Minggu, 02 November 2025

Epilogue 3 - Author's words

Ch 532: Epilogue 3 - Author's words, I

Ibu jariku perlahan terulur dan menyentuh layar dingin itu.

Tepat saat itu, sesuatu seperti percikan listrik menari di atas permukaan display.

[Ada file baru yang diunduh.]

– Three Ways to Survive in a Ruined World (final revised version).txt

Dalam waktu sesingkat itu, nama filenya berubah.

…‘Final revised version’?

Aku mengklik file itu nyaris tanpa sadar.

Namun… kenapa begini? File itu sudah tergulir hampir ke bagian paling bawah sejak awal. Seolah revisinya baru selesai beberapa saat lalu. Tanpa berpikir panjang, aku menggulir lebih jauh lagi.

Apakah ‘epilog’ dari ‘Ways of Survival’ sudah ditambahkan? Bagian yang dulu tak sempat kubaca?

File itu berlanjut tepat dari titik novel aslinya berakhir. Sebuah cerita yang belum pernah kulihat.

Tanpa sadar, aku membacanya lantang.


Epilog 3. Kata-kata Penulis

Setiap turn regression memiliki akhir mereka sendiri.

Turn ke-1863 juga sama.

[Anda telah menyelesaikan semua skenario dari <Star Stream>.]

Dia berhasil. Tak terhitung kalimat melintas di kepalanya saat melihat pesan itu.

Sang ‘Raja Dokkaebi’ terkapar di tanah, dan para rekan turn 1863 yang ia pimpin berkumpul di sekitarnya.

"Kapten! Kita menang!!"

Kim Namwoon tersedu-sedu tanpa henti. Hanya ketika melihat Lee Hyunsung mendekat menopangnya, barulah realita menyusup—mereka benar-benar telah melakukannya.

⸢Inilah akhir dari turn 1863.⸥

Pertarungan panjang. Amat panjang.

Sejak dirinya dari turn ke-3 tiba-tiba terseret ke turn ke-1863, hingga hari ia menyaksikan akhir dunia ini.

Ia hampir menyerah berkali-kali. Namun ia bertahan, karena kata-kata si bodoh itu.

⸢"Masuk ke skenario berikutnya lebih baik daripada tidur selamanya."⸥

Bodoh itu—yang juga datang dari turn ke-3 bersamanya.

Pria yang memakai mantel yang sama, dan memegang senjata yang sama.

⸢"Apocalypse Dragon bebas bukan berarti semuanya selesai. Kau juga tahu kan?"⸥

Bodoh yang menghancurkan rencananya, melepaskan Apocalypse Dragon, dan bahkan berhasil mengusir Yoo Joonghyuk dari skenario.

Ia masih dapat mengingat semuanya hanya dengan memejamkan mata: sosok ‘Karakter’ yang mematahkan ceritanya sendiri dan meraih kebebasan…

"Kapten, kita menang. Kita benar-benar menang!"

Lee Hyunsung hampir tak bisa menyembunyikan kegembiraannya. Han Sooyoung mematikan rokok di tangannya.

"Amankan semua orang, kembali ke markas."

"Lalu kapten…?"

"Aku menyusul setelah habis satu batang lagi. Pergilah dulu."

"…Tidak bisa!"

Dasar lamban—kenapa justru kali ini kau cepat paham?

Han Sooyoung menatap Malaikat Agung di sebelah Hyunsung. "Jophiel."

Panglima Red Cosmos, Jophiel—yang datang ke world-line ini bersama si bodoh itu.

[Baik. Ayo pergi, perisai daging.]

"Tunggu, kapten—!"

Sambil menyalakan rokok terakhirnya, Han Sooyoung menyaksikan rekan-rekannya kembali ke Bumi. Sosok-sosok dari ‘Ways of Survival’ makin menjauh, meneteskan air mata bahagia setelah menuntaskan semua skenario.

Jophiel mengepakkan sayapnya yang megah, lalu melirik Han Sooyoung.

– Apa kau benar-benar mau pergi sendirian?

Alih-alih menjawab, Han Sooyoung hanya melambai pelan dengan bara rokoknya.

Begitu semua menghilang, ia menoleh.

⸢Final Wall.⸥

Dinding yang menutup akhir world-line ini. Sang penulis segalanya di dalam semesta ini.

Han Sooyoung sudah tahu dinding ini, dan ia tahu cara membukanya. Ia sempat melihat sedikit gambarnya ketika terhubung ke Han Sooyoung turn ke-3. Dan lebih penting lagi—info yang ia dapat dari Kim Dokja ketika dia mengunjungi world-line ini memberikan kunci terakhir.

[‘Wall that Decides Samsara’ menemukan posisinya.]

Ia memasang pecahan dinding yang sudah dikumpulkannya.

[‘Wall that Divides the Good and Evil’ menemukan posisinya.]

[‘Wall of Impossible Communication’ menemukan posisinya.]

Namun satu fragmen masih kurang.

Satu-satunya yang memilikinya: [The Fourth Wall].

Han Sooyoung menatap telapak tangannya. Lalu menempelkannya ke slot terakhir.

[Story, ‘Predictive Plagiarism’, mulai bercerita.]

Ia memang tak memiliki [Wall] itu.

Namun bukankah ia bisa menciptakan serpihan tiruan?

[Story, ‘Ultimate Lie’, mulai bercerita!]

Ia mencurahkan semua Story yang ia punya.

Ia pernah melihat bentuk asli [The Fourth Wall]… meski hanya sepersekian detik. Saat dinding itu menolak Eye of Truth-nya.

[Story, ‘Predictive Plagiarism’, dipaksa sampai batas mutlak!]

Jari-jarinya menari, menulis sebuah Story—tentang dinding yang ia bayangkan. Dinding yang ia curigai menjadi dasar The Fourth Wall.

Tsu-chuchuchuchut…!

⸢"Aku Dokja."⸥

⸢Kim Dokja(金獨子). Ayah memberiku nama ini agar aku menjadi kuat meski sendirian.⸥

Tangan Han Sooyoung menembus dinding.

Lalu lengan. Bahu. Kepala. Tubuh…

Dan ia tenggelam seluruhnya.

[System dari ‘Final Wall’ terkejut atas informasi Story-mu…]

[Terjadi error sementara pada sistem!]

Han Sooyoung menahan mual, meraba lantai.

Ia berhasil.

Ia menyusup ke dalam dinding busuk itu.

Yang pertama terlihat: sebuah ruangan kecil. Banyak koper tersusun, layar-layar kecil menyala.

Ia mengenali Story dari layar itu.

⸢Constellation, ‘Demon King of Salvation’, telah mencapai ■■.⸥

⸢■■ sang ‘Demon King of Salvation’ adalah ‘Kekekalan’.⸥

Akhir turn ke-3.

Si bodoh itu juga menyelesaikan skenario sepenuhnya—dan memilih menjadi pembaca tunggal dunia ini.

⸢Di dunia tanpa skenario—hanya dipenuhi keinginan melihat cerita berikutnya… seorang anak dengan imajinasi yang menakutkan.⸥

Ia akan mengecil… hingga menjadi bawah sadar semesta. Dan mimpi cerita tanpa akhir.

