah siap semuanya?”

Suara Han Sooyoung membuat para Inkarnasi tegang.

Semua anggota <Kim Dokja’s Company> berkumpul:
Yoo Sangah, Jung Heewon, Lee Hyunsung, Shin Yoosung, Lee Gilyoung, Lee Jihye, Lee Seolhwa, Jang Hayoung. Ditambah Lee Sookyung dan Selena Kim.

Warga Kompleks mengantar mereka.

“Supreme King, ingat pesan kami.”

“Fei Hu, masa depan benua ada di pundakmu.”

“Ranvir Khan—”

Dan di antaranya, seekor Dokkaebi kecil melayang.

“Biyoo.”

Shin Yoosung spontan mengulurkan tangan. Biyoo tampak sedih.

⸢Biyoo tidak bisa ikut.⸥

Seperti anak Han Myungoh, Biyoo lahir setelah kehancuran. Ia tidak bisa jadi ‘storyteller’ di jalan mereka.

Biyoo bicara pelan.

[Jangan sedih. Di world-line mana pun kalian tiba, aku akan dukung. Aku Raja Dokkaebi, tahu. Kalau aku berlatih lebih keras, kalau aku buka warisan Wenny lebih jauh, aku mungkin bisa lintas world-line. Saat itu kita bertemu lagi.]

“Kami akan menunggu. Meski puluhan ribu tahun.”

“Baat!”

Kembang api raksasa meledak di langit Kompleks.

“Kita berangkat.”

[Stigma, ‘Group Regression Lv.1’, diaktifkan!]

Akhirnya regression dimulai. Cahaya menyelimuti mereka.

“Kalian bajingan!! Tidak jemput aku…!!”

Gong Pildu berlari dan melompat masuk cahaya.

Kwa-kwakwakwakwa!!

Dunia pecah.

Mereka menggenggam tangan satu sama lain. Senyum Biyoo memudar.

Apakah mereka bisa bertemu lagi?

Rasa sakit jiwa pecah menghantam. Shin Yoosung menggigit bibir.

⸢Yoo Joonghyuk selalu melewati ini sendirian.⸥

Kini tidak lagi.

Shin Yoosung merasakan dirinya melesat di galaksi. Latar menjauh cepat. World-line lain bersinar. Outer Gods memanggil mereka dari abu kisah-kisah yang dilupakan.

【Aaaaaaaah】

【Kesinikesinikesinikesini】

Han Sooyoung menggenggam tangan Yoosung erat. “Jangan hilang fokus kalau tak mau terseret.”

Yoosung menoleh ke Outer Gods yang menjauh. Kim Dokja menyelamatkan Outer Gods di turn terakhir. Memberikan nama pada Kisah-kisah yang dilupakan. Tapi masih ada begitu banyak yang ditinggalkan.

“Kita bukan Kim Dokja. Kita tak bisa selamatkan semuanya.”

Semua tahu itu.

⸢Saat ini mereka terlalu terburu-buru menyelamatkan satu dunia.⸥

…Tapi suatu hari nanti.

⸢Kisah yang tak menemukan akhir mengalir ke suatu tempat.⸥

Outer Gods berubah kembali menjadi galaksi indah. Setiap tragedi terlihat indah dari jauh.

“Hey! Bukankah ini kelamaan? Kita beneran ke arah yang bener—”

BRUUAAAK—!!

Suara buku disobek mengguncang.

[World-line mendeteksi aktivasi 'Group Regression'!]

[<Star Stream> menunjukkan Probabilitas Stigma terkait!]

[Stigma ini melampaui batas Probabilitas!]

Ada yang salah.

Tsu-chuchuchuchut—!

Pandangan ditelan gelap. Saat membuka mata, Han Sooyoung berdiri di dataran putih bagaikan salju menyilaukan.

“…Apa-apaan ini?! Di mana aku??”

Tak ada rekan. Hanya Yoo Joonghyuk dengan wajah bodoh.

“…World-line bertaut,” kata Yoo Joonghyuk.

“Apa lagi itu?! Bukannya semua persiapan lengkap?!”

“Kita sudah mempersiapkan. Dan sisanya.. sepertinya mereka tiba di turn 1865 dengan selamat. Hanya kita yang tersesat.”