Han Sooyoung tahu.

‘Aku pun mungkin akan memilih akhir yang sama.’

Dunia ini ada demi cerita.

Bahkan kisah Yoo Joonghyuk. Bahkan Kim Dokja. Ujung mereka sama: menuju ‘penyelesaian sejati’.

Han Sooyoung menatap kereta bawah tanah yang perlahan menjauh di layar itu.

Kemudian, ia melihat seseorang berdiri di depannya, menonton layar—menangis sambil menekan sapu tangan.

[Hiii-eeek?!]

"Jadi kau… Raja Dokkaebi yang asli?"

[…Bagaimana kau masuk ke sini?]

Han Sooyoung mencabut [Black Heavenly Demon Sword]. "Kenapa kau pura-pura lemah? Apa yang kau lakukan di sini?"

[A-aku tidak berniat bertarung. Skenario sudah selesai!]

Memang, tak ada niat tempur.

Dokkaebi King melirik percikan listrik di tubuhnya, lalu memandangi [Final Wall] yang error.

[Kau… memperbaiki ‘Final Wall’? Bakat yang luar biasa… siapa sebenarnya kau? Jiwamu—campuran talenta...]

"Apa tujuanmu memakai boneka di luar? Meremehkan world-line ini?"

[Aih, apa sih? Semua world-line berharga. Tapi world-line ini sudah kehilangan maknanya. Story utamanya telah berakhir.]

Ia menatap layar lagi.

[Kenapa marah? Ceritamu sudah selesai dengan selamat, kan?]

"Jangan coba-coba merusak akhir world-line ini."

Di layar muncul Hyunsung & Namwoon, tersenyum menangis.

[Tenang, aku tidak akan. Ini world-line tidak penting anyway…]

Han Sooyoung merasakan kekosongan menghantam dadanya.

Apakah akhir turn ini… seperti ini saja?

[Selain itu… ‘Oldest Dream’ yang baru tak ingin ini diganggu.]

Han Sooyoung mendongak.

Oldest Dream.

‘Kim Dokja’ yang ia kenal telah menjadi itu.

Mungkin dia sedang melihat.

[Kau kira dia akan menjawab kalau kau melihat ke atas? Dunia kalian penuh yang berdoa pada dewa. Apa mereka selalu dijawab?]

"Itu tidak sama."

[Yah, terserah. Aku mau kabur. Bisa pergi?]

"Kau mau ke mana?"

[World-line lain. Yang lebih… menarik. Sudah lama aku ingin pergi ke sana—]

"Oh jadi kau kabur tinggalkan skenario begitu saja?"

[Kenapa kau tidak lahir di world-line dengan Raja Dokkaebi yang rajin?]

Han Sooyoung mengerutkan kening. "Hei. Aku sampai di sini dengan darah dan gigi yang rontok. Harusnya aku dapat hadiah."

Raja Dokkaebi mendesah.

[Baik. Satu permintaan.]

"…Aku ingin bertemu si bodoh itu."

Ia langsung menyesal mengatakannya.

⸢“Karena kau juga ada di sana.”⸥
⸢“Aku percaya pada ‘kau’ turn ke-3.”⸥

Apakah ini… rindu?

Ia tak tahu. Hanya… kalau ia bertemu lagi, mungkin ia akan mengerti.

[Si bodoh itu…]

Han Sooyoung menunjuk layar dengan dagu.

Dokkaebi King melompat panik.

[Sudah gila?! Yang maha agung itu tak terjangkau!]

"Aku tak peduli versinya. Bahkan versi yang belum selesai pun tak apa."

Kim Dokja tak lagi terlihat di panel.

"Aku ingin bertemu dia sekali lagi."

[Hanya ada satu dia di alam semesta.]

Artinya—tidak mungkin.

Tapi Raja Dokkaebi tersenyum licik.

[…Sebenarnya ada cara.]

"Apa?"

[Ada world-line yang terlarang. Tapi aku ingat koordinatnya… meski Oldest Dream tak mengenalimu nanti.]

Wajah Han Sooyoung bersinar.

"Di mana?"

[World-line tempat segalanya dimulai.]

Ia mengangkat tangan. Alam semesta <Star Stream> berputar di udara.

[Apa kau tak penasaran? Siapa menciptakan dunia ini? Siapa menulis hukum skenario? Siapa menciptakan paradoks di mana akibat mendahului sebab—dan sebab melahirkan akibat?]


Han Sooyoung tersadar maksudnya.

World-line tempat Three Ways to Survive lahir.

"You…!"

⸢Dunia tempat tls123 berada.⸥

[Aku ingin bertemu dewaku. Mau ikut?]

Tsu-CHUCHUCHUCHUT!

Angin Probability menghancurkan dinding. Ia diseret, hampir tercabik jiwa.

Dokkaebi King tertawa.

[Sampai jumpa kalau kau hidup.]

Itu ingatan terakhirnya dari turn 1863.


"Heok!"

Ia bangkit. Jam menunjukkan pukul dua pagi. Tubuhnya penuh keringat.

…Mimpi?

Ia bangkit. Selimut halus membungkus tubuhnya—terlalu mewah, terlalu asing. Ia meminum air, lalu masuk kamar mandi. Lampu oranye menyala. Wajahnya di cermin—rambut sebahu, tanda tahi lalat di bawah mata.

Dirinya—tapi—

"…Apa, ini…?"

Jantungnya mencengkeras sakit.

[Anda memasuki ‘First World-line’.]

Ia berlari keluar kamar mandi. Figur plastik di atas meja rias. Tumpukan manga. Tas sekolah di lantai. Gelap rumah ini tiba-tiba terasa… familiar.

Dengan gemetar, ia membuka tas. Buku pelajaran jatuh. Di sampul salah satunya:

– Han Sooyoung, siswa no.2, kelas 2, tahun ke-6.

Han Sooyoung telah menjadi gadis 13 tahun.

Ch 533: Epilogue 3 - Author's words, II

Dia tiba-tiba menjadi murid kelas enam SD. Bagaimana bisa?

Selama sisa waktu menjelang subuh, Han Sooyoung hanya duduk membeku dalam kebingungan. Awalnya ia sempat berpikir kalau ia telah regresi seperti Yoo Joonghyuk.

[Periode aktivitas mandiri telah berakhir.]
[Periode aktivitas mandiri berikutnya dijadwalkan dalam kira-kira 14 jam.]
[Kendali tubuh telah dicabut.]

Namun setelah pesan-pesan itu muncul dan tubuhnya tak lagi menurutinya, barulah ia memahami apa yang terjadi.

[Anda hanya dapat menggunakan kendali ketika ego tubuh utama memasuki mode tidur.]

Dia telah mengambil alih tubuh dirinya yang lebih muda.

‘…Apa ini jenis skenario baru?’

Namun tak peduli berapa lama ia menunggu, tidak ada pesan skenario yang muncul.

Ia hanya bisa ‘menyaksikan’ dirinya yang muda bangun dengan wajah berantakan, mencuci muka, sarapan, lalu berangkat sekolah. Itu saja yang bisa ia lakukan.

Dan tepat 14 jam kemudian, pesan berikut muncul.

[Ego tubuh utama telah tertidur.]
[Periode aktivitas mandiri dimulai.]
[Kendali tubuh telah diserahkan kepada Anda.]

Pada siang hari, dia adalah bocah 13 tahun yang polos, dan di malam hari, ia kembali mendapatkan kendali atas tubuhnya — tepat seperti jarum jam. Dan kemudian, seperti biasanya, ia akan mengeluh sambil memegangi kepala.

"…Aku seharusnya ngapain di sini, sih?"

Kepalanya berantakan. Jika ini benar-benar ‘World-line Pertama’, maka tindakannya di sini bisa memengaruhi semua world-line yang akan lahir setelahnya.

Ia menarik napas panjang dan memutuskan untuk memeriksa situasi terlebih dahulu.

Furnitur mahal namun simpel mengisi rumah tiga kamar plus ruang tengah itu. Han Sooyoung sangat familiar dengannya.

Asisten rumah tangga yang datang setiap pagi, satpam malas yang bertugas memonitor pengunjung, dan orang tua yang datang bergantian di akhir pekan dengan mobil baru tiap kali.

Ayahnya anggota Majelis Nasional, ibunya seorang aktris. Namun Han Sooyoung tak pernah menganggap mereka keluarga.

Dunia tidak tahu ia ada. Dan para “orang tua” itu pun mungkin tak ingin keberadaannya diketahui siapa pun.

"…Sama persis."

Han Sooyoung melihat tumpukan buku di meja milik dirinya yang 13 tahun. Ada buku-buku yang ia sukai, ada pula yang bahkan ia tak kenal. Memori samar itu rupanya disimpan oleh versi dirinya yang lain. Tapi jejak bekas jari di halaman membuktikan semuanya pernah ia baca.

⸢Untuk setiap orang, ada kehidupan yang hanya miliknya.⸥

Ada garis coretan di bawah kutipan sepele itu, namun cukup untuk membuat bulu kuduknya meremang. Kalimat-kalimat biasa semacam itu kelak menumpuk menjadi satu figur manusia bernama Han Sooyoung. Mungkin memang begitu.

Saat itu, suara bel rumah terdengar.

…Pada jam segini?

Ia buru-buru menekan interkom. Awalnya ia kira itu satpam, tapi ketika diperjelas, satpam itu sudah pingsan. Dan seorang pria paruh baya dengan fedora tersenyum sambil melambai ke arah kamera.

– Ini aku, Raja Dokkaebi.


"Kenapa tampangmu begitu?"

"Begitu aku tiba di sini, aku langsung berubah jadi manusia. Sistemku hampir sepenuhnya dicabut juga… Tapi, kenapa kau jadi segini muda?"

"Ini salahmu, kan?"

"Tentu saja tidak. Pengaruh Probability Agung telah… Yah, maaf sudah datang mendadak."

Han Sooyoung menghela napas dan membiarkan Raja Dokkaebi masuk.

"Kau tinggal sendiri?" tanyanya.

"Aku tinggal sendiri."

"Ada kamar kosong juga."

"…Jangan harap aku menampungmu di sini."

Raja Dokkaebi merengut kecewa.

Han Sooyoung menyeduh teh celup sederhana, menyajikannya, lalu bertanya, "Oke. Jadi alasanmu menyeretku ke world-line ini?"

"Kita akan mencari ‘pencipta’ bersama-sama."

"Bagaimana caranya?"

"Itu yang harus kita pikirkan mulai sekarang."

"Kau datang tanpa persiapan apa pun?"

"Tentu aku punya dugaan. Misalnya, novel itu."

Raut Han Sooyoung mengeras. Jadi, Raja Dokkaebi memang tahu tentang Ways of Survival.

"Penulis novel itu barangkali adalah ‘dewa’ yang menciptakan jagat ini," ucap Raja Dokkaebi.

tls123. Penulis Three Ways to Survive in a Ruined World.

Han Sooyoung mendesah dan menyalakan laptop. "Aku sudah coba cari."

– Tidak ditemukan hasil yang cocok.

"Novelnya belum dipublikasikan."

"Hmm. Jangan-jangan ada yang salah?"

"Bukan. Kayaknya kita datang terlalu awal. Aku yakin serialisasinya dimulai tahun ini."

"Bagaimana kau tahu?"

"Kalau info yang kudengar benar, pertama kali Kim Dokja membaca novel itu ketika dia umur 15. Aku 13 sekarang, artinya dia 15."

Ia teringat memo lusuh yang pernah diberikan Kim Dokja. Tergesa-gesa, tapi berisi catatan penting.

"Yang agung itu umur 15, ya… agak lucu juga…"

"Aku malah penasaran soal hal lain."

"Apa?"

"Apa yang terjadi kalau Ways of Survival tidak muncul di dunia ini?"

"Apa?"

Raja Dokkaebi terbelalak.

"Kalau begitu dia tidak akan membacanya. Dan kalau dia tidak membacanya, skenario tidak akan jadi nyata."

"…Ada kemungkinan begitu. Setidaknya, ‘apocalypse’ mungkin tidak terjadi."

Jika mereka membuat Kim Dokja tidak pernah membaca Ways of Survival, mungkin mereka bisa mencegah kehancuran world-line ini.

"Kau mau menghentikan serialisasinya?" tanya Raja Dokkaebi.

"Benar."

Han Sooyoung mengangguk. Jika tls123 bukan makhluk supranatural, ia mungkin bisa mencegah kehancuran dunia ini sendiri.

Namun Raja Dokkaebi menukas, "Gagasannya menarik, tapi kau bahkan tidak tahu siapa penulisnya…"

"Kau pernah baca novel itu?"

"Belum. Kau?"

"Iya." Han Sooyoung menghela napas. "Novel itu ditulis dengan buruk."

"…"

"Dari awal terlalu banyak eksposisi, panjang bab berantakan, dan tidak ramah pembaca. Hanya Kim Dokja yang sanggup membacanya sampai tamat."

"Hoh. Luar biasa memang yang agung itu…"

"Masuk akal menurutmu?"

Raja Dokkaebi tampak bingung.

Han Sooyoung melanjutkan, "Penulis yang tidak membaca ulang tulisannya? Tidak ada. Dan di platform webnovel, kau wajib cek ulang bab meski hanya mencari typo. Tapi… setelah bab ke-100, view-nya tinggal ‘satu’ sampai tamat."

Raja Dokkaebi terkejut. "Jangan-jangan…?"

"Benar. Penulis Ways of Survival menurutku adalah si idiot itu sendiri. Aku tidak tahu kenapa dia menyangkalnya, tapi aku yakin."

Salah satu kebiasaannya: membiarkan lembar baru open di layar komputer. Sambil menatap kursor berkedip, ia berkata pelan,

"Kita harus menemukan Kim Dokja. Sebelum dia mulai menulis Ways of Survival."


Masalahnya: bagaimana menemukan Kim Dokja.

"Kau tahu di mana rumahnya? Sistemku hilang, kita harus cari manual," tanya Raja Dokkaebi.

"Pasti di sekitar Seoul."

"…Tidak ada ciri lain?"