“Dan ini di mana?”

“…Sepertinya di celah antar world-line.”

Han Sooyoung melihat sekeliling.

Bangunan hitam raksasa melayang melintasi padang putih.

“Tunggu. Aku kumpulkan Stories lalu reaktifkan Stigma,” kata Yoo Joonghyuk.

“Berapa lama? Buruan! Kalau telat semua rencana hancur!”

Yoo Joonghyuk diam, fokus.

Han Sooyoung berdiri, menyentuh struktur hitam terdekat. Butiran seperti grafit menempel di tangannya.

“Apa ini…”

Bentuk struktur tergambar di benaknya.

⸢ㅁ⸥

Ia yakin. Struktur itu seperti itu. Lalu yang berikutnya…

⸢ㅓ⸥

Dingin menjalari tulang belakang. Ia membaca satu per satu. Hingga membentuk kalimat lengkap—

⸢The Omniscient Reader's Viewpoint⸥

Ch 530: Epilogue 2 - Not found anywhere, V

Omniscient Reader's Viewpoint.

Han Sooyoung menyipitkan mata setelah melihat frasa itu. “…Bukankah itu nama skill Kim Dokja?”

Kenapa hal semacam itu terukir di celah antara world-line?

Kata-kata itu berlanjut.

⸢Aku pikir ini tak terhindarkan. Dan alasan kenapa aku menerima tindakan ibuku pasti juga karena ini.⸥

⸢Alasan kenapa aku tiba-tiba mulai menulis esai…⸥

⸢Alasan kenapa aku harus menjadi anak dari seorang pembunuh…⸥

Kata-kata ini bergerak menuju suatu arah dengan kecepatan yang konstan. Kalimat-kalimat itu mengalir lancar dari masa lalu menuju masa depan. Saat itulah Han Sooyoung menyadari sesuatu.

‘Regression’ adalah tindakan bercabang menuju world-line baru dari satu titik tertentu sambil kembali ke belakang di world-line yang sedang mereka jalani.

Jadi, apa yang terjadi jika mereka terjebak di celah seperti ini ketika sedang kembali ke world-line? Jika memang itu yang terjadi, maka titik waktu di mana kalimat-kalimat ini bisa dibaca pasti adalah…

“Hei, Yoo Joonghyuk! Ini…!”

Saat ia menoleh, ia sadar Yoo Joonghyuk juga sedang menatap “sesuatu.”

Boom, ka-boooom—!

Padang salju itu bergetar.

Seseorang sedang menghantam celah world-line tempat mereka terjebak.

⸢“Keluarkan dia! Aku bilang, keluarkan dia, sekarang!!”⸥

⸢Kim Dokja sedang menangis.⸥

Situasi ini… mungkinkah…?

⸢Aku mulai menghantam dinding itu dengan gila-gilaan.⸥
⸢Bulu kudukku berdiri. Untuk berpikir bahwa segalanya akan menjadi cerita. Untuk berpikir bahwa setiap tindakan yang kami ambil dan setiap kata yang kami ucapkan akan menjadi skenario dan berubah menjadi kalimat di dinding itu.⸥

⸢“Diam! Ini perasaanku!”⸥

Ia tak bisa melihat wajahnya. Tapi Han Sooyoung tahu cukup dengan membaca kalimat-kalimat itu. Kim Dokja menulis kata-kata ini—Kim Dokja sedang berjuang di suatu tempat, di masa lalu turn ke-3 Ways of Survival.

⸢Kim Dokja ingin tahu. Apa yang harus ia lakukan? Apa yang harus ia lakukan untuk menghancurkan dinding ini? Apakah ini harga dari membaca Ways of Survival? Apakah realitasku menjadi novel karena aku membaca novel itu?⸥

Saat membaca kalimat-kalimat itu, Han Sooyoung yakin sepenuhnya.

“Itu saat di [Dark Castle],” gumam Han Sooyoung.

“…Dark Castle?”

“Ini kejadian tepat setelah Kim Dokja melawan ‘Devourer of Dreams’. Dia pernah cerita padaku. Dia terjebak di dalam skill-nya sendiri, dan…”

Sebelum skenario terakhir, Han Sooyoung sempat bicara semalaman dengan Kim Dokja. Mereka membahas rencana ke depan, dan juga masa lalu. Hal-hal yang tak sempat diselesaikan mungkin bisa menjadi petunjuk masa depan.