"Dia mungkin ngumpet baca novel fantasi di suatu tempat…"

"Kita bakal cari dia pakai info itu??"

"Aku kan cuma anak SD."

Begitu ia bilang begitu, kesadarannya gelap. Saat bangun, Raja Dokkaebi sudah pergi entah ke mana.

"…Pantesan dulu aku selalu ngantuk di sekolah."

Ternyata dia mengantuk karena ego lain aktif pada malam hari.

Menunggu membosankan, jadi ia mengisi waktu subuh dengan blogging.

"Aku yakin dia dulu blogger…"

Kalau bosan, ia menulis cerita pendek rahasia di laptop. Mini-fic untuk menjaga keterampilan menulis. Namun keesokan harinya, hal aneh terjadi.

"Sooyoung-ah, sejak kapan kamu jago nulis begini?"

Sekolah mengadakan lomba menulis mendadak — dan ia menang. Ceritanya sama persis dengan minifiction yang ia tulis subuh tadi.

"Ya pokoknya… ngalir saja," jawab dirinya yang 13 tahun.

Han Sooyoung tertegun. Ya, sekitar usia itu memang reputasinya sebagai penulis mulai muncul.

Bulan berganti bulan.

Ia mulai menikmatinya: menyaksikan dirinya kecil menjalani hidup.

Dan Kim Dokja 15 tahun… juga hidup di dunia ini. Entah kenapa, memikirkan itu membuatnya bahagia.

Apa yang akan ia katakan ketika akhirnya bertemu bocah sial itu?

Waktu berlalu cepat — September berlalu, lalu Oktober.

Kadang orang tuanya mampir memberi hadiah yang tak ia inginkan.

Akhirnya Desember. Saat itu ia mulai merasa ada yang ganjil.

– Tidak ditemukan hasil yang cocok.

Kenapa tls123 belum mulai serialisasi? Apa ia mengubah masa depan? Tidak mungkin — ia bahkan belum bertemu Kim Dokja.

…Apa yang terjadi jika Ways of Survival tidak terbit tahun ini?

Apakah dunia ini tetap ada tanpa Ways of Survival?

Mungkin itu lebih baik.

Jika tidak ada WoS, dunia ini tidak perlu menemui apocalypse. Jika begitu…

Telepon berdering.

Ia menduga orang tua lagi, tapi—

– Aku sudah menemukannya.

"Apa? Di mana? T-tunggu, kau di mana sekarang?!"

Jantungnya berdebar.

Kim Dokja sudah ditemukan.

Namun kalimat berikutnya… bahkan [Predictive Plagiarism]-nya tak bisa membaca.

– Aku sedang… yah, berada di UGD rumah sakit."


Han Sooyoung naik taksi melewati penjaga. Rumah sakit tidak jauh. Para dokter dan perawat bergerak cepat di tengah malam. Teriakan sakit terdengar sesekali. Bau kematian samar-samar berdiam di ranjang kosong.

Bahkan di dunia tanpa skenario, manusia tetap mati.

Apocalypse kecil. Tempat nyawa tanpa cerita menghilang.

Han Sooyoung melihat semua brankar.

"Ah…"

Di sanalah bocah 15 tahun itu. Kim Dokja. Wajah pucat, cekung. Infus menusuk pergelangan tangan yang diperban.

"Aku bilang, bukan salah kami! Di sekolah dia…!"

Bukan orang tua — tapi kerabat jauh, sepertinya. Berteriak pada dokter, frustasi.

Han Sooyoung menatap mereka, lalu bertanya pada Raja Dokkaebi. "Kenapa dia seperti ini?"

"Sepertinya… ia lompat dari jendela kelas."

Han Sooyoung meraih tangan Kim Dokja. Badannya kecil, rapuh. Seolah satu remasan bisa memecahkannya.

"Tolong… lakukan sesuatu."

"Jangan khawatir. Cedera tidak fatal. Lantainya tidak terlalu tinggi, dan ia tertahan pohon, jadi…"

"BUKAN ITU MAKSUDKU!"

Kerabat itu mendekat, marah-marah lagi. Tapi suaranya tak terdengar baginya.

Kenapa…

⸢Kalau bukan karena novel itu, aku mungkin sudah mati waktu itu.⸥
⸢Ah, kau lebay.⸥
⸢Aku serius.⸥

Kenangan tua, rapuh, berdebam masuk ke kepalanya.

Dokkaebi King menopangnya keluar. Tandu lewat, sirine kecil terdengar.

"Kita berhasil menemukannya, kan?"

"…"

"Sekarang setelah aku melihatnya sendiri, benar rupanya. Aura agungnya terasa sekali. Begitu ia membuka dunianya nanti—"

Raja Dokkaebi terdengar bersemangat. Seperti menanti apocalypse lahir.

Han Sooyoung bergumam pelan. "Kim Dokja bilang dia membaca novel itu saat umur lima belas."

"Ya. Jadi sebentar lagi—"

"Kalau dia tidak membacanya… apa yang akan terjadi padanya?"

"Hah?"

Jika WoS tidak ada, dunia ini selamat.

Tapi Kim Dokja?

"Uh, halo?"

"…"

"Kau… menangis?"

Tragedi Kim Dokja adalah tragedi yang umum. Jika ada seseorang yang sekadar meliriknya, memberikan sedikit kebaikan… semuanya bisa berbeda. Tapi ia tidak punya kemewahan itu.

Bisakah anak 13 tahun menyelamatkan siapa pun? Yang baru sadar diri hanya pada dini hari?

"Tapi, kenapa kau menangis?"

Ia tak bisa mempercayakan nasib itu pada Raja Dokkaebi. Tidak berguna, tak bisa pakai sistem, moral abu-abu pula.

Han Sooyoung menatap tangannya sendiri.

⸢Novel itu menyelamatkanku. Jadi aku harus membalas budi pada protagonisnya.⸥

Cara… menyelamatkan Kim Dokja.

"Hei, kau bawa uang?"

"Apa?"

"Kasih aku lima ribu—tidak, sepuluh ribu Won."

Ia merebut uang Raja Dokkaebi dan lari ke PC Bang.

"Itu semua uangku!!"

Ia menyelinap melewati pemilik yang tertidur, mencuri kartu waktu, menyalakan komputer, membuka platform webnovel, dan mencari nama penulis itu lagi.

– Tidak ditemukan hasil.

Akhir tahun sudah dekat.

Ia menatap layar—lalu klik [daftar anggota].

Jika tls123 bukan Kim Dokja… kalau penulisnya orang lain…

– Username tersedia. Gunakan?

Mungkin… tidak penting siapa penulisnya?

Tangannya gemetar.

Satu klik = memulai apocalypse tak terhitung world-line.

Tapi jika tidak klik…

– Ya.

…dunia kecil yang pernah ia lihat akan menghilang.

– Selamat datang, tls123-nim!

Ia mengecek waktu tersisa.

[Tiga jam tersisa dalam periode aktivitas.]
[Setelah ego utama bangun, kendali dicabut.]

Ia membuka word processor dan mulai mengetik. Seolah cerita yang tersangkut di kepalanya tumpah. Tanpa salah ketik. Narasi tajam bagai pahatan. Namun penuh eksposisi kering, tanpa memikirkan pembaca. Ia menulis cerita membosankan itu.

Karena ia tahu pasti…
…akan ada satu orang yang membacanya.

⸢Ini kebohongan.⸥

Banyak dunia hancur karena tangannya. Banyak karakter mati karenanya.

⸢Sampai suatu hari, menjadi kenyataan.⸥

Potongan kemungkinan memenuhi kepalanya. Sebagian jadi narasi. Sebagian jadi penjelasan.

Akhirnya jari-jarinya berhenti.

⸢Yoo Joonghyuk berdiri di hadapan bencana tak berujung dan berkata.⸥

Ia tak bisa mengetahui segalanya hanya dengan [Predictive Plagiarism].

⸢"Sampai aku melihat akhir skenario, aku tidak akan menyerah. Jadi…"⸥

Ia tak yakin Yoo Joonghyuk benar-benar akan berkata begitu. Ini semua hanya ciptaannya. Namun ia tetap ingin menuliskan kalimat ini.

⸢"Kau juga jangan menyerah."⸥

Han Sooyoung terengah. Menoleh.

Raja Dokkaebi berlutut memandangi layar, wajah kagum.

"Hei, Raja Dokkaebi?"

Makhluk itu berlutut penuh hormat.

"…Aku mau tidur."

[Anda telah menghabiskan terlalu banyak kekuatan mental!]
[Ego Anda akan menjadi bawah sadar, dan—]

Ia bangun di tempat tidur. Tengah malam. Sehari penuh berlalu.

‘…Astaga, apa yang sudah kulakukan?’

Sambil mengusap wajah, ia menyalakan laptop. Browser dibuka otomatis.

Komentar sudah masuk. Kebanyakan ejekan: tidak seru, penuh eksposisi, membosankan.

"Aku nulis cuma dua jam, wajar lah! Aku bahkan sengaja menulis kayak Ways of Survival, tahu??"

Namun satu komentar membuatnya terpaku.

– Author-nim, bagus sekali. Boleh tanya jadwal update?

Dengan polos memakai nama asli.

Ia menatap nama itu lama sekali.

– Apa… akan ada bab baru besok?

Ia mengepalkan tangan berkali-kali. Telapak kecilnya berkeringat.

Apa benar ini boleh?

Namun bukankah…

…tidak apa-apa seperti ini?

Ia menggigit bibir, lalu mengetik balasan.

Sambil memikirkan seseorang di luar layar ini.
Seorang bocah yang akan bernapas, makan, berteriak “Aku Yoo Joonghyuk!”, dan bertahan melawan apocalypse-nya sendiri.

Dan begitu saja, kisah seorang regressor sepanjang 3149 bab lahir.

– Ya. Bab baru akan terbit besok.

Ch 534: Epilogue 3 - Author's words, III

Han Sooyoung terus menulis.

Waktu singkat yang diberikan padanya di jam-jam buta sepenuhnya dipersembahkan untuk Kim Dokja.

“Hey, Raja Dokkaebi.”

“Ya, dewa-ku tersayang.”

“…Aku sudah bilang, berhenti memanggilku begitu. Pokoknya. Ways of Survival akan dipublikasikan jam tujuh malam mulai sekarang. Situsnya belum punya fitur untuk menjadwalkan rilis bab, jadi kau yang pegang naskahnya dan unggah tepat waktu. Kalau aku unggah dini hari, anak itu pasti begadang nunggu. Dia nanti nggak tidur.”

“Aku akan melaksanakan perintahmu.”

Han Sooyoung mendesah panjang, lalu kembali menatap naskah yang sedang ia kerjakan.

⸢Yoo Joonghyuk memeriksa kejadian dari regresi sebelumnya.⸥

Ia tidak mungkin menuliskan kehidupan sepanjang 1863 kali regresi. 3149 bab terlalu pendek untuk memuat hidup yang dijalani 1864 kali. Beberapa regresi harus ia lewati, beberapa lain ia ringkas drastis.

Ia tahu hidup tidak bekerja seperti itu. Tapi ada kehidupan yang hanya bisa dituliskan demikian. Saat ia menerima kenyataan itu, menuliskannya tidak lagi terasa terlalu sulit.

Kehidupan Yoo Joonghyuk regresi ke-1863 telah diberikan padanya utuh, dan ia juga punya informasi dari Kim Dokja turn ketiga. Yang terpenting — ia adalah seorang penulis yang sangat baik.

Ruang kosong yang tak bisa ia isi, akan diisi oleh Yoo Joonghyuk sendiri.

Yoo Joonghyuk yang akan bernapas di antara rangkaian kalimat, dan melangkah di atas tanah hitam yang dibangun huruf-huruf pekat.

Yang bisa ia lakukan hanyalah menyampaikan kisah Yoo Joonghyuk itu.

Setiap satu bab ia tulis, hidup Kim Dokja bertambah satu hari lagi. Saat satu kalimat demi kalimat tercetak, waktu Han Sooyoung pun bergerak maju perlahan.

Han Sooyoung yang berusia 13 menjadi 14. Lalu 15.

⸢Sebuah serialisasi yang akan berlangsung sepuluh tahun panjang dan melelahkan dimulai.⸥

Itu berat. Tubuh muda tak punya stamina cukup. Tapi Han Sooyoung bertahan. Ia memikirkan Kim Dokja di balik layar, yang juga tumbuh bersamanya. Kim Dokja yang tidak mati, tidak menyerah, dan tetap bertahan hidup.

– Author-nim yang terhormat, hari ini Joonghyuk melakukan…

Apa kau benar-benar menikmati cerita seperti ini?

Meski ragu, Han Sooyoung tetap menulis.

⸢“Informasi yang kuberikan akan berguna nanti. Jadi lihat kapan-kapan.”⸥

Cerita tidak akan berakhir selama masih ada yang membacanya.

Seperti regresi ke-1863, yang tadinya dianggap akhir.

– Author-nim. Kupikir bagaimana kalau kita buat karakter baru saja, mumpung ada kesempatan…?

Ia membaca komentar Kim Dokja setiap hari. Ia hanya aktif dini hari sehingga sulit berbalas secara real-time, tapi ia menjawab hal-hal yang penting.

– Haruskah aku buat karakter utama lain?

– Kalau bisa, buat karakter gadis cantik…

– Aha, kamu maksud gadis cantik.

⸢Wajah begitu rupawan sampai bisa menampar pipi Yoo Joonghyuk dua kali. Bocah cantik berambut pirang berkilau menatap Yoo Joonghyuk dan berteriak, “Hey kau, pria bakpao.”⸥

– …Tapi, author-nim??

Kim Dokja umur 16. Lalu 17. 18.

Ia membaca kisah ini, tumbuh bersamanya, dan pada akhirnya akan menjadi ‘Oldest Dream’. Meski tahu itu, Han Sooyoung menikmati masa ini. Dunia putih bersalju di mana huruf melayang bebas. Di atas sana ada Kim Dokja, dan juga Han Sooyoung.