—Sekarang kupikir lagi, waktu itu memang terasa aneh. Ada seseorang memanggilku, tapi… Kalau bukan karena suara itu, mungkin aku sudah celaka di sana.

“Hey, Kim Dokja!!”

“Han Sooyoung, jangan buang waktu. Ini hanya sejarah yang tercatat.”

‘Celah’ harus tetap sebagai celah. Baru sisanya bisa eksis bukan sebagai celah.

Namun, fakta bahwa kalimat-kalimat masih ada di tempat seperti ini… bukankah itu berarti ada Kisah yang belum mereka baca?


Han Sooyoung meraih huruf-huruf raksasa itu lagi. Butiran hitam kembali menodai tangannya.

Tapi kali ini bukan serbuk grafit. Itu partikel-partikel hitam kecil, sangat halus—terbuat dari angka satu dan nol.

Han Sooyoung menggenggam kata-kata itu lebih keras lagi.

Jika ini Kisah yang tercatat… bukankah mungkin untuk mengubah catatan itu?

[Story baru Inkarnasi, ‘Han Sooyoung’, sedang bangkit!]

Tsu-chuchuchuchut—!

Hujan percikan energi menyalak, menyerang seluruh tubuhnya. Seolah semua kalimat di dunia sedang menatapnya tajam.

Yoo Joonghyuk berteriak. “Bodoh—Sekarang bukan saatnya…!”

[Kisah, ‘Revision Specialist’, mulai menutur!]

Tsu-chuchuchuchut—!

“Hey! Sadarlah!”

Saat menggenggam kalimat itu, hidup yang terkandung di dalamnya mengalir padanya. Hidup Kim Dokja. Hidup yang dijalani untuk menulis kalimat itu di [Final Wall].

Han Sooyoung berteriak pada Kim Dokja yang sedang bergulat dengan [The Fourth Wall]. “Ini skill-mu! Jangan sampai kau ditelan skill-mu sendiri!”

Seolah sedang “mengedit,” ia menggenggam dan mengguncang seluruh kalimat itu. Mungkin ia salah. Mungkin Kim Dokja mampu melewati bahaya ini sendiri. Mungkin suaranya takkan pernah sampai.

Namun tetap, Han Sooyoung meninggalkan kalimatnya sendiri di [Wall].

Tsu-chuchuchuchut—!

Karena mungkin—mungkin saja—seseorang di balik dinding akan mendengar.

“Han Sooyoung, regression-nya mulai lagi!”

“Tutup mulut! Hey kau juga! Cepat bilang sesuatu!”

Sosok Han Sooyoung dan Yoo Joonghyuk mulai larut kembali dalam cahaya. Sebelum hilang sepenuhnya, Yoo Joonghyuk yang mengernyit sempat bicara.

“Batalkan skill-mu, Kim Dokja.”

Yoo Sangah mengedip perlahan.

Cahaya lembut masih mengelilinginya. Monitor di depan bergoyang ringan—menampilkan file personalia yang barusan ia lihat.

“…Ah.”

Semua terasa tak nyata. Ia berkedip lagi—merasakan tubuhnya yang rapuh, tanpa berkah sistem, tanpa skill dan Stigmata. Tubuh manusia.

Ia benar-benar kembali.

Hal-hal yang harus ia lakukan muncul di kepalanya. Konfirmasi titik awal regresi. Coba hubungi rekan-rekan lewat jalur darurat. Lalu…

Ia berdiri mendadak, menarik perhatian orang-orang. Nama-nama lama muncul di kepala: Deputi Kim Min-Woo, Kepala Bagian Jang Eun-Yeong, dan…

“Hahaha, jadi bagaimana HR? Sangah-ssi, kau suka di sini?”

Pria yang berjalan mendekat dengan gaya menantang—Direktur Eksekutif Kang Yeong-Hyeon. Dan yang mengekor patuh… Kepala Keuangan, Han Myungoh. Senyum gugupnya hampir sama seperti dulu, tapi ini bukan Han Myungoh yang ia kenal empat tahun ini. Yang ia kenal tidak masuk regression ini.