– Author-nim. Aku merasa Joonghyuk-ie menderita terlalu banyak belakangan ini…

Terkadang ia sengaja membuat Yoo Joonghyuk tersiksa. Karena ia ingin meniru kisah yang ia ketahui. Tapi kemudian ia terjebak dalam pertanyaan:

Apakah ini benar terjadi dulu?

Atau terjadi karena aku menuliskannya?

Apa pun jawabannya, ia melakukan yang terbaik. Ia bangga. Namun ia tahu, ia tak pernah benar-benar menguasai ceritanya sendiri.

⸢Dengan mata mendidih penuh amarah, Yoo Joonghyuk menatap ke langit.⸥

Suatu hari nanti, Yoo Joonghyuk yang ia tulis akan bertemu Kim Dokja nyata. Memikirkan itu saja membuatnya gila.

– Novel mega hit! ⸢⸢SSSSS-grade Infinite Regressor⸥⸥!

Saat itu, ‘ego siang hari’ mulai debut sebagai penulis nyata. Tentu saja, ia mengambil talenta Han Sooyoung versi malam secara mentah, jadi novel itu pasti sukses. Bahkan ia memakai akun anonim untuk meninggalkan komentar jahat pada Ways of Survival.

– Aku khawatir author-nim akan hidup mengenaskan menulis sampah ini.

Yang lebih kocak: DM Kim Dokja.

– Author-nim! Kau tahu novel SSSSS-grade Infinite Regressor? Setting-nya mirip Ways of…

Han Sooyoung menyeringai. Benar, orang yang DM kayak begini pernah menuduhku plagiat di turn 1863, ya?

– Aku malah senang view naik gara-gara itu.

Saat ia selesai membalas, cahaya pagi menembus jendela. Belakangan ia tak lagi merasa segar setelah bangun. Kadang ia kehabisan waktu hanya untuk menulis, bahkan tertidur sebelum masa aktivitas selesai.

Lebih buruk lagi, ingatannya mulai mengabur.

Informasi dari Yoo Joonghyuk dan Kim Dokja — makin sulit diingat. Kenangan turn 1863 kabur. Dan juga…

[Story-mu sedang dikonsumsi.]

Waktu aktivitasnya semakin pendek.


Waktu terus berjalan, Han Sooyoung terus menulis hampir tiap hari.

Kadang ia tak bangun sama sekali. Karena kelelahan, ia makin jarang membaca komentar Kim Dokja.

– Author-nim. Lusa aku masuk wajib militer. Sepertinya aku dikirim garis depan.

– Ini Kim Dokja. Aku di Yanggu.

– Joonghyuk-ah… apa kau pernah sekop salju sebelumnya?

Usia 20, 21, 22…

Regression ke-371, 621, 972…

Seiring regresi Yoo Joonghyuk naik, usia Kim Dokja bertambah. Ia makan tragedi Yoo Joonghyuk, lalu jadi pelajar SMA, mahasiswa, kemudian prajurit.

Han Sooyoung menyaksikan pria itu tumbuh.

Waktu luangnya makin sedikit karena “ego siang” kini juga begadang. Waktu edit menipis, peran Raja Dokkaebi makin besar.

“Tenang. Aku akan perbaiki semua typo,” katanya.

“Kau bahkan tahu tata bahasa?”

“Tentu. Aku melamar kerja paruh waktu sebagai proofreader di penerbit.”

Ia tetap tampak tidak bisa diandalkan, tapi siapa lagi? Ego siang tidak boleh tahu. Ingatan Han Sooyoung buruk, bahkan membalas komentar pun melelahkan.

⸢Dan begitu saja, beberapa tahun berlalu seperti sihir.⸥

Saat menulis itu, ia sadar hidupnya tak jauh beda dari Yoo Joonghyuk.

Kadang hidup memang hilang dalam ringkasan. Tapi bukan berarti hidup itu tidak meninggalkan apa-apa. Ia menatap novel 3000 bab yang sudah ia bangun.

Suatu hari sebelum selesai, ia membuka kolom komentar seperti biasa—

– Tolong jangan menyerah, dear reader-nim.

…Apa aku pernah menulis ini?

Awalnya ia pikir ia mengetik ngaco setengah ngantuk. Tapi ada banyak komentar yang ia tidak ingat.

– Menjawab pertanyaanmu…

Sejak kapan ia menulis itu? Waktu unggahnya pun aneh.

– Sebenarnya, bukan salah setting, tapi…

Han Sooyoung memanggil Raja Dokkaebi. ‘Tsu-chuchut!’ ia muncul dengan fedora.

“Kau yang menulis ini?”

“Ya.”

“Dengan izin siapa?”

“Aku minta maaf. Kau terlihat sangat kelelahan.”

Han Sooyoung memandangnya dalam.

Makhluk ini datang mencari “dewa”-nya. Dan kini dia tahu siapa penciptanya.

“Apa tujuanmu?”

“Aku hanya seorang pencerita. Dan seperti pencerita manapun, aku mencintai epik besar. Dunia yang kau ciptakan.”

“Hanya ada satu pembaca.”

“Benarkah begitu?”

Tatapan Han Sooyoung menajam. “Aku sudah tahu rencanamu. Kau mau buat cerita ini jadi ‘berbayar’, kan?”

Sejak datang ke dunia ini, ia selalu memikirkan hari itu.

Novel yang ia tulis akan menjadi “skenario” yang menghancurkan jagat raya. Dan siapa yang cukup gila melakukannya? Jawabannya sederhana.

Hanya ada satu yang bisa melakukannya di world-line ini.

“Kau membawaku ke sini demi itu, kan?”

“Aku tak menyangkal. Meski aku baru benar-benar sadar belakangan.”

Percikan sistem menari di tubuh Raja Dokkaebi. Probability semakin kuat. Ia mulai mendapatkan kembali kekuatan “Raja para pencerita”.

“…Jadi. Apocalypse benar-benar dimulai?”

“Ya.”

“Aku tidak paham. Kau tahu urutannya tidak masuk akal, kan?”

“Urutan waktu?”

“Alasan aku bisa menulis ini adalah karena Yoo Joonghyuk hidup nanti, dan Kim Dokja membacanya. Tapi supaya Kim Dokja membacanya, aku harus menulisnya dulu. Itu…”

“Paradox waktu. Namun ada alam semesta yang berjalan begitu. Masa depan menulis masa lalu, hasil melahirkan sebab. Kau sudah mengenalnya, bukan?”

Han Sooyoung mengerutkan kening.

Raja Dokkaebi menyentuh layar. “Bukankah kau sedang menulisnya sekarang?”

Fragmen pikiran dan huruf yang ia tabur ada di sana.

Adegan-adegan eksis di luar waktu, menunggu dirangkai. Beberapa adegan jadi masa depan meski ditulis duluan. Beberapa jadi masa lalu meski ditulis paling akhir.

“…Kau bilang seluruh alam semesta ini novel?”

“Seperti itu kira-kira.”

Huruf-huruf di layar bergelombang. Kalimat berkilau seperti bintang, berkelompok, membentuk makna.

Kalimat yang bersinar karena kalimat gelap di sampingnya. Sebuah baris hidup demi baris selanjutnya. Baris berikutnya bermakna karena yang pertama ada.

“Tidak ada ‘sebelum dan sesudah’ di semesta ini. Karena itulah ‘World-line Pertama’ selesai paling akhir.” Raja Dokkaebi tersenyum puas. “Semesta ini baru saja tercipta, tapi juga sudah ada miliaran tahun. Dan sebuah permulaan lahir setelah apocalypse dimulai.”

Huruf-huruf jatuh bagai hujan meteor.

<Star Stream> bernyanyi pada dewa-nya.

Karena Han Sooyoung menulis Ways of Survival, Kim Dokja membacanya.

Karena Kim Dokja membacanya, Yoo Joonghyuk memulai regresi.

Karena Yoo Joonghyuk regresi, Han Sooyoung bisa menulis WoS.

Ia mungkin menulisnya, tapi kata-kata itu selesai bukan karena dirinya saja.

⸢Kisah yang akan menyelamatkan seseorang, menghancurkan, dan membuatnya tetap hidup.⸥

Han Sooyoung melihat garis takdir menakutkan itu. Ia sadar ia terjebak dalam siklus abadi.


Ia adalah penulis dunia ini, namun sekaligus dewa tanpa daya. Dewa yang bahkan tak bisa menyelamatkan satu pembaca. Dewa yang hanyalah bagian kecil dari kisah tanpa batas.

[<Star Stream> tersenyum ke arahmu.]

“Lihatlah. Bukankah ini kisah yang sempurna?”

 


Ch 535: Epilogue 3 - Author's words, IV

[<Star Stream> sedang menatap penciptanya.]
Kelopak matanya yang basah oleh lelah perlahan tertutup. Saat ia tenggelam ke laut kantuk yang berat dan hangat, Han Sooyoung mendengar suara Raja Dokkaebi.

“Silakan, beristirahatlah dan tidur, wahai dewa mulia-ku.”

Dan keesokan harinya, bab terakhir dari Ways of Survival pun selesai.


⸢…Tiga cara untuk bertahan hidup. Ada beberapa yang sudah kulupakan. Tapi satu hal pasti. Itu adalah…⸥

Setelah mengetik kalimat terakhir, Han Sooyoung menutup matanya untuk waktu yang teramat lama. Ia tahu hari ini pasti akan datang. Tapi saat momen itu benar-benar tiba, rasanya seperti mimpi.

Serialisasi panjang itu akhirnya mencapai akhir.

Saat ia menoleh perlahan, Raja Dokkaebi sudah berdiri di sana, seperti yang ia duga. Dengan mata yang penuh rasa haru, ia menatap layar komputer.

“Hey, kau,” ujar Han Sooyoung.

“Ya, dewa-ku.”

“Tidak bisa, misalnya… kau berhenti dengan sistem berbayar itu?”

“Dewa-nim. Sekalipun aku tidak melakukannya, cerita ini tetap akan dimulai.”

Han Sooyoung hanya bisa tersenyum pahit melihat Raja Dokkaebi yang berbicara seperti pemuja fanatik.

Cahaya matahari mulai merayap masuk melalui jendela. Matahari akan terbit, dan ketika ia kembali tenggelam, kiamat akan datang menyambut dunia ini.

⸢Dan setelah itu, cerita Kim Dokja akan dimulai.⸥

“…Dan aku ditakdirkan menghilang, kan?”

Tsu-chut, chuchuchut…
Sisa Story dalam dirinya bergolak pelan. Ada cerita yang tampak biasa, tidak spektakuler, tapi ditulis dengan pengorbanan yang tak terukur. Bagi Han Sooyoung, Ways of Survival adalah cerita seperti itu.

[Story keberadaanmu berada dalam kondisi genting.]

Jika masa depan benar, segera egonya akan larut ke dalam bawah sadar tubuh asli yang luas dan tak berujung. Dan baru setelah tubuh asli mempelajari skill [Avatar], sedikit pecahan ingatan itu akan lahir kembali. Lalu ia akan menjalani regresi ke-1863.

⸢Kalau memang demikian, untuk apa hidupku ada?⸥

Han Sooyoung berjalan tanpa sadar menuju jendela. Cahaya menyala lebih terang di balik langit pucat, bintang-bintang menghilang satu per satu.

【Segalanya telah ditulis, dan pada saat yang sama, masih ditulis.】

Begitu kata Outer God yang mengirimnya ke regresi 1863. Semesta yang berulang. Di mana hasil melahirkan sebab, dan sebab akan menjadi hasil.

Untuk menciptakan cerita sempurna, hasil menolak sebab, dan sebab memakan hasil demi bertahan. Saat ia memahami hukum luas itu, ia merasa dunia ini seperti papan catur. Diperintah oleh sebuah kehendak raksasa, tanpa bentuk, tanpa asal yang jelas, mengejar kesempurnaan tertinggi.

Sekalipun ia pencipta skenario kiamat, bukankah ia cuma satu bidak — knight kecil — di papan catur semesta ini?

Gelombang kantuk menyerang. Ia berdiri perlahan.

[Tenaga mentalmu telah mencapai batas!]

Han Sooyoung menahan rasa kantuk yang mengoyak jiwa, meraba-raba pakaian dan mengenakannya, lalu keluar kamar. Masih sangat pagi, namun orang-orang yang bangun pagi sudah bersiap pergi kerja. Raja Dokkaebi mengikuti di belakang.

“Aku berterima kasih karena kau sudah mau menyunting novel ini.”

“Kalau kau keluar, kau akan mati.”

Ia sudah tahu. Karena matahari akan terbit.

Han Sooyoung menatap fajar. “Peranku sudah selesai. Sisanya kau yang urus, kan? Serahkan file itu padanya nanti. Versi revisinya juga sudah kutulis, kalau-kalau. Tapi… itu belum lengkap. Kau yang putuskan nanti.”

“Tapi—”

“Sudah lebih dari sepuluh tahun.” Han Sooyoung menatap Raja Dokkaebi yang beberapa jengkal lebih tinggi. “Tidak bisakah sekali saja aku melakukan apa yang kumau?”

Alasannya datang ke dunia ini — untuk bertemu Kim Dokja sekali lagi, yang ia temui di regresi 1863.

Ia memanaskan ototnya perlahan, lalu mulai jogging.

⸢Han Sooyoung membayangkan Kim Dokja, dalam perjalanan menuju kerja di Mino Soft.⸥

Ia tahu banyak tentang pria itu — dari cerita Raja Dokkaebi, dari komentar Kim Dokja.

– Author-nim! Mulai tahun ini aku tinggal sendiri!
– Sekarang aku tinggal dekat sini. Rasanya aneh membaca tentang tempat ini di novel.
– Author-nim, kau tahu Mino Soft? Akan seru kalau novelmu dijadiin game. Mungkin aku bisa mengusulkan pada…

Ia tahu kapan pria itu akhirnya lepas dari tragedinya, dan di mana tragedi berikutnya menunggu.

[Main body's ego sedang mencoba bangun dari mimpi!]
[Peringatan! Periode aktivitas mandiri berakhir!]
[Memaksa kontrol tubuh akan menyebabkan ego—]

Han Sooyoung mengabaikan semuanya dan terus berlari. Ia berlari sampai napasnya tersisa sedikit. Ia hanya memikirkan satu hal: kata-kata Kim Dokja.