“Yoo Sangah-ssi, penjualan yang kau…”

Tanpa bicara, dia langsung berlari. Melewati Direktur Kang, menuju koridor. Realitasnya kembali kabur.

Apakah ia benar-benar berhasil regression?

Dunia familiar berlalu di hadapannya.

Dulu ia datang pagi tepat waktu, pulang tepat waktu. Begitulah aturannya. Dan ia mematuhinya.

“Hey! Yoo Sangah-ssi!”

ID bersinar di dadanya—dulu ia berjuang keras mendapatkannya. Sebagai bukti nilai dirinya.

Ia sampai di kantor tim QA, terengah.

“Eh? Yoo Sangah-ssi?”

Ponselnya bergetar terus—pesan marah karena ia pergi tiba-tiba. Suara teriakan mengejarnya.

Yoo Sangah melangkah mendekati satu bilik, selangkah demi selangkah.

⸢Orang yang ia ingat—ada di sana.⸥

Seorang pria dengan headphone, menatap heran.

Baterai cadangan selalu terpasang di sudut meja.

Di situlah ‘Kim Dokja’ yang ia ingat duduk.

Kim Dokja sebelum skenario.

Tanpa sadar, ia meraih wajahnya dan mencubit kedua pipinya.

“Uht—??”

Mata Kim Dokja membelalak. Orang-orang mulai berbisik, tapi suara yang ia dengar bukan dari mereka.

⸢“Yoo Sangah, kenapa kau sedingin itu? Sama seperti bahwa ‘Kim Dokja’ ini adalah Kim Dokja, ‘Kim Dokja yang tertinggal’ juga Kim Dokja, kau tahu. Kau adalah…”⸥

Suara Han Sooyoung mengisi benaknya.

Kenapa dulu ia bersikap dingin?

“Dokja-ssi.”

Kini ia tahu. Dengan wajah bingung itu… bagaimana mungkin ia tidak tahu?

⸢“Sooyoung-ah. Aku juga punya kenangan yang berharga.”⸥

Ia bukan ‘penulis’ seperti Han Sooyoung.
Bukan ‘protagonis’ seperti Yoo Joonghyuk.

Ia adalah Yoo Sangah. Kolega Kim Dokja. Temannya.

Air mata memenuhi matanya, tapi ia tersenyum.

⸢Ia kembali untuk melindungi Kim Dokja ini.⸥

Ada cahaya kecil muncul di mata Kim Dokja, perlahan. Dan ketika kilatan kesadaran itu muncul—

“Yuk kita cari kembali kisah yang kau lupakan.”

Yoo Sangah membawa Kim Dokja keluar kantor. Bahkan sambil berlari, ia berteriak:

“Ini belum terlambat, tolong keluar kantor dan tangkap jangkrik setidaknya sekali!”

Mereka tiba di Stasiun Gwanghwamun. Jung Heewon, yang tiba duluan, melambai di bawah patung Raja Sejong dan Laksamana Yi Sun-shin.

“Yoo Sangah-ssi!”

Mereka berpelukan erat.

“Dokja-ssi kenapa?”

“…Memorinya tidak stabil. Ia bingung membedakan realitas.”

Karena ia masih ‘Avatar’.

“Apa kabar Joonghyuk-ssi dan Sooyoung-ssi?” tanya Yoo Sangah.

“Belum bisa kontak. Joonghyuk-ssi mungkin baik-baik saja, tapi Sooyoung-ssi tipe yang bakal pinjam ponsel orang kalau perlu, jadi…”

Sudah beberapa jam sejak regression.

“…Saat ini, kemungkinan ada masalah.”

“Yang lain?”

“Gilyoung ada di kampung. Yoosung dan Jihye bilang mereka telat sedikit. Hyunsung-ssi…”

“Haahh! Heewon-ssi! Sangah-ssi!!”

Seekor beruang raksasa berlari—mengenakan seragam militer.

“Eh? Bukannya kau bilang tidak dapat keluar?”

“Aku kabur dari markas.”

“…Boleh begitu?”

“Dunia mau kiamat. Tidak masalah.”

“Itu masih lama sedikit.”

Jung Heewon menunjukkan ponselnya.

⸢D-28 sampai skenario dimulai.⸥

Lee Hyunsung menegang. “Bukannya kita tujuan sehari sebelum skenario?”

“Ini lebih baik. Kita punya lebih banyak waktu untuk persiapan.”

Vrrr—

Chat room mulai ramai.

– Fei Hu tiba. Banyak debu halus…
– Ranvir Khan hadir. Baunya nostalgia…
– Asuka Ren melapor. Plafon familiar. (`・ω・´)

100 Inkarnasi terkuat dari world-line sebelumnya mulai berkumpul.

Mereka saling mengangguk.

“Ayo mulai operasinya.”

⸢D-21⸥

– Surat perintah penangkapan untuk Letnan Lee…
– Teori kiamat menyebar di internet…

⸢D-14⸥

– Teori kiamat tidak mereda…
– Selena Kim menyerukan persiapan…

⸢D-7⸥

– Ampul mikroba dicuri…
– Anak-anak mengumpulkan telur kodok…

⸢D-1⸥

– Satu hari sampai “hari kiamat” ramalan Selena Kim…

⸢D-DAY⸥

Lee Seolhwa menggenggam ampul kecil.

– Serangga hidup atau telurnya di dalam ampul.
– Untuk menyelamatkan sebanyak mungkin orang, kita bahkan membocorkan lokasi ampul darurat.
– Sekarang, semoga beruntung.

⸢4 jam sebelum kiamat⸥

– New Delhi siap.
– Beijing siap.
– Washington siap.

⸢1 jam sebelum⸥

– Seoul siap.

⸢10 menit sebelum⸥

– Tim Shin Yoosung & Lee Gilyoung di Jalur 3, Stasiun Apgujeong.

Kereta mendekat. Shin Yoosung bertanya, “Ini bakal berhasil, kan?”

“Jelas. Telur kodokmu berapa?”

“102. Kau?”

“524.”

Yoosung menatap botol PET Gilyoung. “Hei! Kalau kau rakus begitu, orang lain…?!”

“Ah, mereka punya ampul, santai saja. Kalau mau lebih kuat dari bajingan jelaga itu, aku harus kaya modal dari awal! Dengan ini aku—!”

Seseorang tiba-tiba merampas botol itu.

“Itu kau, bajingan jelaga!”

“Ahjussi Joonghyuk? Kapan datang?!”

“Barusan. Ada masalah dengan Stigma.”

Yoo Joonghyuk mengantongi botol itu.

“Apa kabar Kim Dokja?”

“Seolhwa-eonni menjaganya. Karena skenario belum mulai, tadi sempat sadar, tapi sekarang pingsan lagi.”

“Persiapan operasi?”

“Semua siap.”

Yoosung memberi ponsel cadangan pada Yoo Joonghyuk.

Gilyoung mendengus dan mengeluarkan botol lain. “Sudah kuduga kau rampas, jadi aku siapkan cadangan!”

⸢6:55 PM⸥

Kereta datang. Mereka naik. Bau Jalur 3 sama seperti dulu. Penumpang santai, seolah dunia tidak akan kiamat.

Gilyoung mendecak. “…Tapi, skenario beneran mulai?”

Ia menatap Yoo Joonghyuk gelisah.

“Itu akan dimulai. 1864 kali sebelumnya, selalu dimulai.”

Ia menatap jam.

3 menit.
2 menit.
1 menit.

⸢7:00 PM⸥

Ciiit—!

Kereta berhenti mendadak. Gelap total. Teriakan panik.

Hanya tiga orang tersenyum lega.

Dalam gelap, suara Yoo Joonghyuk terdengar jelas.

“Operasi <Capture the Squid>, dimulai.”

Ch 531: Epilogue 2 - Not found anywhere, VI

⸢Sekali lagi, satu jam sebelum kiamat.⸥

"…Sialan, di mana aku sekarang?"

Han Sooyoung memegangi kepalanya yang berputar dan cepat-cepat memindai sekitar. Hal terakhir yang ia lihat adalah siluet Yoo Joonghyuk menghilang dalam pancuran cahaya. Ia segera mengecek tubuhnya sendiri.

Berhasil.

Lengannya jauh lebih kurus, otot-ototnya kehilangan kelenturan.

Ia tak dapat merasakan satu pun Story yang ia kumpulkan, skill yang ia latih, atau bahkan Stigma-nya.