– Author-nim. Entah sudah berapa kali kukatakan ini…

Kata-kata itu… semuanya akan hilang.

[Story-mu sedang menghilang.]

Ia akan lupa regresi 1863.
Ia akan lupa bahwa ia menulis sebuah novel.

Namun, sekalipun ia lupa semuanya…

⸢Lari Han Sooyoung perlahan melambat.⸥

Di sana. Seorang pria yang selama ini hanya ada sebagai tulisan sejak hari ia melihatnya di IGD rumah sakit.

⸢Di kejauhan, Kim Dokja berjalan.⸥

Wajah yang sama.
Pria yang datang ke regresi ke-1863.
Pria yang ingin ia temui lagi.
Pria menyebalkan yang pandai menjilat.
Penipu yang mudah berdusta.
Tapi… pria yang menyenangkan untuk berdusta bersama lalu tertawa kecil berdua.

“——”

Pria yang tidak mengingatnya.

“——!!”

Suara tak keluar. Tenggorokan tercekat. Kontrol tubuh lepas dari genggamannya.

Han Sooyoung terpincang, mendekatinya. Orang-orang menatap heran.

Kim Dokja turun ke stasiun bawah tanah. Earphone di telinga, membaca sesuatu di ponsel. Ia tahu apa yang ia baca.

“—!!”

Ia memaksa teriak, tapi tak keluar. Ia mengejarnya mati-matian.

– Karena cerita yang kau tulis, author-nim, aku bisa bertahan hidup.

Han Sooyoung pun bertahan, membaca kata-kata satu-satunya pembaca.

Ia menulis hidup Yoo Joonghyuk berkat itu.
Ia menahan remajanya yang pengap dan suram berkat itu.

– Kereta ini menuju…


Kim Dokja menunggu kereta. Seorang pria di dunia kecil yang dibuat huruf untuk mempertahankan dirinya.

Kim Dokja yang tak tahu kiamat akan tiba.

Kim Dokja yang akan melangkah ke dunia Ways of Survival.
Yang akan bertemu protagonis yang ia kagumi.
Yang akan menjadi Demon King of Salvation.
Yang akan berkorban berkali-kali untuk para sahabat, lalu tiba di turn 1863… dan bertemu dengannya.

Kim Dokja — yang akan menjadi Oldest Dream karena mencintai sebuah cerita terlalu dalam.

[Kesadaranmu runtuh!]
[Ego utama mengambil alih.]
[Story-mu padam.]

Tubuhnya berat, seperti bukan miliknya. Namun Han Sooyoung masih ingin bicara.

⸢Bahwa kelahirannya bukan salah Kim Dokja. Bahwa apa yang akan ia alami bukan dosanya.⸥

Tiga belas tahun hidupnya hanya untuk mengatakan itu.

⸢Kau tumbuh membaca cerita ini, tapi kau tidak harus menjadi cerita itu.⸥

Ia mengulurkan tangan. Ujung jarinya menyentuh pundak Kim Dokja.

[Ego-mu berubah menjadi ‘subconsciousness’.]

Kim Dokja menoleh. Tapi arus penumpang mendorongnya masuk kereta. Pintu tertutup.

Han Sooyoung berdiri sendiri di peron, wajah kosong.

“…Apa-apaan? Kenapa aku di sini??”

Ia menggaruk kepala, kesal. “Mimpi sambil jalan lagi, hah?! Sial! Dan aku belum selesai tulis bab hari ini!”

[Story ‘Predictive Plagiarism’ telah menyalin kembali memori yang hilangmu!]

Tsu-chuchuchuchu—

“Han Sooyoung?”

Tsu-chuchu—

“Han Sooyoung!!”

Seseorang memanggilnya lewat denging keras.

“Han Sooyoung!”

Sebuah tamparan keras mendarat di belakang kepalanya BAK! Kepalanya berdenyut parah. Ia tahu betul siapa bajingan yang tega memukul seperti itu.

“Joonghyuk-ssi!! Kenapa memukulnya sekeras itu?! Dia bisa mati tepat setelah bangun, tahu?!” Lee Seolhwa berseru.

Han Sooyoung mengangkat kepala. Yoo Joonghyuk berdiri di sana, dahi berkerut. Di sekitarnya — <Kim Dokja Company>. Jung Heewon, Lee Hyunsung, Shin Yoosung, Lee Jihye… penuh debu.

Han Sooyoung melihat mereka satu per satu. Lalu pada Yoo Joonghyuk. “…Kurasa sekarang aku tahu perasaanmu waktu kau ingat turn 0.”

“Omong kosong apa lagi?”

“…Aku ingat.”

Ia menatap sekitar, masih bingung. Lalu melihat ke belakang — kabut huruf tebal. Gerbang yang barusan mereka lewati. Tempat ia hampir mati.

Lee Jihye mendekat. “Eonni, serius gapapa? Tadi eonni ngoceh soal kontrak novel segala…”

[Story ‘Predictive Plagiarism’ berhenti bercerita.]

Han Sooyoung melihat tangannya yang bergetar.

Kenapa memori itu kembali sekarang? Apa itu bahkan nyata?

⸢Dulu, ia menulis sebuah cerita dengan tangan ini.⸥

Kenangan samar tapi nyata.

Ia menata pikirannya — mengapa ia ada di sini, apa yang terjadi, apa yang harus ia katakan.

“Aku… penulis Ways of Survival…”

Ia menarik napas untuk bicara lebih jauh —

“Berhenti buang waktu. Kita pergi.” Yoo Joonghyuk memotong tajam.

Han Sooyoung terdiam.

[Main Scenario diperbarui!]
[‘Final Scenario’ dimulai.]

Pesan sistem berkilat. Ia tahu kenapa pesan itu muncul.

⸢Para sahabat menembus 99 skenario sekali lagi.⸥

“…Kenapa kau bengong begitu?”

Inilah tragedi yang ia mulai. Dan orang-orang yang menanggungnya — kini mengulurkan tangan padanya.

“Ayo, Sooyoung-ssi.” Yoo Sangah menepuk punggungnya lembut.

Punggung sahabat-sahabatnya yang berjalan di depan tampak buram.

Ini mustahil. Ini bukan hal yang bisa dilakukan hanya karena ingin menyelamatkan seseorang.

Namun mereka tetap melakukannya.

Di kejauhan, tembok huruf menutup ujung dunia.

Final Wall.

Para sahabat saling menatap dan menghunus senjata. Jeritan Constellation terdengar dari jauh.

Yoo Joonghyuk juga menghunus [Black Heavenly Demon Sword]. “Bodoh itu ada di balik tembok.”

Dokkaebi Bureau menghalangi jalan. Raja Dokkaebi berjaga di Final Wall. Han Sooyoung menarik napas panjang dan berdiri.

Ini benar-benar cerita panjang. Dan akhirnya — akhir itu ada di depan mata.

⸢Mereka telah mencapai kesimpulan yang ia tulis.⸥


 

Nunaaluuu Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review