Namun itu bukan masalah. Mereka sudah merencanakan apa yang akan dilakukan ketika skenario dimulai lagi. Tidak, masalah sesungguhnya adalah…

"Sial, waktuku tidak banyak."

Baterai ponselnya hampir habis, dan ia tak bisa memastikan keadaan para rekannya sekarang. Di tengah kesialan, beruntung ia masih sempat mengunduh lokasi para rekannya dari chat room barusan.

"…Dasar anak-anak ini, mereka melakukannya lumayan juga tanpa aku."

Hanya perlu melihat sekilas untuk mengetahui posisi mereka dalam rencana. Tentu saja, karena ia sendiri ketua operasi ini.

Namun, mata Han Sooyoung tiba-tiba gemetar melihat peta lokasi para anggota.

"Dasar idiot…"

Ia mendongak menatap sekeliling.

Waktunya sempit, tapi masih cukup.


⸢30 menit sebelum kiamat.⸥

Pandangan kosong Lee Jihye ke arah jam tiba-tiba tertutup oleh kepala berambut hitam.

"Hei, tukang nangis. Kau mau ikut kelas malam lagi hari ini?"

"T-tidak. Uh… ng."

Sudah 28 hari sejak regression, tapi ia masih belum terbiasa dengan panggilan itu.

Tukang nangis.

Kapan terakhir kali ia dipanggil begitu?

Dulu ia punya julukan-julukan lain. Dan sekarang—iya, ia benar-benar kembali ke masa itu.

"Serius? Aku cuma nanya. Kenapa tiba-tiba begitu?"

Mata gadis itu melengkung manis.

Selama empat tahun ini, Lee Jihye tak pernah lupa mata itu. Mata milik gadis pucat sedikit lebih pendek darinya. Kancing seragamnya kurang satu. Nama di name tag-nya sudah agak pudar.

⸢Saat gadis itu membuka mata, iris memerah itu akan menatapnya kembali.⸥

Tangan kanan Lee Jihye yang bergetar mencengkeram celana olahraga.

⸢"Jihye-yah, semuanya akan baik-baik saja."⸥

Lee Jihye menahan gemetar tangannya sendiri.

⸢"Kau harus hidup."⸥

"Lee Jihye?"

Tangan gadis itu terulur. Lee Jihye tersentak menghindar, hampir seperti kejang.

"…Ah, maaf. Tadi kau bilang apa?" tanyanya buru-buru.

"Kau baik-baik saja?"

"Iya, aku baik-baik saja."

"Mau kabur bareng jam tujuh nanti?"

"KITA TIDAK BOLEH!!"

Lee Jihye berdiri refleks dan menjerit. Sontak kelas menoleh padanya. Ia buru-buru duduk.

"Kita… kita akan naik kelas sebentar lagi. Harus belajar serius."

"…Kau yakin tidak sakit, tukang nangis?"


⸢20 menit sebelum kiamat.⸥

Bel masuk kelas malam berbunyi. Lee Jihye mengeluarkan kotak kecil dari sakunya.

"Bo-Ri-yah. Ini."

"Apa itu?"

Temannya mengulurkan tangan melihat kotak itu. Tapi sebelum memberikannya, Lee Jihye menatapnya tegas.

"Jangan buka sekarang. Oke? Buka tepat sepuluh menit sebelum jam tujuh. Mengerti?"

"Kau nggak… kayak… taruh serangga di situ kan? Kau tahu jantungku lemah…"

Lee Jihye menegang. "…Tidak. Jangan khawatir. Aku pastikan kau tidak akan mati."

Ia menaruh kotak itu, lalu berdiri. Ia mengambil pedang panjang tersembunyi di belakang loker kelas. Temannya melihatnya dengan bingung.

"…Kau mau ke mana?"

"Kamar mandi."

Ia keluar. Tepat di saat itu guru etikanya datang.

"Lee Jihye? Apa yang kau lakukan? Masuk kelas! Kelas malam sudah—dan itu apa di belakangmu—"

"Seonsaengnim, Anda piket hari ini kan?"

Guru berkacamata tipis itu tertegun.

"Jangan lupa buka loker nomor 2 di ruang guru nanti!"

Guru itu mencoba menahan bahunya—tapi gagal.

"Eh? Kau—kenapa kau sekuat… Hei! Lee Jihye!!"

Jihye lari. Turun tangga, masuk ruang guru, mencuri kunci ruang siaran. Lalu berlari ke lantai tiga. Jantungnya menghantam dada.

⸢Skenario di ‘Taepung Girls’ High’ dimulai beberapa menit lebih cepat.⸥

Itulah kenapa ia ditempatkan di sini.

Ia membuka pintu ruang siaran. Ruang itu seperti mimpi masa lalu. Peralatan canggih, sistem siaran darurat seluruh area.

Sementara suara guru mencari-cari dari bawah, ia memasang power darurat dan menyiapkan sistem siaran.

Saat kabel-kabel tersambung, memori lamanya ikut tersambung.

Ia pernah bekerja di sini. Memutar musik favorit saat jam makan siang.

⸢Sampai kiamat datang.⸥

Melihat teman-temannya yang masih hidup, ia sadar lagi. Hari itu, hanya dia yang selamat.

"…Lee Jihye."

Ia terlonjak.

"Sooyoung eonni?"

Han Sooyoung muncul dari gelap, menatap Jihye dalam-dalam. "Wajahmu kelihatan payah."

"Aku baik-baik saja." Jihye menelan napas. "Skenarionya akan mulai, kan? Kalau tidak, aku diskors besok."

"Akan mulai. Tapi kau tidak harus mulai dari sini. Pergi bantu lokasi lain. Biar aku yang urus tempat ini."

"Tidak. Aku harus mulai di sini." Jihye tersenyum kecil. "Karena di sinilah ‘wounded sword demon’ lahir."

Ia menarik napas.

Peralatan siap.


⸢Sepuluh menit sebelum kiamat.⸥

Dan kemudian, itu dimulai.

‘Ku-gugugu—’
Dunia bergeming. Langit seperti kain yang disobek.

[Oh, oh? Channel di sini terbuka lebih cepat dari jadwal. Cek, cek? Bisa dengar?]

Jihye menatap Han Sooyoung. Tatapan mereka bertemu. Mereka hidup hanya untuk momen ini.

[Kalian tidak perlu panik. Ini bukan syuting film. Bukan teror. Bukan mimpi. Kalian—]

Suara Dokkaebi yang ia benci terdengar.

Teriakan pecah di seluruh kelas.

[Main Scenario #1 – Bukti Nilai dimulai.]

Itu sinyal Operasi berjalan.

—Siaraaan darurat dimulai sekarang.

Suara Lee Jihye keluar dari speaker.

—Semua dengarkan aku. Yang di kelas, buka lemari alat kebersihan. Guru, buka loker nomor 2! Cepat!

Ia tahu, rekannya di luar sana pasti membuat ekspresi yang sama.

—Kalian tidak perlu membunuh satu sama lain. Setidaknya kali ini, tidak perlu.

Jihye memikirkan semua rekan.

⸢“…Aku ingin memilih apa yang kubunuh.”⸥
Shin Yoosung tak akan membunuh anak anjing.

⸢“Aku akan menyelamatkan eomma tantenku.”⸥
Lee Gilyoung akan menolongnya.

⸢“Daripada kembali wajib militer, lebih baik aku mati.”⸥
Lee Hyunsung kabur dari militer.

⸢“Aku ingin menyelamatkan halmeoni itu.”⸥
Yoo Sangah akan menyelamatkannya kali ini.

⸢“Probability hanya memberi satu kesempatan. ‘Group Regression’ tidak bisa dilakukan dua kali.”⸥
Dan Yoo Joonghyuk tidak akan regression lagi.

Akhirnya…

⸢“Dalam turn ini, aku tidak akan jadi ‘wounded sword demon’.”⸥

—Sudah dapat semuanya?

Seperti dulu Kim Dokja melempar jangkrik—

—Sekarang, banting benda itu sekuatnya!

Jihye menghancurkan ampulnya.

[Anda membunuh 133 makhluk hidup.]
[Telur katak 133.]
[Poin dikurangi separuh.]
[6650 Coin diperoleh.]

[Main Scenario #1 selesai.]

⸢Sekali lagi, mereka menciptakan cerita yang tak ada di mana pun.⸥

Dokkaebi muncul terlambat.

[Apa ini?! Bagaimana kalian…!]

Lalu badai Probability menghajar seluruh skenario.

Tsu-chuchuchuchut—!

[Dokkaebi-nim!! Ini salah paham! Direktur! Tidaa— Bukan salahku— Inventaris Biro— Uwaaaa!]

Channel bubar. Dokkaebi lenyap.

⸢7:00 PM⸥

Itu permulaan.

Langit Seoul merekah.

⸢Jalur 3 Subway.⸥
“Tenang! Pecahkan ampulnya—cepat!”

⸢Gwanghwamun.⸥
“Jangan panik! Pecahkan botol itu!”

⸢Rumah sakit.⸥
“Siapa belum dapat ampul?!”

Kekacauan suci terjadi serentak di seluruh Seoul.

[Prestasi tak masuk akal terjadi bersamaan!]
[Coin tersedot dari Biro!]
[<Star Stream> gemetar!]

Koin meledak di udara seperti kembang api kiamat.

Han Sooyoung menatap langit.
Jihye juga.

Seolah mencari seseorang di balik para bintang.

"Ayo kita selamatkan ahjussi."

Operasi dimulai.


Dengan napas memburu, aku sadar kembali.

⸢Entah berapa lama telah berlalu.⸥

Aku mencoba menggerakkan tubuh. Tangan, kaki—semuanya berbeda.

⸢Kim Dokja kau jadi kecil sekali⸥

Aku tersenyum pahit melihat tangan mengecil.

"…Sudah berapa regression yang kulihat?"

⸢Tu rn ke-7 8 6⸥

Aku tak tahu membaca dengan seluruh jiwa bisa semenyiksa ini.

Setiap regression Yoo Joonghyuk, aku juga menjalani.

Turn kedua. Ketiga. Keempat. Kelima…

⸢Itulah takdir dari ‘Oldest Dream’.⸥


Aku membaca. Lagi. Dan lagi.
Pilihan menciptakan world-line. Dunia-dunia terus muncul dan hancur.

⸢Kim Dokja membaca dunia seperti berjalan di pantai jauh.⸥

Ombak Story datang dan pergi.
Setiap ombak, sesuatu hilang dariku.

Aku melihat jejak kaki sendiri—yang segera tersapu.

Dan aku berjalan lagi.

Ketika tersadar sedang lupa, aku memikirkan turn tempatku berasal. Kebahagiaan orang-orang di sana.

Kalau aku—

"…Eh?"

Tanganku bergetar.

Aku tak bisa mengingat nomor turn-ku.
Aku menoleh ke belakang—yang kulihat hanyalah masa lalu Yoo Joonghyuk.

⸢Yang tersisa di akhir hanyalah keinginan melihat ‘kisah berikutnya’.⸥

Tanganku kecil sekali.

Akhir dari perjalanan panjang ini… apa?

⸢Kim Dokja mengingat 'Oldest Dream' yang ia lihat di Final Scenario.⸥

Apakah aku akan menjadi itu?

Hilang memori, menjadi gumpalan kesadaran tanpa akhir?

⸢Dia tidak mau jadi begitu.⸥

Aku harus berpikir. Mengingat.

Tanganku menggenggam ponsel. Kebiasaan lama.

Layar hitam memantulkan wajahku.

Aku menenun Story kecil, menyalakan ponsel.

Wallpaper muncul. Dan file itu.

— Three Ways to Survive in a Ruined World (final version).txt

Sampai sekarang aku menolak membacanya.

Karena aku takut. Takut masa depan rekanku terkunci oleh tulisan orang lain.

⸢Tapi sekarang… tak apa, kan?⸥

Kisah <Perusahaan Kim Dokja> sudah berakhir. Nasibku sudah ditetapkan.

⸢Kalau kubaca ini, mungkin aku bisa mengingat semuanya.⸥

Aku masih tak tahu siapa tls123.

Apa yang ia tulis di versi final?
Akhir macam apa?
Di mana kisah ini seharusnya selesai?

Aku menarik napas, menyentuh file itu.

Seperti hari ketika semuanya dimulai.

⸢Dan demikian, sesi membaca terakhir Kim Dokja dimulai.⸥


 

Nunaaluuu Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review